TEKS
: Zakaria 8 ; 1-17
Syaloom !!!
Setiap orang pasti mendambakan,
mengidialkan dan mengharapkan suatu kehidupan masa depan yang baik. Karena itu
orang berusaha untuk mencari pekerjaan, orang mengikuti tes pegawai negeri,
demikian pula para pekerja meningkatkan
kualitas dan mutu kerjanya, dan lain-lain yang semuanya bertujuan agar mereka
dapat menggapai suatu masa depan yang
baik.
Terkadang
upaya untuk memiliki suatu masa depan yang baik itu, tidak dilakukan dengan cara-cara yang baik dan santun. Sebaliknya dilakukan dengan cara-cara yang tidak
bertanggung jawab dan tidak bermoral.
Terlepas
dari apakah cara yang digunakan untuk menggapai masa depan itu adalah baik atau
tidak baik, tetapi yang mau saya tandaskan disini adalah bahwa keinginan untuk
memiliki suatu kehidupan masa depan yang baik itu adalah sebuah kewajaran, sesuatu yang
sah-sah saja, sesuatu yang normal. Yang
tidak wajar dan yang tidak normal adalah ketika orang yang tidak punya
keinginan untuk memiliki masa depan yang baik.
Saya percaya bahwa keinginan dan harapan yang sama ada juga dalam
dada setiap anak Israel, yang dari waktu ke waktu diperhadapkan dengan
kesengsaraan, penderitaan dan penindasan,
penghinaan yang luar biasa beratnya, seperti juga pada saat itu, dimana mereka
menjadi tawanan bangsa Babel.
Dapat
kita bayangkan, dalam status sebagai
tawanan, mereka tidak mungkin memiliki masa depan yang baik. Tidak ada ceritera
bahwa seorang tawanan punya jaminan masa depan. Dan karena itu dibutuhkan pemulihan. Mereka
harus diselamatkan dari status sebagai tawanan itu, menjadi orang yang merdeka,
supaya dengan leluasa dapat membangun masa depannya.
Pertanyaan kristis bagi kita adalah kenapa sehingga Israel selalu
berada dalam tawanan bangsa-bangsa kafir ???
Persia,
Mesir dan Babel. Apakah karena Allah Israel kurang
tangguh untuk membentengi dan menolong Israel dibandingkan dengan Allah
bangsa kafir. Bukan itu !!! Tapi saya
percaya semua orang Kristen yang rajin baca Alkitab pasti tahu jawabannya. Semuanya itu terjadi karena dosa-dosa Israel. Israel tidak hidup setia, tidak hidup benar dan tidak menjaga kekudusan
hidupnya di hadapan Allah dan sesama.
Katakanlah
mereka hidup di luar kehendak
Allah. Akibat dari hidup diluar kehendak
Allah itu maka Allah meninggalkan
mereka, dan menyerahkan mereka dikuasai oleh para musuhnya.
Jadi ketika Allah meninggalkan
mereka, maka kehidupan mereka menjadi hancur
berantakan. Kehidupan ekonomi hancur. Tidak
ada jaminan keamanan, pertengkaran dan kekerasan terjadi dimana-mana, tidak ada
kedamaian dan tidak ada kepastian masa depan yang baik. Yerusalem hancur. Bait Allah sebagai lambang kehadiran Allah
hanya tinggal puing. Tidak ada yang bisa dibanggakan, tidak ada yang tersisa
untuk dipuji dan disanjung. Menyedihkan.
Yerusalem menjadi lambang sebuah kehidupan yang mati.
Belajar dari bagian ini, maka firman Tuhan mau menjelaskan bagi kita
bahwa kehidupan yang dibangun di luar
Tuhan, hidup jauh dari kehendak Tuhan akan selalu berdampak buruk bagi
kehidupan pribadi, keluarga maupun persekutuan umat. Lihat begitu banyak orang Kristen yang gagal
dalam usaha, kerja, studi, karier karena hidupnya jauh dari melakukan kehendak Tuhan. Mereka selalu ditimpa dengan berbagai kesulitan
dan kesengsaraan hidup, ya karena hidupnya jauh dari kehendak Tuhan.
