TEKS : 2 Timotius 1 ; 3 – 18.
Syaloom
!!
Banyak
orang bicara tentang keteladanan, tetapi tidak banyak orang yang dapat menjadi
teladan. Saya membayangkan kalau orang-orang beriman yang hidup dijagat ini,
menampilkan nilai-nilai keteladanan dalam ucapan dan perbuatannya seperti;
kejujuran, keadilan, cinta kasih, iman dll, maka pasti dunia ini akan aman. Ya
karena tidak ada orang yang berani mencuri, tidak ada orang yang berani
membunuh, tidak ada orang yang berani melakukan kekerasan, tidak ada orang yang
melakukan penipuan dan fitnah. Katakanlah keteladanan ini menjadi hal yang paling
penting.
Paulus juga merasakan pentingnya
nilai keteladanan itu, khususnya terkait
dengan keteladanan dalam kehidupan beriman. Karena itu dalam teks bacaan
kita, Paulus ingin mengingatkan Timotius rekan sekerjanya yang telah dibimbing dan diberikan penumpangan tangan oleh Paulus, supaya ia tetap
menampilkan jati dirinya sebagai teladan dalam kehidupan beriman, kendati untuk
iman itu sendiri ia harus diperhadapkan
dengan banyak tantangan dan ancaman.
Hal ini perlu dihadapkan kepada
Timotius oleh karena, banyak teman-teman Paulus di daerah Asia Kecil yang
bersama-sama denganya, malang melintang di dunia Pekabaran Injil telah
meninggalkannya termasuk Figelus dan Hermogenes. Kenapa ? Karena tidak tahan
menghadapi tantangan, penderitaan dan ancaman (bd. ayat 15).
Ketika Paulus dijebloskan ke dalam penjara,
telah membuat mereka takut, dan karena itu mengambil langkah seribu
meninggalkan Paulus. Sikap seperti ini bukanlah sikap keteladanan dalam
kehidupan beriman. Sebaliknya, Ini
adalah gambaran dari sikap iman yang dangkal, iman yang tidak tahan banting,
iman seperti kerupuk yang sekali diremas hancur.
Paulus membutuhkan orang-orang beriman yang berkualitas, yang bermutu, yang dapat menjadi teladan
bagi orang lain, terutama lingkungan sekitarnya.
Paulus membutuhkan orang-orang yang
imannya tidak akan pernah luntur ketika diterpa pergantian musim (hujan, panas).
Paulus membutuhkan orang-orang yang imannya tidak akan pudar ketika datang
ancaman menghadang.
Hal
menarik yang pertama-tama perlu kita perhatikan disini adalah ; bagi Paulus, Kualitas iman seseorang, sangat terkait
dengan peranserta atau keterlibatan keluarga dalam menurunkan nilai-nilai
keteladanan tentang kehidupan spiritual kepada generasi kemudian (anak-anak).
Katakanlah bagaimana orang tua mengajarkan kehidupan iman kepada anak-anaknya,
melalu sikap dan perbuatannya.
Pada
ayat 5 disebutkan bahwa :
“sebab aku
teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di
dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike, dan yang aku yakin juga hidup di
dalam dirimu”.
Jadi bagi Paulus, iman yang
bertumbuh dalam diri Timotius bukan saja
berasal dari segala ajaran, nasehat dan bimbingan yang diterima Timotius dari
dirinya. Tetapi juga sebagai
akibat dari proses pendidikan dan pembinaan yang dilakukan oleh ibunya dan
neneknya (keluarganya). Dengan kata
lain Paulus hendak menjelaskan bahwa, lingkungan keluarga, rumah tangga menjadi
pusat (sentral) pembinaan spiritual anak-anak.
Belajar
dari bagian ini maka dengan jujur kita harus mengatakan bahwa dalam
proses pertumbuhan iman setiap warga gereja, ada dua pihak yang sangat berperan
aktif yaitu Pertama; Pihak Pelayan Khusus (Pendeta, Penatua dan Diaken)
bersama-sama dengan perangkat pelayanannya (Pengurus sektor, Koodinator Unit dan pengurus
wadah-wadah organisasi gerejawi). Kedua adalah lingkungan keluarga (kakek/nenek
dan papa/mama).
Bahwa kedua pihak ini saling terkait
satu dengan yang lainnya, saling tergantung satu dengan yang lainnya. Oleh
karena itu mau tidak mau suka atau tidak suka mereka (aparatur penyelenggara
gereja dan keluarga) harus menampilkan dirinya sebagai teladan dalam hal menurunkan
ajaran-ajaran iman yang sehat bagi umat.
Ajaran-ajaran
sehat yang dimaksudkan disini adalah ajaran-ajaran yang terdapat di dalam
Alkitab, bukan cerita dongeng yang disampaikan seorang nenek mengantar sang cucu
keperaduannya.
Kemudian pihak orang tua, pihak
keluarga bertanggung jawab untuk meneruskan ajaran yang diterimanya dalam
kehidupan setiap hari.
Alkitab menjelaskan bahwa proses
pembinaan itu dilakukan secara kontinu dan berkesinambungan, baik secara lisan
maupun tulisan. (ajaran itu disampaikan ketika kamu duduk, makan, tidur,
berjalan, bekerja dll).
Pertanyaan bagi kita sebagai
aparatur penyelenggara gereja adalah apakah kita telah menjadi teladan yang
baik untuk menurunkan ajaran-ajaran yang sehat bagi warga jemaat kita, warga sector kita dan
warga unit kita ? Apakah kita juga telah menjadi teladan yang baik bagi anak-anak
kita, suami kita dan istri kita ? Silahkan masing-masing orang dapat
menjawabnya.
Tetapi
memperhatikan realitas kehidupan beriman kita, mesti kita jujur berkata bahwa ;
-
Banyaknya warga jemaat yang berpindah ke
gereja denominasi lain salah satu penyebabnya, adalah karena banyak pelayan
yang belum menampilkan nilai-nilai keteladan, ajaran-ajaran yang sehat,
nilai-nilai iman yang berkualitas yang
dapat dijadikan anutan bagi mereka.
-
Banyak anak-anak kita yang terjebak
untuk melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermoral, juga karena orang tua dan
lingkungan keluarga tidak menjadi teladan yang baik dalam menurunkan ajaran-ajaran yang sehat bagi
mereka.
Bisakah
kita melarang anak untuk tidak minum minuman keras, sementara orang tua mabuk
di depan anak??.
Bisakah
kita melarang warga jemaat untuk tidak minum, sementara Pengurus sector atau
Koordinator unit jual miras.
Bisakah
kita menyuruh anak untuk menghadiri setiap ibadah sementara kita sendiri (papa
dan mama) sibuk dengan kesenangan kita sendiri, “cari kutu”, “main king” atau ” Yoker”.
Hari ini kita sebagai Majelis Jemaat
dan orang tua akan bangga karena dalam jemaat kita terdapat 297 anak (termasuk 64 anak di Gereja Lahay Roy), yang
mengalami akta sidi gereja. Luar biasa suatu jumlah yang sangat fantastic,
fenomenal
Dari sisi kuantitas (jumlah)
terdapat 297 warga gereja dewasa dalam
jemaat ini yang akan bersama-sama dengan
warga jemaat lainnya menopang pelayanan di jemaat ini.
Pertanyaan saya adalah Apakah ini
tidak salah ??? Sudah pantaskah anak-anak ini mengalami akta sidi gereja ?? Ataukah
ini dilakukan karena Majelis Jemaat diancam orang tua, kalau anaknya tidak sidi
mereka akan ke luar dari GPM.
Pada hal memang anak-anak itu belum
pantas untuk sidi kalau kita menggunakan parameter kurikulum katekisasi GPM, untuk
mengukurnya. Bayangkan saja katekisasi yang hanya satu tahun, ada katekisan
yang mengikutinya tidak sampai enam bulan.
Apakah kita akan jamin sesudah sidi
ini kualitas iman anak-anak kita akan semakin baik. Saya takut bukan semakin
baik tetapi semakin terpuruk. Kita semua bertanggung jawab untuk hal ini.
Karena itu firman Tuhan mengajak
kita bahwa, ketika beramai-ramai kita
mengantar anak-anak kita untuk menerima akta sidi gereja, kita juga dituntut
untuk membangun komitmen dihadapan Tuhan bahwa kita sebagai orang tua bertanggung
jawab untuk terus membina, mengarahkan dan menumbuhkan kualitas iman anak-anak kita.
Sebagaimana Lois dan Eunike melakukannya
untuk Timotius kita semua punya tanggung jawab untuk melakukannya bagi
anak-anak kita.
Hal kedua yang
mau disampaikan Paulus dalam teks kita adalah bicara tentang nilai-nilai iman,
maka satu hal yang ditekankan Paulus dalam teks kita adalah Keberanian
untuk menyaksikan Injil Kerajaan Allah.
Dalam
ayat 8 dikatakan :
”Jadi janganlah
malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman
karena Dia, melainkan ikut menderita bagi Injil, oleh Kekuatan Allah”.
Saya ingin menggaris bawahi dua kata kunci
yang terdapat dalam ayat ini yaitu ; Jangan
malu bersaksi dan ikut menderita.
Bahwa melalui pernyataan ini Paulus
mau menegaskan bahwa kualitas iman kita
mesti berwujud melalui sikap dan perbuatan kita yang tidak malu untuk bersaksi
tentang Injil Kerajaan Allah. Apakah itu Injil ?.
Alkitab menjelaskan bahwa Injil
(euanggelion) adalah kabar baik. Kabar tentang tindakan Allah yang membuat ;
-
orang lumpuh berjalan, orang buta
melihat, orang mati dibangkitkan.
-
Kabar tentang tindakan Allah yang
menuntun orang pada kebenaran, yang mengantar orang dari kegelapan kepada
terang, yang mendatangkan sukacita dan damai sejahtera, yang mendatangkan
syaloom bagi manusia dan dunia. Itulah Injil yang harus diberitakan.
Namun
sayang, realitas kehidupan iman kita berbicara lain. Banyak orang yang malu
untuk bersaksi tentang Injil Kerajaan Allah itu. Coba anda bayangkan disekitar kita ada begitu banyak orang yang melakukan penipuan, tetapi kita malu
untuk menegur dia. Kita tidak berani mengatakan bahwa si A kamu telah melakukan
tindakan pemerasan, karena si A itu adalah atasan saya, malu hati. Kadang kita malu menegur anak-anak kita yang melakukan berbagai tindakan kejahatan, Kenapa
? karena kita sendiri juga melakukannya.
Disini aspek kesaksian kita menjadi mandul
alias tidak berfungsi. Pada hal kita di panggil Tuhan bukan sekedar untuk
menjadi Kristen. Tidak sekedar dalam akta sidi gereja ini kita mengaku dengan
lantang “ya, saya mengaku bersedia
dengan segenap hati”. Tetapi untuk bersaksi tentang Dia. Menyatakan kebenaran,
keadilan, mengalahkan kebodohan dan keterbelakangan, menghancurkan berbagai
diskriminasi ras, suku, agama. Namun
ingat, semuanya mesti dilakukan dengan santun, sesuai prosedur, jangan seperti
yang terjadi dengan wakil-wakil rakyat kita yang main otot dan bukan main otak
dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Ini bukan kesaksian yang baik.
Menjadi saksi bukan berarti semua
yang anggota sidi gereja harus jadi
Pendeta, penatua atau diaken. Tetapi ketika anda menjadi kepala rumah tangga
yang mengasihi istri dan anak-anakmu itulah kesaksianmu. Ketika anda menjadi kepala kantor
yang perduli kepada bawahanmu, itulah kesaksianmu. Ketika anda menjadi majikan
yang membayar gaji karyawanmu dengan
benar itulah kesaksianmu.
Kata
kunci yang kedua adalah ikut
menderita. Bahwa selain tidak
malu untuk menjadi saksi, ia juga harus ikut menderita. Bukan ikut-ikutan tapi
ikut menderita (butuh sebuah keputusan).
Pernyataan ikut menderita ini, tentunya
membuat banyak orang tidak senang. Bayangkan saja dipanggil untuk ikut menderita siapa yang
mau ??? Kalau dipanggil untuk ke pesta dimana di sana ada banyak makanan dan minuman,
disana ada joget dan poco-poco pasti banyak yang mau. Kalau dipanggil untuk
mendapatkan hadiah siapa yang tidak mau ??? Kalau di panggil untuk menduduki
suatu jabatan penting yang menjanjikan, pasti tidak ada yang tolak. Karena itu sekarang ini begitu banyak orang yang berebutan untuk
mencari jabatan dan kedudukan.
Kita patut bertanya, apakah pernyataan ikut menderita ini, tidak salah ???
Jawabnya. Tidak salah!!!! bahkan sangat jelas panggilan itu, “ikut menderita” Inilah resiko dari keputusan untuk mengikut
Yesus, yaitu siap menderita.
Suatu saat terjadi percakapan antara
Saban Sirait (Anggota DPR RI) dengan seorang rekannya yang menganut paham
komunis. Ketika mereka berjumpa dalam
sebuah seminar setelah berpisah dalam waktu yang cukup lama temannya berkata
kepada Saban Sirait. Katanya ; Bam! Aku
sekarang sudah menjadi Kristen. (dia berpikir Sabam Sirait akan menyambutnya
dengan sukacita). Tapi apa yang terjadi…., dengan tenang Sabam berkata : “lu
pikir enak jadi orang Kristen?” Saudara,
terlepas dari apa jawaban Sabam itu bijaksana atau tidak, tapi satu kebenaran
telah disampaikan Sabam kepada kita semua bahwa menjadi orang Kristen itu
tidak selalu enak. Kenapa ??
Ya karena yang tadi….., dipanggil
untuk ikut menderita.
Pertanyaan kita selanjutnya adalah
Penderitaan seperti apa ??? Apakah orang
yang main judi kemudian kalah dan jatuh miskin, itu yang dimaksud dengan
penderitaan ??? Atau seorang yang mabuk tiap hari, dan akhirnya mengalami
stroke, itu yang dimaksud dengan penderitaan ??? Bukan,…. Tetapi yang dimaksudkan dengan
penderitaan adalah menderita karena melakukan kebenaran, menderita karena kita
berbuat baik, menderita karena kita beriman kepada Kristus (bd. I. Petrus 2 :
20).
Tegasnya
bukan menderita karena berbuat dosa, tetapi menderita karena pemberitaan
tentang Kristus.
Pertanyaan bagi kita selanjutnya
adalah apa yang menjadi dasar penderitaan itu ??? Saya percaya semua kita mengetahuinya yaitu, Penderitaan
Kristus Yesus.
Rasul
Petrus dengan tegas berkata : “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena
Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu,
supaya kamu mengikuti jejakNya. (I Petrus 2 :21).
Apakah kita semua mau mengikuti
jejakNya ??? Biarlah masing-masing orang merenungkannya dan persiapkanlah
dirimu untuk mengikuti Perjamuan Kudus di hari Jumat Agung mendatang. Amin.
Oleh
:
Pdt.
Jan. Z. Matatula, S.Th. (Sekretaris Klasis GPM P.P.Aru)
(Disampaikan dalam kebaktian Peneguhan Sidi Baru di
Gedung Gereja Lahay Roy –
Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru. Tanggal 20 Maret
2005.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar