HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Jumat, 11 Oktober 2013

JADILAH TELADAN BAGI ORANG LAIN

TEKS   : Matius 23 ;1-12.


                                                                                           Syaloom !!!
Seminggu terakhir ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan peristiwa penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Aqib Moktar, berkenaan dengan dugaan kasus suap uang miliaran rupiah dalam sengketa pemilihan kepala daerah Lebak Banten. Terlepas dari apakah dia bersalah atau tidak, tetapi masyarakat Indonesia terlanjur dikecewakan melalui peristiwa ini.
Oleh karena MK Sebagai Lembaga Negara yang diharapkan dapat menghadirkan keadilan dan kepastian hukum  justru pemimpinnya melakukan tindakan ketidakadilan. Ini salah satu dari perlakukan para pemimpin bangsa yang korup.
Dan tentunya ada begitu banyak lagi para pemimpin bangsa yang terlibat dalam perlakukan-perlakukan yang tidak adil. Mulai dari Mentri, Bupati, Wakil Bupati, Gubernur, Wakil Gubernur, Pejabat  Pemerintah lainnya dipusat sampai di desa-desa terlibat dalam perlakukan yang tidak adil. 
Tentunya  didalam kebaktian  ini, saya tidak bermaksud menghadapkan tentang perilaku ketidakadilan, perilaku korupsi, perilaku manipulasi,  perilaku nepotisme  yang dipertontonkan para pemimpin bangsa dan masyarakat sampai saat ini.
Tetapi yang saya ingin hadapkan adalah bagaimana profil seorang pemimpin sebagai teladan.  Bagaimana seorang Kristen mampu menghadirkan dirinya sebagai teladan kebaikan bagi masyarakat yang dipimpinnnya.
Hal ini penting dihadapkan, oleh karena akhir-akhir ini terjadi krisis keteladan dikalangan para pemimpin, dimana sulit sekali  kita menemukan seorang pemimpin yang dapat dijadikan teladan atau panutan. (Teladan artinya sesuatu yang patut ditiru atau dicontohi apakah perbuatannya, kelakukannya, sifatnya dll ).
Nah,….. di tengah krisis keteladanan para pemimpin mari kita belajar bagaimana menjadi pemimpin yang menghadirkan nilai-nilai keteladanan, melalui  teks bacaan kita tadi ; Matius 23 ; 1-12 dalam sorotan Tema Mingguan yang ditetapkan Lembaga Pembinaan Jemaat GPM yakni “KETELADANAN”.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Kalau  kita membaca teks Matius 23 ; 1-12 dengan baik, maka paling kurang ada 3 Nilai  yang terkait dengan keteladanan yang patut kita renungkan sebagai para pemimpin (masyarakat, gereja, dan keluarga).
Pertama ; Pemimpin yang diteladani adalah pemimpin yang mampu menyelaraskan tentang apa yang dibicarakan dengan apa yang dilakukannya.
Dengan kata lain, apa yang dibicarakan mesti sama dengan apa yang dilakukannya.
Dalam teks kita, Yesus mengecam orang-orang Farisi dan Ahli-Ahli Taurat, yang pada masa itu dianggap sebagai pemimpin agama dan masyarakat Yahudi. 
Orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat ini adalah orang-orang yang mendapat legitimasi atau diberi kuasa untuk menafsirkan dan mengajarkan hukum-hukum Musa. Ungkapan yang digunakan untuk menjelaskan bahwa mereka mendapat legitimasi menafsirkan dan mengajarkan Hukum-hukum Musa dalam teks kita adalah ; “menduduki kursi Musa” (bd.ayat 2).
Tentunya apa yang diajarkan mereka adalah sesuatu yang benar dan patut didengarkan dan dilaksanakan.  Karena itu dengan tegas Yesus katakan;  “lakukan segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu” ( bd.ayat 3a).
Pada sisi yang lain, Yesus menyebutkan tentang “orang banyak”,…. dalam hal ini  menunjuk  kepada masyarakat biasa, rakyat jelata, orang-orang yang hina dan miskin yang ada disekitar mereka (Ahli Taurat dan orang Farisi) yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang minim  tentang ajaran-ajaran atau hukum Musa. (bd. Ayat 1).
Jadi disatu pihak ada para pemimpin agama yang memiliki legitimasi mengajarkan Hukum-Hukum Musa dan karena  itu patut diteladani,  dan pada pihak  lain, ada orang-orang sederhana dan miskin yang harus meneladani  apa yang diajarkan dan dilakonkan oleh para pemimpin mereka.
Yang menarik adalah dalam posisi atau kedudukan mereka sebagai orang yang mengajarkan ajaran Musa, dan yang harus diteladani oleh orang banyak itu, justru dikecam oleh Yesus.
Yesus tidak mengecam orang banyak yang tidak memiliki pengetahuan tentang hukum-hukum Musa, malah Yesus mengajak dan mendorong mereka untuk melakukan apa yang diajarkan oleh pemimpin-pemimpin agama itu.
 Mengapa ??? 
Karena bagi Yesus yang penting bukan soal memahami hukum-hukum Musa, tetapi bagaimana melakukan hukum-hukum Musa dengan konsisten dalam hidup mereka,  itu jauh lebih penting.  Ini yang tidak dipertontonkan oleh Ahli Taurat dan Orang Farisi.
Mereka mengajarkan tetapi tidak melakukannya.  Hal itu dipertegas oleh Yesus dalam ayat 3b ; “karena mereka mengajarkan tetapi tidak melakukan”.
Jadi……., Kecaman Yesus itu, bukan karena ajaran yang disampaikan orang-orang Farisi dan Ahli-Ahli Taurat itu salah.
Kecaman Yesus itu bukan karena Ahli-Ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu malas-malas dalam menyampaikan ajaran atau Hukum Musa. 
Kecaman Yesus itu bukan karena orang-orang Farisi dan Ahli Taurat itu takut menyampaikan kebenaran Ajaran dan Hukum Musa. Tidak !!!!
Tetapi kecaman Yesus itu justru karena orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu tidak konsisten melakukan apa yang diajarkan.
Mereka dengan keras memaksa orang melakukan hukum-hukum Musa, sementara mereka sendiri tidak melakukannya, bahkan terkesan menghindar. Lucu,….!!! Disini mereka menampilkan diri sebagai para pemimpin yang munafik. Disini mereka menampilkan diri sebagai orang-orang yang munafik (Hipokrits). Menyedihkan…………….!!!!

Saudara-saudari,…apa yang kita pelajari dari bagian ini.
Pertama ; Bahwa sama seperti Ahli-Ahli Taurat dan Orang-Orang Farisi yang mendapat Legitimasi untuk mengajarkan hukum Musa, maka setiap orang Kristen yang sudah diselamatkan oleh Allah juga mendapat Legitimasi untuk menyampaikan ajaran Yesus (Injil) bagi orang banyak. Tugas memberitakan Injil itu, terutama diberikan kepada para Pelayan Khusus, (Pendeta, Penginjil, Penatua, Diaken). Kemudian Pengurus Sektor, Koordinator Unit, Pengurus wadah-wadah Organisasi Gerejawi. Semuanya bertanggung jawab untuk secara konsisten dan konsekwen melakukan tugas Pemberitaan Injil dengan baik. 
Disini,… setiap orang dituntut untuk Tidak malas. (karena ada banyak perangkat pelayan yang malas). Setiap orang dituntut untuk tidak takut dalam mengajarkan ajaran Yesus. (Para pelayan juga penakut bila diperhadapkan dengan banyak persoalan yang mengancam eksitensi dirinya).
Disamping itu, mereka dituntut untuk mengajarkan ajaran yang benar. (Banyak pelayan juga yang terkontaminasi dengan ajaran-ajaran yang tidak sehat, baptis ulang misalnya dll).

Kedua ; Bahwa orang tidak berhenti pada fase/tahap mengajarkan atau memberitakan Injil  saja,…. Selesai !!!!.
Tetapi setiap orang dituntut untuk melakukan atau melaksanakan ajaran Yesus yang diajarkan kepada orang banyak dalam kehidupanya secara konsisten.
Jadi, ketika seorang pemimpin Kristen berbicara tentang cinta kasih, maka ia harus mewujudnyatakan cinta kasih itu dalam hidupnya setiap hari kepada orang lain. Kalau tidak maka ia tak bisa menjadi teladan.
Bagaimana seorang pelayan yang berbicara tentang perdamaian mempertontonkan hidup yang berdamai dengan orang lain. Kalau tidak ia tidak bisa disebut sebagai pelayan yang patut diteladani.
Bagaimana seorang pemimpin keluarga berbicara tentang  keadilan, dan itu diwujudkan dengan memberi perhatian yang adil kepada anak-anak. Kalau tidak dia tidak bisa disebut sebagai pemimpin keluarga yang bisa diteladani. Dan seterusnya.
Jadi kualitas keteladan dari seorang pemimpin justru diukur dari konsistensinya dalam melakukan apa yang diajarkannya atau diberitakannya.
Ini tentu menjadi tantangan yang tidak mudah bagi setiap orang yang dipanggil Tuhan untuk menyaksikan tentang kebenaran InjilNya.

Pertanyaannya adalah bagaimana  dengan kita, apakah kita juga kedapatan sebagai orang-orang yang taat melakukan apa yang diajarkan Yesus, sebagaimana yang kita ajarkan ???  Jawab sendiri !!

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Hal Kedua ; Pemimpin yang diteladani adalah pemimpin yang tidak mencari kehormatan diri, tetapi yang membangun persaudaraan setara.
Dalam teks kita (ayat 5 – 10), kita menemukan gambaran bahwa  Ahli-Ahli Taurat dan Orang-Orang Farisi itu  suka sekali mencari kehormatan diri, Mencari pujian bagi diri, melalui berbagai simbol-simbol keagamaan yang menunjuk pada  kesalehan hidup mereka.    
Jadi simbol-simbol keagamaan yang mereka pertontonkan tidak dengan motivasi  supaya orang-orang yang  diajarkan, terdorong  menjadi percaya kepada Allah dan menampilkan  sikap hidup yang saleh serta memuliakan Allah. 
Tetapi motivasi perbuatan keagamaan atau kesalehan mereka adalah  supaya mereka dihormati, dan dipuji orang banyak.  Karena itu dengan tegasnya Yesus katakan ; semua pekerjaan yang mereka lakukan supaya dilihat orang ( bd. ayat 5).
Hal itu dapat kita lihat dari beberapa pernyataan Yesus berikut  ;
-       Mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang.
-       Mereka suka duduk di tempat terhormat dalam Ibadah Perjamuan. (Tempat terhormat pada perjamuan adalah tempat duduk sebelah kanan tuan rumah. Tempat ini tidak saja menunjukan pada keistimewaan mereka, tetapi juga agar mereka mendapat pelayanan istimewa. Kalau di rumah Ibadah,  tempat terhormat itu berada disekitar mimbar,…sementara jemaat biasa duduk dilantai).
-       Mereka  suka menerima penghormatan di pasar-pasar atau tempat keramaian.
-       Mereka suka dipanggil Rabi, guru atau pemimpin.
Dari gambaran ini, maka sebetulnya yang dikejar  oleh Alih Taurat dan Orang Farisi dari perilaku kesalehan mereka adalah agar eksistensi atau keberadaan mereka sebagai pemimpin-pemimpin agama perlu dihormati dan dihargai.
Mereka tidak mempersoalkan apakah kehadiran mereka dapat menolong orang lain supaya dapat membangun kehidupan imannya dengan baik atau tidak,…itu tidak penting.
Jadi  yang penting adalah hidup mereka dan bukan orang banyak. Yang penting eksistensi sebagai Rabi tetap terjaga.
Yang penting eksistensi sebagai pemimpin tetap terjaga. Mereka mengabaikan tanggung jawab untuk menyelamatkan orang lain.

Saudara-saudara !!!
Terhadap situasi ini, maka Yesus mengecam mereka dengan menegaskan bahwa yang patut dihormati dan layak disembah adalah Allah, bukan manusia.  Bahkan Yesus menambahkan bahwa kamu semua adalah saudara, tidak pantas untuk mencari kehormatan diantara sesama saudara. (bd. ayat 8)
Karena itu, kalau ada yang patut dihormati dan disembah, itu adalah Mesias bukan mereka yang menyebut dirinya  guru dan pemimpin.
Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ;
-    Jangan kamu disebut Rabi, karena hanya satu Rabimu.
-    Jangan kamu menyebut siapapun bapa di bumi, karena hanya satu Bapamu yang disorga.
-    Janganlah kamu disebut pemimpin, karena hanya satu pemimpinmu yaitu Mesias.
Jadi sekali lagi Yesus menegaskan tentang perubahan orientasi dari hormat kepada manusia diganti dengan hormat kepada Allah.

Pertanyaan kita adalah,..apakah Yesus mengabaikan fungsi-fungsi structural dalam kehidupan sosial ??? Apakah Yesus mengabaikan jabatan-jabatan dan kedudukan dalam kehidupan sosial ??? Saya kira tidak. Yesus tetap menghargai jabatan-jabatan dan kedudukan dalam kehidupan sosial maupun gereja.
Persoalannya adalah bagaimana orang menempatkan jabatan dan kedudukan dalam persfektif Persaudaraan setara, bukan untuk cari hormat dan pujian, serta untuk memuliakan Allah.
Apa maksudnya ?? Maksudnya adalah bahwa baik orang Farisi, Ahli Taurat dan Orang kebanyakan itu adalah saudara. Saudara yang setara – egaliter.  Dalam kesetaraan itu,  Tidak ada yang di atas dan tidak ada yang di bawah. Tidak ada yang jago dan tidak ada yang pecundang.  Tidak ada yang kuat dan tidak ada yang lemah.  Disini orang akan saling menghargai dan saling menghormati dalam tatanan persaudaraan.
Demikian pula,….. dalam perspektif persaudaraan setara itu, maka orang tidak akan berebutan untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan dari saudaranya sendiri. Orang tidak main sogok sana sogok sini, untuk merebut  jabatan dan kedudukan bagi dirinya dari saudaranya sendiri. Orang tidak saling bakuhantam untuk dapatkan jabatan dan kedudukan bagi dirinya. Karena katong sama-sama saudara, bila anda punya kapasitas untuk jadi itu dan ini silahkan, tidak perlu dicegah atau dihancurkan.
Demikian pula kalau seseorang mendapatkan jabatan atau kedudukan penting, maka ia  tidak akan menganggap diri hebat dan jago dan menganggap orang lain rendah. Karena jabatan dan kedudukan itu akan digunakan untuk memuliakan Allah, dan menguntungkan persaudaraan setara itu.

Saudara-saudaraku,…!!!
Perlu diingatkan pula bahwa dalam persaudaraan setara, kita harus mengakui dan memberi ruang kepada hadirnya kepelbagaian. Bahwa ada orang yang memiliki kapasitas A dan Kapasitas B. Ada orang yang punya kemampuan ini dan kemampuan itu.
Ada orang yang memiliki jabatan dan kedudukan yang berbeda. Tetapi semuanya itu, entah kapasitas, kemampuan, jabatan dan kedudukan  mesti menjadi kekuatan untuk membangun persaudaraan setara dengan baik, agar persekutuan itu merasakan manfaatnya dan Tuhan dimuliakan. Itulah nilai keteladanan seorang pemimpin yang harus dihadapkan.

Apa yang bisa kita pelajari disini ;
1.      Bahwa setiap orang Kristen, termasuk para pelayan dan pemimpin Kristen  dalam melakukan tanggung jawab pelayanan dan kepemimpinannya  baik dalam jemaat, di tengah masyarakat maupun keluarga,  tidak dengan motivasi untuk mendapat pujian dan penghormatan diri.  Tetapi hendaknya dilakukan dalam persfektif Tuhan Allah dalam Kristus Yesus dimuliakan. 
Tapi dalam realitas kehidupan bergereja dan berjemaat dan bermasyarakat kita, ada begitu banyak orang yang melakukan tanggung jawab pelayanan dan kepemimpinannya dengan motivasi puji diri dan cari hormat for diri. 
Karena itu bila tugas yang dilakukan atau tanggung jawab yang dilakukan tidak dihargai, maka mereka akan marah-marah bahkan mengundurkan diri dari tanggung jawab pelayanan yang diberikan kepadanya.
Tetapi kalau ia melakukan tanggung jawabnya dalam perspektif Tuhan dimuliakan, maka kendati pekerjaannya, tidak dihargai orang ia akan tetap melayani saja.  Demikian juga kalau ia dapat tantangan, ia tidak akan lari meninggalkan tugasnya, karena ia ingin memuliakan Tuhan melalui tugas dan kerjanya.

2.      Sebagaimana Yesus menekankannya tentang pentingnya persaudaraan setara, maka sebagai orang-orang Kristen, kita dituntut untuk memperteguh komitmen kita untuk membangun kehidupan orang basudara. Kehidupan orang basudara akan menolong kita untuk tidak saling menciderai satu dengan yang lain, hanya karena kepentingan jabatan, kedudukan dan politik, tetapi sebaliknya akan saling menopang satu dengan yang lain, topangan yang saling menghidupkan.

Hal ketiga ; Pemimpin yang diteladani  adalah Pemimpin yang  menampilkan  sikap kerendahan hati.
Dalam teks kita, khususnya ayat 11 - 12, kita mendapatkan gambaran tentang perspektif baru yang Yesus sodorkan kepada orang-orang Farisi dan Ahli-Ahli Taurat serta pendengarNya.  Bagi Yesus bila mereka ingin menjadi pemimpin yang besar, tersohor, ternama…..maka kebesaran itu terletak pada sikap sebagai hamba atau pelayan yang melayani. Tegasnya dikatakan ; “Barangsiapa terbesar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu”. (ayat 11).
Menarik,….Yesus mengakhiri kecamanNya itu dengan menyodorkan sebuah sikap keteladan yang patut dicontohi kalau ingin jadi pemimpin besar yaitulah sikap sebagai pelayan atau hamba.
Kata Pelayan, dalam kamus bahasa Indonesia artinya orang yang melayani, pembantu atau pesuruh.  Nilai yang muncul dari pengertian pelayan ini adalah kerendahan hati, sabar, tekun dan tidak sombong.
Itu berarti bagi Yesus setiap orang yang ingin menjadi besar, maka ia mau tidak mau suka tidak suka harus menampilkan sikap kerendahan hati, kesabaran, ketekunan dan tidak sombong atau tinggi hati.
Dengan kata lain, Yesus mau bilang bahwa kualitas kebesaran seseorang bukan terletak pada penghormatan yang diterima, bukan terletak pada tingginya jabatan dan kedudukan yang disandang, bukan terletak pada status sosial yang dimiliki, tetapi terletak pada sikap kerendahan hati, kesabaran, dan ketekunan yang ditampilkan dalam keseharian hidupnya.
Karena itu marilah kita menjadi orang Kristen, pemimpin Kristen, pemimpin keluarga yang menampilkan sikap sebagai pelayan. Apakah kita sudah menghadirkan diri sebagai pelayan ???? Semoga…..Amin.
Oleh
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th
Ketua Klasis GPM Kairatu

(Disampaikan dalam Ibadah Minggu, tanggal 13 Oktober 2013 di Jemaat GPM Rumahkay)