Saudaraku,………mungkin
ada yang mengatakan bahwa Pendeta ada juga banyak orang yang hidup di dalam
Tuhan, selalu berdoa, baca firman terlibat dalam persekutuan ibadah, tetapi
selalu dilanda dengan penderitaan dan kesengsaraan dan bukan kebaikan.
Untuk
pertanyaan ini, Alkitab memberikan dua jawaban : Pertama ; apakah orang itu sungguh-sungguh melakukan kehendak Tuhan dan tinggal di
dalam Tuhan. Ataukah semuanya itu
dilakukan secara formalitas saja ??? Kalau
hidupnya tidak sungguh-sungguh di dalam Tuhan, maka statusnya sama saja dengan
orang yang hidup di luar Tuhan.
Kedua
; Bahwa kalau ia sudah bersungguh-sungguh melakukan kehendak Tuhan, tetapi penderitaan,
kesengsaraan, ancaman, penghinaan tetap diterimanya, maka Alkitab memberikan
jawaban bahwa itu adalah bagian dari
ujian yang Allah berikan bagi mereka demi meningkatkan mutu atau kualitas
iman mereka. Bahwa ketika mereka lepas dari penderitaan dan kesengsaraan hidup
itu, mutu iman mereka akan teruji disana.
Karena itu perlu ditegaskan bahwa
hidup di dalam Tuhan dengan melakukan kehendakNya akan menjadi jaminan
kehidupan masa depan yang baik.
Coba anda lihat disekeliling kita tidak
sedikit anak Tuhan yang hidup di dalam
Tuhan dan mereka memiliki kehidupan yang baik. Usaha maju, pekerjaan berhasil,
mendapat jabatan dan status yang patut dibanggakan, anak-anak berhasil dalam studi dan kerja dll.
Seterusnya
dijelaskan bahwa Allah tidak membiarkan Israel tetap berada dalam penderitaan
dan kesengsaraan, sebaliknya dalam kasihNya Allah berprakarsa untuk membebaskan
mereka dari status mereka sebagai tawanan. Perhatikanlah pernyataan berikut ; “ Aku
akan kembali ke Sion dan akan diam di tengah-tengah Yerusalem”. (ayat 3 a) dan
Aku akan membawa mereka pulang, supaya mereka diam di tengah-tengah
Yerusalem”. (ayat 8a).
Memperhatikan
teks di atas, maka proses pemulihan terhadap Israel adalah sungguh-sungguh
merupakan prakarsa Allah dan bukan prakarsa manusia dengan segala kuasanya. Israel tidak mungkin dengan
kekuatan dan kemampuannya dapat membebaskan dirinya dan merajut masa depan
yang baik. Hanya Allah yang sanggup melakukannya.
Karena
itu Israel menganggap bahwa perbuatan penyelamatan dan pemulihan yang dilakukan
Allah kepada Israel adalah sesuatu yang sangat ajaib, sesuatu yang heran,
karena memang hanya Allah yang sanggup melakukannya. (bd. Ayat 6a).
Bahwa melalui prakarsa itu kita
melihat betapa Allah tetap menampilkan diriNya sebagai pelindung, pemelihara, kota
benteng yang kokoh dan ampuh bagi Israel. Ialah Allah satu-satunya dan tidak ada yang lain, tidak
ada duanya.
Tindakan Allah kembali ke Sion itu
berimplikasi terhadap pemulihan kehidupan Israel secara total. Hal itu terwujud
atau terindikasi pada 4 hal penting
antara lain ;
Pertama :
Terjadinya perubahan Status kota
Yerusalem dan gunung Sion. Tegasnya dikatakan bahwa Yerusalem akan disebut dengan kota Setia sedangkan gunung Sion akan disebut
dengan ungkapan gunung kudus.
Dengan perubahan status seperti ini
maka umat dapat dengan leluasa beribadah kepada Tuhan tanpa takut. Mereka punya
kesempatan yang lebih luas untuk menyembah Allah tanpa takut.
Tetapi
pada sebelah lain perlu digaris bawahi bahwa perubahan status ini beresiko
tinggi. Artinya setiap orang Israel yang
hidup dan membangun masa depannya di kota
setia dan gunung kudus itu harus sungguh-sungguh membangun kehidupan yang penuh dengan
kesetiaan, ketaatan serta kekudusan dihadapan Allah.
Apakah
mungkin Yerusalem akan disebut sebagai
kota setia, kalau umatnya berlaku tidak setia ??? Apakah Sion bisa tetap
disebut sebagai gunung kudus, ketika penduduk negeri itu tidak hidup kudus ???
saya kira tidak.
Oleh
karena itu ketika Allah menobatkan
Yerusalem sebagai kota setia dan Sion sebagai gunung kudus, maka penduduk kota
itu punya tanggung jawab besar untuk tetap
menjaga kekudusan dan kesetiaan hidup dihadapan Allah dan dalam persekutuan
dengan sesama.
Kata
Kudus (qados) artinya dikhususkan atau disendirikan bagi Allah menuntut umat
untuk sungguh-sungguh berprilaku kudus dalam hidup dan kerjanya.
Saudaraku,…… bicara tentang
kesetiaan dan kekudusan tentu bukan saja ditujukan kepada Israel, tetapi
juga bagi anda dan saya sebagai anak-anak Tuhan. Bahwa ketika Allah memerdekakan kita terutama
dari kuasa dosa, melalui pengorbanan Kristus,
maka nilai-nilai kekudusan dan kesetiaan harus ditampilkan dalam seluruh
kehidupan kita.
Kita
tidak bisa bangga hanya dengan perubahan
status wilayah ini menjadi Kabupaten misalnya.
Kita tidak bisa bangga hanya dengan
daerah ini sudah punya wakil-wakil
rakyat (DPRD) yang handal. Kita tidak bisa bangga hanya dengan terbentuknya Pemeritahan Kabupaten Kepulauan
Aru dengan sejumlah pejabat yang secara bertahap dilantik untuk mengisi
berbagai jabatan structural maupun fungsional.
Kita
tidak bisa bangga hanya dengan berlimpahnya sumber daya alam yang tersedia di negeri ini dan di wilayah
ini. Tetapi kita akan sangat bangga, orang
akan tersanjung, Tuhan akan tersenyum apabila penduduk kota ini, semua kita yang
hidup, mengabdi dan membangun masa depan di tanah ini menampilkan nilai-nilai
kesetiaan dan kekudusan di hadapan Allah dan sesamanya.
Pertanyaannya adalah, Apakah kita
sanggup untuk menghadirkan nilai-nilai kesetian dan nilai-nilai kekudusan di
tanah ini, di negeri ini, di kota
ini ??? Sepertinya tidak gampang untuk
dilakukan.
Kenyataan
membuktikan bahwa ada begitu banyak orang yang menyebut dirinya anak Tuhan
tergoda untuk memilih mengedepankan nilai-nilai ketidaksetiaan dari pada
kesetiaan. Banyak orang Kristen yang cenderung untuk hidup di dalam dosa dan
kecemaran dari pada menciptakan kehidupan kudus.
Kita
tidak saja bicara tentang kesetiaan dan kekudusan dalam perkawinan. Tetapi juga kesetiaan dan kekudusan dalam melakukan
tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan masyarakat dan gereja.
Lihatlah,…..begitu
banyak anak Tuhan yang berebutan untuk mendapat jabatan, kedudukan, pangkat. Pada
satu sisi, ini sangat wajar, tetapi menjadi tidak wajar, ketika jabatan,
kedudukan dan pangkat diterima, tetapi mereka tidak menampilkan nilai-nilai
kesetiaan dan kekudusan dalam melakukan tanggung jawab yang berhubungan dengan
jabatan, kedudukan dan pangkat itu. Menyedihkan bukan ???
Kalau
semua orang mampu menampilkan
nilai-nilai kekudusan dan kesetiaan dalam melakukan tugas dan tanggung
jawabnya, maka tidak perlu Presiden RI (Susilo Bambang Yudoyono) mencanangkan
hari pemberantasan Korupsi, karena pasti tidak akan ada orang yang korupsi. Tapi sayang banyak anak Tuhan yang korupsi,….mulai
dari korupsi dana bantuan pemerintah untuk anak yatim piatu dan tidak mampu di
Sekolah Dasar, sampai dengan korupsi miliaran rupiah dana proyek pembangunan
untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
Lihat,….Ada
begitu anak Tuhan yang digaji pemerintah, tiap bulan dapat gaji tetapi tidak
setia dalam melakukan tanggung jawabnya. Berminggu-minggu, berbulan-bulan meninggalkan tempat
tugas. Kasihan….!!!
Kedua ; Bahwa ketika Allah berdiam di Israel maka ada
kehidupan yang berkelanjutan.
Disebutkan
dalam teks kita bahwa ada nenek-nenek dan kakek-kakek yang memegang tongkat
sambil berjalan di depan pintu gerbang kota. Ada anak laki-laki dan anak perempuan yang
berlalu lalang dijalan-jalan kota.
Kenyataan ini menunjukan bahwa umur panjang, keturunan, regenerasi tidak
lepas dari campur tangan Allah.
Ketiga ; Bahwa ketika Allah berdiam di Israel
maka ada kesejahteraan ekonomi yang akan dirasakan umat.
Disebutkan
dalam teks kita bahwa pohon anggur akan menghasilkan buahnya, tanah akan
memberi hasilnya, langit akan memberi air embunya (ayat 12 b dan c).
Semuanya
ini memberikan gambaran tentang suatu kehidupan ekonomi yang baik, yang akan
dialami oleh Israel ketika Allah berdiam bersama mereka di Yerusalem. Ini situasi yang sangat berbeda dengan apa
yang Israeal alami ketika Allah menjauh dari mereka. Dikatakan oleh penulis bahwa pada waktu itu
rezeki baik untuk manusia maupun binatang jauh dari hidup mereka. (ayat 10 a).
Hal
ini juga berimplikasi bagi kehidupan kita sebagai orang percaya yang sungguh-sungguh
mendambakan kehidupan ekonomi yang baik. Sekarang ini pemerintah (pusat maupun
daerah) tengah berupaya meningkatkan
kehidupan ekonomi rakyat dengan berbagai pendekatan. Banyak keluarga yang
bekerja keras untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarganya. Ini baik,
tetapi kalau semuanya itu tidak dilakukan bersama dan di dalam Allah, semuanya
percuma adanya. Ingat apa kata Mazmur 127 ; “rezeki itu diberikan Allah kepada
orang yang dicintaiNya pada waktu
tidur”. (bd. ayat 2 c).
Dengan
kata lain firman ini mau mengingatkan kita bahwa segala upaya yang dilakukan
pribadi, keluarga, pemerintah untuk menghadirkan suatu kehidupan ekonomi yang
baik, jangan memulainya di luar Tuhan. Tapi memulainya bersama Tuhan.
Adalah
baik ketika petani hendak membuka kebun baru, atau memulai menabur benih ia
meminta Pendeta berdoa kepada Tuhan. Tetapi sangatlah tidak baik, kalau panen
tiba orang berspekulasi untuk memberikan
syukur kepada Tuhan. Bagaimana hasilnya bisa bertahan.
Keempat
: Ketika Tuhan berdiam di Israel maka ada jaminan keamanan, ada damai sejahtera yang akan dirasakan umat.
Yang
Menarik untuk diperhatikan adalah, penulis menggambarkan damai sejahtera itu
ibarat suatu benih yang ditaburkan di dalam tanah. Benih itu akan bertumbuh,
berbunga dan berbuah dan pasti buahnya dapat dinikmati orang.
Jadi
tidak akan ada pertengkaran, pertikaian, kekerasan. Tidak seperti kita disini yang sedikit main panah, main
parang, terakhir main mancadu (mau potong pelayan dengan mancadu karena tidak mau ditegur
kesalahannya).
Kelima
; Ketika Tuhan berdiam di Israel maka umat
Israel (anak kecil sampai orang tahu) akan dinobatkan sebagai penyalur berkat dan bukan penyalur kutuk.
Tegasnya dikatakan ; “kalau dulu kamu menjadi kutuk,…maka sekarang Aku akan
menyelamatkan kamu, sehingga kamu menjadi berkat “ (ayat 13).
Berkat
adalah kekuatan (power) yang memungkinkan kehidupan itu dapat bertahan. Dengan
demikian setiap orang Israel
juga harus mampu menopang orang lain supaya hidup mereka tetap bertahan.
Bagaimana dengan kita sebagai Israel baru, apakah
kehidupan kita justru menjadi berkat bagi orang lain atau sebaliknya menjadi
kutuk bagi orang lain. Masing-masing orang pasti tahu jawabannya. Tapi jujur
saya mau bilang bahwa kita yang punya kelebihan belum banyak berbuat untuk
menjadi berkat bagi orang lain. Kadang juga gereja melakukan hal yang sama, belum menjadi berkat
bagi sesamanya.
Semua
yang dihadapkan dalam teks kita adalah janji Allah yang akan digenapi kepada
Israel. Nah dalam rentan waktu antara
janji dan penggenapannya orang bisa tergoda untuk hidup jauh dari Tuhan. Hidup
di luar Tuhan. Kenapa ?? Karena menurut mereka hidup di dalam Tuhan atau hidup
bersama Tuhan itu terlalu mengekang kebebasan mereka. Disinilah umat bisa
terjerembab dan jatuh dalam dosa dan kecemaran.
Karena
itu Allah membangkitkan motivasi iman
mereka dengan pernyataan ; :Jangan takut, kuatkanlah hatimu” (ayat 13 bagian
akhir). Ungkapan ini menjelaskan ;
Pertama
; bahwa janji itu adalah sesuatu yang pasti. Allah akan menggenapinya.
Kedua
; dalam proses penantian terhadap janji itu, orang bisa saja jatuh dan
terjerembab dalam perbuatan di luar kehendak Allah. Karena itu hati yang
merupakan pusat pengambilan keputusan mesti sungguh-sungguh kuat, sehingga
mampu mengontrol keinginan manusia yang cenderung hidup jauh dari kehendak
Tuhan.
Dengan
hati yang kuat dan kudus, maka setiap orang akan berkata benar. Tidak ada penipuan, tidak
ada sumpah palsu dalam ucapannya. Setiap orang akan menerapkan hukum dengan
benar. Mereka tidak akan merancang
kejahatan tetapi merancang hadirnya perdamaian dalam kehidupan bersama. (ayat
16-17).
Terkait dengan perayaan minggu-minggu adventus (penantian)
terhadap kehadiran Kristus pada kali
yang kedua, maka sebaiknya kita melakukan evaluasi terhadap perilaku dan sikap
kita sebagai anak-anak Tuhan sepanjang tahun 2004 ini. Apakah kita cukup setia ? Apakah hidup kita cukup kudus
?? Apakah kita memiliki hati yang kuat
?? Silahkan anda menjawabnya. Bila ternyata rapor kita masih merah,
perbaikilah belum terlambat.
Terkait
dengan pelayanan baptisan Kudus, kita diingatkan sebagai orang tua dan saksi
untuk ;
- Membesarkan
anak-anak kita di dalam Tuhan.
- Mengajak
mereka untuk membangun masa depan mereka bersama dan di dalam Tuhan. Tuhan memberkati kita, amin.
Oleh;
Pdt.
Jan Z. Matatula, S.Th.
Sekretaris
Klasis GPM P.P.Aru
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja
Bethel– Jemaat GPM Dobo,
Klasis
GPM P.P.Aru. 20 Desember 2004).