HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Rabu, 28 Agustus 2013

"KETELADANAN SEJATI"


TEKS   : 2 Timotius 1 ; 3 – 18.
 
 
Syaloom !!
Banyak orang bicara tentang keteladanan, tetapi tidak banyak orang yang dapat menjadi teladan. Saya membayangkan kalau orang-orang beriman yang hidup dijagat ini, menampilkan nilai-nilai keteladanan dalam ucapan dan perbuatannya seperti; kejujuran, keadilan, cinta kasih, iman dll, maka pasti dunia ini akan aman. Ya karena tidak ada orang yang berani mencuri, tidak ada orang yang berani membunuh, tidak ada orang yang berani melakukan kekerasan, tidak ada orang yang melakukan penipuan dan fitnah. Katakanlah keteladanan ini menjadi hal yang paling penting.
            Paulus juga merasakan pentingnya nilai keteladanan itu,  khususnya terkait dengan keteladanan dalam kehidupan beriman. Karena itu dalam teks bacaan kita, Paulus ingin mengingatkan Timotius rekan sekerjanya yang telah dibimbing  dan diberikan penumpangan  tangan oleh Paulus, supaya ia tetap menampilkan jati dirinya sebagai teladan dalam kehidupan beriman, kendati untuk  iman itu sendiri ia harus diperhadapkan dengan banyak tantangan dan ancaman.
            Hal ini perlu dihadapkan kepada Timotius oleh karena, banyak teman-teman Paulus di daerah Asia Kecil yang bersama-sama denganya, malang melintang di dunia Pekabaran Injil telah meninggalkannya termasuk Figelus dan Hermogenes. Kenapa ? Karena tidak tahan menghadapi tantangan, penderitaan dan ancaman (bd. ayat 15). 
            Ketika Paulus dijebloskan ke dalam penjara, telah membuat mereka takut, dan karena itu mengambil langkah seribu meninggalkan Paulus. Sikap seperti ini bukanlah sikap keteladanan dalam kehidupan beriman. Sebaliknya, Ini adalah gambaran dari sikap iman yang dangkal, iman yang tidak tahan banting, iman seperti kerupuk yang sekali diremas hancur.
            Paulus membutuhkan orang-orang beriman yang berkualitas, yang bermutu, yang dapat menjadi teladan bagi orang lain, terutama lingkungan sekitarnya.
            Paulus membutuhkan orang-orang yang imannya tidak akan pernah luntur ketika diterpa pergantian musim (hujan, panas). Paulus membutuhkan orang-orang yang imannya tidak akan pudar ketika datang ancaman menghadang.

Hal menarik yang pertama-tama perlu kita perhatikan disini adalah ; bagi Paulus, Kualitas iman seseorang, sangat terkait dengan peranserta atau keterlibatan keluarga dalam menurunkan nilai-nilai keteladanan tentang kehidupan spiritual kepada generasi kemudian (anak-anak). Katakanlah bagaimana orang tua mengajarkan kehidupan iman kepada anak-anaknya, melalu  sikap dan perbuatannya.
Pada ayat 5 disebutkan bahwa :
“sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike, dan yang aku yakin juga hidup di dalam dirimu”. 
            Jadi bagi Paulus, iman yang bertumbuh dalam diri  Timotius bukan saja berasal dari segala ajaran, nasehat dan bimbingan yang diterima Timotius dari dirinya.            Tetapi juga sebagai akibat dari proses pendidikan dan pembinaan yang dilakukan oleh ibunya dan neneknya (keluarganya).  Dengan kata lain Paulus hendak menjelaskan bahwa, lingkungan keluarga, rumah tangga menjadi pusat (sentral) pembinaan spiritual anak-anak.
           
Belajar dari bagian ini maka dengan jujur kita harus mengatakan bahwa dalam proses pertumbuhan iman setiap warga gereja, ada dua pihak yang sangat berperan aktif  yaitu Pertama; Pihak Pelayan Khusus (Pendeta, Penatua dan Diaken) bersama-sama dengan perangkat pelayanannya (Pengurus  sektor, Koodinator Unit dan pengurus wadah-wadah organisasi gerejawi).  Kedua  adalah lingkungan keluarga (kakek/nenek dan papa/mama).
            Bahwa kedua pihak ini saling terkait satu dengan yang lainnya, saling tergantung satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu mau tidak mau suka atau tidak suka mereka (aparatur penyelenggara gereja dan keluarga) harus menampilkan dirinya sebagai teladan dalam hal menurunkan ajaran-ajaran iman yang  sehat bagi umat.         
Ajaran-ajaran sehat yang dimaksudkan disini adalah ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Alkitab, bukan cerita dongeng yang disampaikan seorang nenek mengantar sang cucu keperaduannya.
            Kemudian pihak orang tua, pihak keluarga bertanggung jawab untuk meneruskan ajaran yang diterimanya dalam kehidupan setiap hari.
            Alkitab menjelaskan bahwa proses pembinaan itu dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan, baik secara lisan maupun tulisan. (ajaran itu disampaikan ketika kamu duduk, makan, tidur, berjalan, bekerja dll).
            Pertanyaan bagi kita sebagai aparatur penyelenggara gereja adalah apakah kita telah menjadi teladan yang baik untuk menurunkan ajaran-ajaran yang sehat  bagi warga jemaat kita, warga sector kita dan warga unit kita ?   Apakah kita juga  telah menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kita, suami kita dan istri kita ?   Silahkan masing-masing orang dapat menjawabnya.
Tetapi memperhatikan realitas kehidupan beriman kita, mesti  kita jujur berkata bahwa ;
-          Banyaknya warga jemaat yang berpindah ke gereja denominasi lain salah satu penyebabnya, adalah karena banyak pelayan yang belum menampilkan nilai-nilai keteladan, ajaran-ajaran yang sehat, nilai-nilai iman yang berkualitas  yang dapat dijadikan anutan bagi mereka.
-          Banyak anak-anak kita yang terjebak untuk melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermoral, juga karena orang tua dan lingkungan keluarga tidak menjadi teladan yang baik  dalam menurunkan ajaran-ajaran yang sehat bagi mereka.
Bisakah kita melarang anak untuk tidak minum minuman keras, sementara orang tua mabuk di depan anak??.
Bisakah kita melarang warga jemaat untuk tidak minum, sementara Pengurus sector atau Koordinator unit jual miras.
Bisakah kita menyuruh anak untuk menghadiri setiap ibadah sementara kita sendiri (papa dan mama) sibuk dengan kesenangan kita sendiri, “cari kutu”,  “main king” atau ” Yoker”.
            Hari ini kita sebagai Majelis Jemaat dan orang tua akan bangga karena dalam jemaat kita terdapat 297 anak  (termasuk 64 anak di Gereja Lahay Roy), yang mengalami akta sidi gereja. Luar biasa suatu jumlah yang sangat fantastic, fenomenal
            Dari sisi kuantitas (jumlah) terdapat  297 warga gereja dewasa dalam jemaat  ini yang akan bersama-sama dengan warga jemaat lainnya menopang pelayanan di jemaat ini. 
            Pertanyaan saya adalah Apakah ini tidak salah ??? Sudah pantaskah anak-anak ini mengalami akta sidi gereja ?? Ataukah ini dilakukan karena Majelis Jemaat diancam orang tua, kalau anaknya tidak sidi mereka akan ke luar dari GPM.
            Pada hal memang anak-anak itu belum pantas untuk sidi kalau kita menggunakan parameter kurikulum katekisasi GPM, untuk mengukurnya. Bayangkan saja katekisasi yang hanya satu tahun, ada katekisan yang mengikutinya tidak sampai enam bulan.
            Apakah kita akan jamin sesudah sidi ini kualitas iman anak-anak kita akan semakin baik. Saya takut bukan semakin baik tetapi semakin terpuruk. Kita semua bertanggung jawab untuk hal ini.
            Karena itu firman Tuhan mengajak kita bahwa, ketika beramai-ramai kita mengantar anak-anak kita untuk menerima akta sidi gereja, kita juga dituntut untuk membangun komitmen dihadapan Tuhan bahwa kita sebagai orang tua bertanggung jawab untuk terus membina, mengarahkan dan menumbuhkan kualitas iman anak-anak kita.
            Sebagaimana Lois dan Eunike melakukannya untuk Timotius kita semua punya tanggung jawab untuk melakukannya bagi anak-anak kita.
Hal kedua yang mau disampaikan Paulus dalam teks kita adalah bicara tentang nilai-nilai iman, maka satu hal yang ditekankan Paulus dalam teks kita adalah Keberanian untuk menyaksikan Injil Kerajaan Allah.
Dalam ayat 8 dikatakan :
”Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikut menderita bagi Injil, oleh Kekuatan Allah”.
             Saya ingin menggaris bawahi dua kata kunci yang terdapat dalam ayat ini yaitu ; Jangan malu  bersaksi dan ikut menderita.
            Bahwa melalui pernyataan ini Paulus mau menegaskan bahwa kualitas iman kita mesti berwujud melalui sikap dan perbuatan kita yang tidak malu untuk bersaksi tentang Injil Kerajaan Allah. Apakah itu Injil ?.
            Alkitab menjelaskan bahwa Injil (euanggelion)  adalah kabar baik. Kabar tentang tindakan Allah yang membuat ;
-          orang lumpuh berjalan, orang buta melihat, orang mati dibangkitkan.
-          Kabar tentang tindakan Allah yang menuntun orang pada kebenaran, yang mengantar orang dari kegelapan kepada terang, yang mendatangkan sukacita dan damai sejahtera, yang mendatangkan syaloom bagi manusia dan dunia. Itulah Injil yang harus diberitakan.
Namun sayang, realitas kehidupan iman kita berbicara lain. Banyak orang yang malu untuk bersaksi tentang Injil Kerajaan Allah itu. Coba anda bayangkan  disekitar kita ada begitu banyak orang  yang melakukan penipuan, tetapi kita malu untuk menegur dia. Kita tidak berani mengatakan bahwa si A kamu telah melakukan tindakan pemerasan, karena si A itu adalah atasan saya, malu hati.  Kadang kita malu menegur anak-anak kita  yang melakukan berbagai tindakan kejahatan, Kenapa ? karena kita sendiri juga melakukannya.
            Disini aspek kesaksian kita menjadi mandul alias tidak berfungsi. Pada hal kita di panggil Tuhan bukan sekedar untuk menjadi Kristen. Tidak sekedar dalam akta sidi gereja ini kita mengaku dengan lantang  “ya, saya mengaku bersedia dengan segenap hati”. Tetapi untuk bersaksi tentang Dia. Menyatakan kebenaran, keadilan, mengalahkan kebodohan dan keterbelakangan, menghancurkan berbagai diskriminasi ras, suku, agama.             Namun ingat, semuanya mesti dilakukan dengan santun, sesuai prosedur, jangan seperti yang terjadi dengan wakil-wakil rakyat kita yang main otot dan bukan main otak dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Ini bukan kesaksian yang baik.
            Menjadi saksi bukan berarti semua yang anggota sidi gereja  harus jadi Pendeta, penatua atau diaken. Tetapi ketika anda menjadi kepala rumah tangga yang mengasihi istri dan anak-anakmu itulah kesaksianmu.             Ketika anda menjadi kepala kantor yang perduli kepada bawahanmu, itulah kesaksianmu. Ketika anda menjadi majikan yang  membayar gaji karyawanmu dengan benar itulah kesaksianmu.
Kata kunci yang kedua adalah ikut menderita.  Bahwa selain tidak malu untuk menjadi saksi, ia juga harus ikut menderita. Bukan ikut-ikutan tapi ikut menderita (butuh sebuah keputusan).
            Pernyataan ikut menderita ini, tentunya membuat  banyak orang tidak senang.  Bayangkan  saja dipanggil untuk ikut menderita siapa yang mau ???  Kalau dipanggil  untuk ke pesta  dimana di sana ada banyak makanan dan minuman, disana ada joget dan poco-poco pasti banyak yang mau. Kalau dipanggil untuk mendapatkan hadiah siapa yang tidak mau ??? Kalau di panggil untuk menduduki suatu jabatan penting yang menjanjikan, pasti tidak ada yang  tolak. Karena itu  sekarang  ini begitu banyak orang yang berebutan untuk mencari jabatan dan kedudukan.
            Kita patut bertanya, apakah  pernyataan ikut menderita ini, tidak salah ??? Jawabnya. Tidak salah!!!! bahkan sangat jelas panggilan itu, “ikut menderita”  Inilah resiko dari keputusan untuk mengikut Yesus, yaitu siap menderita.
            Suatu saat terjadi percakapan antara Saban Sirait (Anggota DPR RI) dengan seorang rekannya yang menganut paham komunis.  Ketika mereka berjumpa dalam sebuah seminar setelah berpisah dalam waktu yang cukup lama temannya berkata kepada  Saban Sirait. Katanya ; Bam! Aku sekarang sudah menjadi Kristen. (dia berpikir Sabam Sirait akan menyambutnya dengan sukacita). Tapi apa yang terjadi…., dengan tenang Sabam berkata : “lu pikir enak jadi orang Kristen?”  Saudara, terlepas dari apa jawaban Sabam itu bijaksana atau tidak, tapi satu kebenaran telah disampaikan Sabam kepada kita semua bahwa menjadi orang Kristen itu tidak selalu enak. Kenapa ??  Ya  karena yang tadi….., dipanggil untuk ikut menderita.
            Pertanyaan kita selanjutnya adalah Penderitaan seperti apa ???  Apakah orang yang main judi kemudian kalah dan jatuh miskin, itu yang dimaksud dengan penderitaan ??? Atau seorang yang mabuk tiap hari, dan akhirnya mengalami stroke, itu yang dimaksud dengan penderitaan ??? Bukan,…. Tetapi yang dimaksudkan dengan penderitaan adalah menderita karena melakukan kebenaran, menderita karena kita berbuat baik, menderita karena kita beriman kepada Kristus (bd. I. Petrus 2 : 20).
Tegasnya bukan menderita karena berbuat dosa, tetapi menderita karena pemberitaan tentang Kristus. 
            Pertanyaan bagi kita selanjutnya adalah apa yang menjadi dasar penderitaan itu ???  Saya percaya semua kita mengetahuinya yaitu, Penderitaan Kristus Yesus.  
Rasul Petrus dengan tegas berkata : “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya. (I Petrus 2 :21).
            Apakah kita semua mau mengikuti jejakNya ??? Biarlah masing-masing orang merenungkannya dan persiapkanlah dirimu untuk mengikuti Perjamuan Kudus di hari Jumat Agung mendatang. Amin.

Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th. (Sekretaris Klasis GPM P.P.Aru)
(Disampaikan dalam kebaktian Peneguhan Sidi Baru di Gedung Gereja Lahay Roy – 
Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru. Tanggal 20 Maret 2005.)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar