HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Selasa, 01 Oktober 2013

BERJUANG MENGHADIRKAN EKSISTENSI SEBAGAI MURID YESUS, MELALUI KEHIDUPAN SALIB.



TEKS : II Korintus 13 ; 1-10


                                                                             Syaloom !!!

Setiap orang yang hendak bepergian kesuatu tempat pasti punya alasan dan tujuan yang jelas. Mungkin untuk berlibur, mungkin untuk melanjutkan studi, mungkin untuk mengunjungi keluarga, mungkin untuk bekerja dan lain-lain. Yang pasti adalah setiap orang yang melakukan suatu perjalanan pasti punya alasan dan tujuan tertentu.
Paulus juga punya alasan dan tujuan yang jelas ketika ia menghadapkan keinginannya untuk melakukan perjalanan ke Korintus, untuk ketiga kalinya.  Apa yang menjadi alasan dan tujuan Paulus.

Pertama : Sebagai orang yang turut terlibat dalam proses pembangunan jemaat Korintus, Ia merasa punya tanggung jawab moral untuk memelihara dan mengembangkan kehidupan iman umat di Korintus. Supaya pertumbuhan iman mereka kepada Yesus Kristus yang adalah sumber hidup itu semakin berkualitas. Ia tidak menghendaki kehidupan kekristenan di Korintus berjalan apa adanya, dan tidak menunjukan pertumbuhan yang  baik dan berkelanjutan.  Istilah Alkitab “panas tidak dinginpun tidak”.
Bagi Paulus ibarat seorang petani yang mengharapkan pohon yang ditanamnya tidak saja bertunas, tumbuh dan berkembang, tetapi juga berbunga, berbuah dan buahnya enak dimakan, maka Paulus juga mengharapkan agar Injil yang diberitakannya bagi umat di Korintus dapat bertumbuh, berkembang dan menghasilkan buah  yang diwujudkan  melalui penampilan hidup umat yang bermutu.
Karena itu ia tidak terima dan menolak keras, ketika segala yang telah di taburnya, ditanamnya hendak dihancurkan begitu saja oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan untuk mencari pamoritas dan keuntungan diri, melalui penyebaran ajaran-ajaran palsu dan menyesatkan, yang pada akhirnya membuat umat menjadi bimbang.
Jelasnya Paulus “merasa terpanggil” untuk datang lagi ke Korintus dengan tujuan melakukan penguatan dan pendampingan bagi iman umat, supaya mereka tidak dibodoh-bodohin oleh pihak-pihak tertentu.

Kedua ;  Rupanya ada diantara umat di Korintus yang karena berbagai hasutan yang diterimanya, mulai meragukan integritas / keabsahan Paulus sebagai seorang Rasul Kristus.

Bagi Paulus, dengan meragukan keabsahannya sebagai seorang rasul, itu sama dengan menolak dirinya sebagai seorang Rasul dan menolak pula segala sesuatu yang pernah diajarkannya kepada umat. Dan Paulus dapat dicap sebagai Rasul palsu.

Kenyataan ini yang tidak diterima oleh Paulus. Kalau orang mengatakan dia lemah, dia kurang pandai bicara barangkali itu bisa diterima, kalau ia difitnah itu dan ini, ia terima saja.  Tetapi kalau menolak dirinya sebagai Rasul Kristus, ini tak bisa didiamkan, tetapi harus dibela dan diperjuangkan.

Ini adalah  dua perkara yang menjadi alasan yang kuat dan tujuan yang jelas bagi Paulus untuk datang lagi ke Korintus, yang intinya adalah agar umat terus bertumbuh dalam iman yang benar dan murni kepada Yesus Kristus Tuhan.

Bicara tentang merasa terpanggil maka sebetulnya, bukan cuma Paulus yang merasa terpanggil dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan iman umat pada zamannya, tetapi seorang Pendeta, Penatua dan Diaken, dan semua orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus, (terutama yang telah makan dan minum sehidangan dengan Kristus melalui Perjamuan Asa Kudus),  sebetulnya punya panggilan yang sama untuk menumbuhkan kehidupan iman umat, dengan menggerakan berbagai karunia dan kelebihan yang ada padanya masing-masing.

Katakanlah semua orang percaya harus merasa bertanggung jawab untuk melakukan upaya-upaya kearah pertumbuhan iman umat, kearah persekutuan  hidup yang penuh cinta kasih dalam persekutuan bergereja.
Tetapi yang terjadi dalam realita hidup kita adalah jauh berbeda dari apa yang diharapkan.
Tidak banyak orang yang merasa bahwa proses pertumbuhan iman umat, proses hidup bergereja itu adalah tanggung jawabnya. Karena itu banyak orang yang lebih memilih untuk  menjadi komentator picisan untuk mengomentari  kelemahan dan kekurangan hidup bergereja, tanpa mau terlibat di dalam persekutuan itu untuk membangunnya.
Kalaupun ada yang mengatakan saya merasa terpanggil untuk membangun kehidupan umat dan masyarakat, motivasinya terkadang melenceng jauh dari apa yang diharapkan. 
Dapatkah dikatakan motivasi mereka benar, kalau rasa terpanggil itu hanya untuk memperjuangkan kepentingan diri sendiri, kepentingan golongan sendiri, memperjuangkan pamoritas dan prestise diri, lalu mengatasnamakan umat atau masyarakat ???  Saya kira tidak benar. 
Nah,… karena itu kalau kita memahami panggilan kita secara benar sebagaimana Paulus memahami panggilannya, maka kita tidak akan menjadi penghasut, kita tidak akan menjadi penipu, kita tidak menjadi orang yang suka “lempar batu sambunyi tangan”, sebab sikap seperti itu justru merusak kehidupan umat dan bukan untuk membangun kehidupan iman umat.
Kalau kita memahami panggilan kita dengan baik, maka kita tidak akan pernah   meracuni pikiran orang lemah, orang kecil, orang yang bisa kita pengaruhi dengan berbagai pikiran yang menyesatkan, agar mereka mendukung keinginan dan harapan-harapan kita, dan lalu melecehkan orang lain.
Kalau kita memahami panggilan kita, maka kita akan lebih dahulu mengoreksi diri kita sendiri : apakah saya sungguh-sungguh telah  menjadi “anak Tuhan yang Sejati”,  “Pelayan Tuhan yang sejati”,  “Pelayan masyarakat yang sejati” “Pelayan keluarga yang sejati”, dst.nya.

Seterusnya dijelaskan dalam teks kita bahwa baik seorang pelayan maupun umat  harus menguji dirinya sendiri, apakah dia sungguh-sungguh pantas menjadi pelayan Tuhan dan umat Tuhan yang sejati ataukah tidak.
Dan Paulus dalam rangka membela keabsahannya sebagai  Rasul Kristsus, ia terlebih dahulu telah menguji  integritasnya sebagai Rasul Kristus melalui tanggung jawab pemberitaan injil yang dipercayakan kepadanya ???  Bagaimana caranya Paulus  membuktikan dirinya sebagai Rasul Kristus ???
Pertama : Paulus menunjuk kepada Pemberitaan tentang Salib.  Bahwa pada satu pihak Salib adalah tanda kelemahan, salib adalah hukuman, salib adalah penderitaan. 
Dan karena pemberitaan tentang salib itulah maka ia sendiri telah melalui suatu kehidupan yang penuh dengan penderitaan, tantangan dan ancaman. Ke luar masuk penjara, difitnah dan dihujat, disesah adalah  bagian dari kehidupan salib yang telah dipertontonkan Paulus dalam kehidupannya.
Terhadap semua penderitaan itu, Paulus tidak pernah mundur sedikitpun dari berbagai tantangan dan ancaman yang dihadapinya. Ia telah menunjukan loyalitasnya, dedikasinya yang luar biasa dalam pekerjaan pemberitaan injil itu. Dan karena itu kehadirannya sebagai Rasul Kristus tidak pantas untuk diragukan.

Kedua : Bagi Paulus Salib juga menunjuk pada pusat Kuasa Allah untuk menyelamatkan manusia berdosa dan dunia. Dan kuasa Allah itu berwujud melalui Kebangkitan Kristus.
Kristus telah mati tetapi Ia dibangkitkan kembali oleh Kuasa Allah. Dan kuasa Allah itu telah dianugerahkan juga bagi Paulus.

Bukankah Paulus dengan kuasa Allah telah melakukan berbagai tanda mujizat ??? Sebut saja, pengusiran roh jahat dari seorang perempuan tenun di kota Filipi. (K.P.R. 16:18);  Keberaniannya untuk memberitakan Injil baik dikalangan orang-orang Yahudi maupun Yunani Romawi di berbagai daerah.

Semuanya itu dapat dilakukan oleh karena kuasa Allah yang dianugerahkan kepadanya. Dengan kemampuannya sendiri pasti ia tidak akan mampu melakukan perkara-perkara yang besar itu.
Semuanya merupakan bukti bahwa ia sungguh-sungguh adalah rasul Kristus.  Kenapa mesti diragukan ???

Saudara, …..Kenyataan ini lalu menuntut setiap orang yang dipanggil untuk melayani pekerjaan Tuhan, Pendeta, Penatua, Diaken, Pengurus Sektor, Koordinator Unit, Pengurus wadah-wadah organisasi gereja untuk menguji  diri sendiri  apakah kita sudah menjadi pelayan Tuhan yang sejati disepanjang tahun ini ???  Dan untuk pengujian itu maka parameter yang perlu kita gunakan adalah juga yang digunakan oleh Paulus, yaitulah “Kehidupan salib”. 

Karena itu tanyakan pada dirimu sendiri apakah  kita sungguh-sungguh tetap sabar, tetap loyal, dalam menjalankan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita, walaupun harus menghadapi tantangan dan ancaman  ? Ataukah  justru karena tantangan dan ancaman itu kita lalu menyembunyikan diri.

Saudara tantangan dan ancaman itu macam-macam bentuknya. Mungkin di tolak oleh anggota jemaat, karena terlambat datang melayani ibadah ulang tahun, karena kebetulan ada ibadah di tempat lain.  Mungkin dicaci, dimaki, dihina karena  katanya pelayan itu cuma melayani orang-orang tertentu saja, dst.nya. Yac,….Itu biasa !!!  yang penting adalah motivasi pelayanan itu jelas, yaitu demi meningkatkan pertumbuhan iman umat dan bukan untuk mencari keuntungan diri. Yang luar biasa adalah ketika seorang pelayan menghindari dirinya dari pelayanan yang dipercayakan kepadanya.

Perlu ditegaskan bahwa bagi  seorang pelayan Allah justru menganugerahkan KuasaNya, sebagaimana halnya yang diberikan kepada Paulus.  Karena itu tidak ada yang perlu ditakutkan.
Namun begitu harus diingat  pula bahwa Kuasa Allah yang dianugerahkan kepada setiap pelayannya dengan tujuan untuk melakukan pemberdayaan bagi umat.

Dengan kuasa ini maka setiap pelayan ditantang untuk harus menyuarakan kebenaran tanpa perlu takut. Dengan kuasa itu setiap pelayan dituntut untuk membimbing umat kearah pertobatan, agar umat mengambil keputusan untuk bertobat dan mempercayakan hidupnya pada Kristus. Dengan kuasa itu ia dapat berdoa untuk menyembuhkan orang sakit. Yang disayangkan adalah banyak pelayan yang ragu akan kuasa Allah yang ada dalam dirinya. Ketika ia ragu bahwa akan kuasa Allah dapat disalurkan melalui dirinya, itu artinya ia sudah mulai ragu terhadap integritas dirinya sebagai pelayan Kristus.

Kemudian Paulus menantang umat bahwa mereka juga harus menguji diri mereka sendiri. Tegasnya dikatakan : “ Ujilah dirimu sendiri,……selidikilah dirimu sendiri,…….apakah kamu sungguh-sungguh tetap tegak di dalam iman kepada Kristus Yesus ??? (ayat 5). Bagaimana umat harus menguji dirinya sebagai umat yang sejati ??  Tetap dengan mempergunakan parameter “Kehidupan salib”.
Dalam kaitan itu maka kita sebagai umat di tantang untuk mempertanyakan diri sendiri apakah selama ini saya sungguh-sungguh taat dan setia mengikuti Kristus dan melakukan kehendakNya kendati penderitaan dan ancaman menghadang hidup saya ???  Mungkin ada yang bilang belum,……mungkin ada yang bilang kadang-kadang. Yach macam-macam.
Æ   Karena itu pantas saja kalau ada umat yang mondar mandir dari gereja yang satu ke gereja yang lain. Kalau ditanya kenapa anda bersikap seperti itu,….ya supaya bisa pintar buka Alkitab, apalagi,….supaya bisa berkhotba,….apalagi supaya bisa baptis ulang.  Ini wujud dari orang yang belum memiliki iman yang berakar pada Kristus.

Æ   Karena itu pantas saja kalau sampai saat ini masih ada warga jemaat yang tetap mengandalkan dukun, untuk mencari kesembuhan bagi anggota keluarga yang sakit, walaupun baik Pengurus Sektor, Majelis sampai Pendeta sudah dipanggil untuk berdoa.

Æ   Pantas saja kalau sampai saat ini masih ada orang yang untuk memulai usahanya, tetap menggunakan kekuatan-kekuatan magis lainnya di luar kuasa Allah.

Namun di hari firman Tuhan mengajak kita bahwa sebagai orang-orang yang mempertontonkan kehidupan salib dalam hidupnya, ia harus siap menderita sebagaimana Kristus Yesus juga menderita untuk menyelamatkan manusia dan dunia. Tetapi kepadanya juga Allah menganugerahkan jaminan, yaitulah kuasanya yang menghidupkan dan memberdayakan.

Dalam kaitan itu maka semua pelayan dan umat diajak bukan sekedar untuk menguji diri, menyelidiki hidup kita, tetapi juga untuk mengambil keputusan. Keputusan untuk berbalik dari berbagai perbuatan kita yang menyesatkan dan merugikan orang lain dan kemudian bersama-sama mengembangkan kehidupan iman yang berkualitas. Kenapa ??? Karena di dalam kehidupan iman yang berkualitas itulah Allah menghadirkan berkatNya bagi kita, amin.

Oleh Pdt. Jan. Z. Matatula
(Sekretaris Klasis GPM P.P.Aru)
Disampaikan dalam Ibadah Syukur Perjamuan Kudus
di Jemaat GPM Dobo, 12 Oktober 2003.

PERSEKUTUAN YANG SALING MEMBANGUN



TEKS : Kejadian 1 ; 26 -31


                                                   Syaloom !!!
Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yesus, oleh karena atas kasih dan rahmatNya, kita telah diberikan kesempatan untuk melakukan perjalanan sampai dipenghujung bulan Mei 2008. Dan hari ini, adalah hari pertama kita akan melangkah memasuki bulan  Juni 2008.
Kita semua tentunya berada pada pengharapan yang sama bahwa kita akan dapat melangkah dengan pasti memasuki bulan Juni ini dengan sukacita dalam kasih dan rahmat Tuhan pula. Nah, untuk menuntun kita melakukan perjalanan di bulan Juni 2008 ini, kita diajak untuk belajar dari firman Tuhan Kejadian 1 ; 26 – 31, dalam sorotan Tema ;  “ Persekutuan Yang Saling Membangun”.

Kalau kita memperhatikan tema ini dengan saksama, maka pertanyaan kritis yang muncul adalah ;
(1). Ada apa dengan persekutuan kita sehingga dibutuhkan sikap saling membangun ??
(2). Kemudian persekutuan yang mana yang akan dibangun ??
Menjawab pertanyaan ini, maka kita harus melihatnya pada lingkungan dimana kita ada dan beraktivitas.
Bahwa kalau kita bicara tentang persekutuan, maka persekutuan itu punya cakupan yang sangat luas. Mulai dari persekutuan sebagai suami istri, persektuan sebagai orang tua dan anak-anak, persekutuan yang melibatkan saudara-bersaudara, persekutuan antar tetangga, persekutuan unit, sector, jemaat, persekutuan sebagai negeri, sebagai bangsa dan seterusnya.
Kenyataan membuktikan bahwa banyak persekutuan yang disebutkan tadi sedang mengalami krisis hidup.  Yang dimaksudkan dengan krisis hidup disini adalah ada begitu banyak persekutuan yang tidak mencerminkan kehidupan yang rukun, (pada hal hidup rukun itu adalah cerminan dari sebuah persekutuan yang baik).
Ada banyak persekutuan yang tidak mencerminkan kehidupan yang damai, (pada hal suasana kedamaian sangat diharapkan dalam suatu persekutuan hidup).
Ada banyak persekutuan yang tidak mencerminkan kehidupan yang bersukacita. Malah sebaliknya ada banyak persekutuan yang berada dalam pertikaian, perselisihan, dendam bahkan ada persekutuan yang berada di ambang kehancuran.
Kalau ditanyakan apa yang menjadi penyebab terjadinya krisis dalam persekutuan itu, pasti kita akan menemukan jawaban yang beragam. Tetapi satu hal yang perlu digaris bawahi adalah krisis itu terjadi karena masing-masing orang hanya memperhatikan dirinya sendiri, kepentingannya sendiri, idial-idialnya sendiri dan lalu mengabaikan kepentingan orang lain yang adalah bagian dari persekutuan itu. Banyak orang yang hanya mau membangun hidupnya sendiri, keluarganya sendiri dan lalu mengabaikan kehidupan orang lain, bahkan menindas orang lain.
Menyadari akan kondisi ini maka memiliki sikap yang saling membangun menjadi hal penting untuk dihayati oleh setiap orang yang berada dalam persekutuan itu.
Teks Alkitab ini menegaskan beberapa pikiran yang patut kita renungkan ;
Hal pertama; bahwa Manusia, baik laki-laki maupun perempuan  dijadikan oleh Allah.
Tegasnya dikatakan : Baiklah kita menjadikan manusia,…. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya (ayat 26-27).

Pernyataan ini menegaskan kepada kita beberapa hal antara lain ;
1.    Bahwa manusia itu ada, bukan karena proses evolusi sebagaimana yang diajarkan oleh Darwin melalui teori evolusinya, tetapi adalah hasil karya Allah yang luar biasa hebat dan dashyat.
Suatu ketika Darwin muncul dengan teori evolusinya yang telah berpengaruh besar bagi kehidupan manusia ketika ia berpendapat bahwa alam semesta, termasuk manusia terjadi sebagai akibat dari hasil rekayasa naturalis. Artinya alam semesta ini terjadi sebagai akibat dari suatu persitiwa kebetulan yang terjadi berbiliun-biliun tahun. Bahkan manusia terjadi sebagai suatu proses perkembangan dari hewan sejenis “homo erectus”
Teori seperti ini telah menolak adanya Tuhan (sang Illahi) yang hadir sebagai Pencipta semesta. Namun sayang teori ini tetap tak bisa dibuktikan secara ilmiah, dan tidak bisa membantah kenyataan bahwa Tuhan Allah adalah pencipta semesta termasuk manusia.
Kenyaataan ini hendaknya  mendorong setiap orang percaya untuk tetap berada dalam Pengakuan Iman, kredo Iman bahwa Tuhan Allah yang menghadirkan diri dalam Kristus Yesus itu adalah Sang Pencipta alam semesta dan manusia. Dialah Tuhan yang perkasa. Dialah Tuhan yang Agung. Dari dulu sampai sekarang Dia tetap Tuhan dan tidak ada yang lain.
Hal senada disampaikan dengan lantang oleh Daud Raja Israel katanya ; “Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. (Mazmur 90;2)
Pengakuan seperti ini pada satu pihak akan membuat orang percaya menyadari dirinya sebagai orang yang lemah dan tidak berdaya dihadapan Tuhan, dan pada pihak yang lain orang percaya akan selalu mengakui kebesaran dan keagungan Tuhan dalam proses hidup yang dijalaninya. Ini semua akan membuatnya tidak sombong dan angkuh dihadapan sang penciptaNya.
Katakanlah manusia siapapun dia, sehebat apapun dia, seperkasa apapun dia, dia tetap adalah manusia dan tidak bisa dibandingkan dengan Allah.
Disini setiap orang percaya diminta untuk menggantungkan seluruh kehidupannya di bawah kehendak dan tuntunan Tuhan dan bukan melakukan segala hal sesuai dengan kehendaknya sendiri. Justru akibat dari melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri, maka persekutuan hidup itu menjadi hancur.

2.   Bahwa Allah menggunakan metode yang berbeda dalam proses penciptaan manusia dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Kalau cakrawala, kalau bulan, kalau terang, kalau burung diudara dan ikan dilaut terjadi hanya dengan firmanNya, tetapi untuk menjadikan manusia Allah membentuknya dengan tanganNya sendiri. Jelasnya dikatakan ; “TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. 
Pernyataan ini menegaskan kepada kita bahwa oleh Allah manusia diberikan status yang istimewa dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Status Istimewa itu kemudian diungkapkan dalam pernyataan “segambar dan serupa dengan Allah Pernyataan ini menegaskan bahwa;
a)      Manusia memiliki kesamaan moral dengan Allah, karena manusia itu tidak berdosa dan kudus pada mulanya. Hal ini akan mendorong setiap orang untuk berada dalam suatu suasana hidup yang kudus. Dia harus membangun persekutuan hidupnya sebagai persekutuan hidup yang kudus. Orang-orang yang hidup dalam persekutuan itu dituntut untuk saling mendorong dalam rangka menghadirkan kehidupan yang kudus. Persekutuan hidup itu akan menampilkan ciri hidup yang punya moral, punya etika, yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Binatang tidak punya moral. Dia hantam ikut seleranya sendiri.
b)     Manusia memiliki hikmat, manusia memiliki hati yang mengasihi dan kehendak untuk melakukan yang benar sesuai kehendak Allah (bd. Efesus 4:24).
Bahwa dengan hikmat, dengan hati yang mengasihi maka manusia akan dengan bijak bersikap kritis dalam menyikapi berbagai hal dan berusaha menyelesaikannya dengan cinta kasih.
Semuanya yang disebutkan di atas, akan sangat membantu untuk menghadirkan suatu persekutuan hidup yang saling membangun, baik di tengah-tengah persekutuan keluarga, jemaat dan masyarakat.

3.   Bahwa ketika Allah menciptakan manusia itu sebagai laki-laki dan perempuan, maka keduanya memiliki kesejajaran, kesamaderajatan dihadapan Tuhan. Mereka hanya berbeda jenis kelamin. Yang satu laki-laki dan yang satu perempuan. Dan keduanya saling tergantung satu dengan yang lain.
Kalau dikemudian hari terjadi Laki-laki lebih berkuasa atas perempuan, maka itu adalah hasil rekonstruksi social. Artinya ada budaya tertentu yang menganut paham patrinial, yang menganggap laki-laki lebih hebat dari perempuan. Perempuan dilihat sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Ini salah. Karena itu tanggung jawab kita sebagai orang-orang Kristen yang berada dalam suatu persekutuan itu adalah memberikan tempat yang sejajar bagi kaum perempuan dalam beraktifitas di tengah gereja dan masyarakat.
Hal ini penting dilakukan oleh karena dalam realita kehidupan kita perlakukan terhadap perempuan secara semena-mena terjadi dimana-mana. Berbagai tindakan kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dll.
Semua hal ini sangat tidak membantu hadirnya suatu persekutuan hidup yang baik. Tetapi ketika orang memahami bahwa bahwa baik laki-laki dan perempuan di ciptakan oleh Allah sebagai pribadi-pribadi yang unik dan saling tergantung, maka mereka didorong untuk menghadirkan suatu persekutuan hidup yang saling membangun.

Hal kedua yang mau disampaikan firman ini bagi kita adalah ; Manusia bertanggung Jawab untuk mengelola berbagai potensi yang ada disekitarnya untuk kemuliaan Tuhan.

Dalam ayat 28 disebutkan ; "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Pernyataan ini menegaskan kepada kita beberapa hal ;
1.     Bahwa Tuhan memerintahkan setiap orang untuk berkeluarga. Tuhan menghendaki setiap orang untuk memperoleh suami, istri dan anak-anak. Tetapi ini tentunya dilakukan secara sah artinya sesuai dengan ajaran gereja, sesuai dengan firman Tuhan. Ini penting dinyatakan oleh karena banyak orang tidak lagi memikirkan dan memperhitungkan pernikahan kudus itu sebagai sesuatu yang penting. Ini salah.
Sejalan dengan itu kita tidak saja disuruh untuk punya anak, tetapi bertanggung jawab untuk tidak menerlantarkan anak-anak yang kita lahirkan.
2.     Bahwa maksud Tuhan menjadikan manusia adalah untuk menatalayani alam ciptaanNya. Ia harus menaklukan alam ada disekitarnya untuk kehidupannya. Ia harus menguasai alam ini, dan bukan sebaliknya alam menguasainya dan ia ditaklukan oleh alam. Kenyataan ini mendorong manusia untuk menggunakan potensi dirinya, hikmatnya, kecerdasannya, kekuatannya untuk dapat mengelola alam semesta ini bagi kepentingan hidup dan masa depannya. Jangan ia menjadi malas tetapi harus menjadi pekerja keras. Tetapi proses ini mesti dilakukan dalam suatu persekutuan yang saling mengasihi dan menghargai. Dalam persekutuan yang saling peduli dan mencintai. Bukan untuk saling menghancurkan. Proses ini harus dilakukan dalam kesadaran terhadap kesimbangan dengan alam sekitar. Hal ini penting untuk dilakukan di zaman sekarang ini. Oleh karena banyak orang dengan dalih ingin melakukan perintah Tuhan, telah menghancurkan alam dan sekitarnya untuk kehidupan dirinya sendiri. Contoh ; orang menggunakan potas sianida untuk cari ikan. Penebangan kayu yang tidak ramah lingkungan dll.

Hal Ketiga ; yang mau disampaikan firman Tuhan kepada kita adalah ; Allah menyediakan jaminan masa depan bagi orang percaya.

Disebutkan dalam teks kita ; "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.

Pernyataan ini menegaskan kepada kita bahwa Allah tidak pernah membiarkan kita kelaparan. Allah tidak pernah membiarkan kita berada dalam ketidakpastian ekonomi. Allah menjamin masa depan kita.
Saat ini dengan naiknya harga BBM, akan sangat berpengaruh terhadap berbagai kebutuhan pokok masyarakat. Transportasi yang mahal dll. Ini ini semua tentunya akan sangat berpengaruh bagi kehidupan iman kita. Mungkin saja orang akan mengeluh, mungkin saja orang berada dalam kebimbangan dan keputusasaan. Tapi satu hal yang harus diingat oleh kita semua adalah Allah dalam Kristus Yesus tetap memberikan jaminan kehidupan bagi kita, bagi persekutuan kita. Soalnya adalah apakah kita mau mengakuinya sebagai satu-satunya Tuhan dan berjalan sesuai kehendakNya ataukah tidak. Silahkan saudara-saudara menjawabnya, dan selamat memasuki bulan Juni 2008. amin.

Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula,S.Th.
(Sekretaris Klasis GPM Masohi).
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja Bethesda Jemaat GPM Masohi,
Klasis Masohi. Tanggal 1 Juni 2008.)

JADILAH PRIBADI YANG MENGAMPUNI



TEKS   : KEJADIAN  45 ; 1-9
 

Syaloom !!!
Ada pepatah yang mengatakan “Tidak kenal tidak sayang, sudah kenal baru sayang”.  Ya,…. wajar saja. Sebab mana ada  orang asing (orang yang tidak kita kenal), orang yang tidak kita ketahui asal usulnya, kita sudah mengatakan rasa simpati kita kepadanya. Tidak ada !!!  Biasanya jika  kita sudah mengenal siapa dia, darimana asal usulnya, barulah kita mau bergaul dengannya, menyatakan simpati kita, dan mengungkapkan rasa sayang kita kepadanya.
Namun yang ini, luar biasa “bukan kenal baru sayang”. Tapi “setelah kenal ketakutan”, “setelah kenal gemetaran”.  Itulah sikap yang muncul dikalangan saudara-saudara Yusuf ketika Yusuf memperkenalkan dirinya.  “Akulah Yusuf”.  Sebetulnya pengungkapan diri Yusuf kepada saudara-saudaranya, mesti disambut dengan sukacita, mesti disambut dengan pelukan rindu, bukankah sudah sekian tahun mereka berpisah. Tapi yang terjadi adalah mereka tetap berdiri di tempat, dengan sekujur tubuh yang gemetaran, dengan muka yang  pucat  pasih, dengan  sikap  seorang terdakwa yang siap dihukum.
Pertanyaan kritis kita adalah kenapa mereka takut dan gemetaran dihadapan saudaranya sendiri ?  Ya karena yang ada dihadapan mereka adalah adik mereka sendiri,  yang telah mereka perlakukan secara bengis dan kasar. Dan adik yang diperlakukan secara bengis dan kasar itu kini menjadi penguasa atas  seluruh tanah Mesir dan sangat  berpengaruh dalam menentukan masa depan bangsa itu.
Mereka takut dan gentar karena merasa bersalah atas perlakukan yang telah mereka lakukan terhadap adik sendiri.  Mereka ketakutan karena rancangan mereka untuk menghancurkan masa depan  adiknya sendiri tidak tercapai.
Mereka ketakutan karena berita rekayasa yang dibuat untuk ayahnya tentang kematian saudaranya pasti terbongkar. Dan ayah mereka akan  mengetahui kebohongan mereka.   Yusuf masih hidup.   Itu tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.  Yusuf menjadi penguasa. Itu sama sekali berada di luar perhitungan mereka. Inilah yang Alkitab bilang rancanganKu bukanlah  rancanganmu.
Karena itu, belajar dari  kenyataan seperti ini maka sebagai orang percaya kita diajak untuk jangan pernah merancang kejahatan terhadap kehidupan orang lain. Jangan pernah merancang kebinasaan bagi masa depan orang lain. Jangan pernah menciptakan dan menghembuskan gossip murahan  untuk menjelekan kehidupan orang lain. Karena apa ? Karena segala rancangan jahat, yang dirancang untuk menghancurkan orang lain, pasti Tuhan akan menyingkapkannya pada waktunya yang terkadang tidak pernah kita duga.
Ingat, Tuhan tidak pernah menghendaki anak-anakNya merancang hal yang jahat  bagi sesamanya. Yang dikehendaki  Tuhan adalah rancanglah rancangan  yang baik untuk orang lain, apalagi saudaramu sendiri. Dan kalau Tuhan menyingkap rancangan kejahatan yang yang dirancang untuk sesama, maka bukan cuma takut dan gemetaran, tetapi orang bilang mau taru muka dimana lai ???? Maluuuuuuuuuuu….

Pertanyaan kita berikutnya adalah mengapa saudara-saudaranya merancang kebinasaan bagi Yusuf adik mereka ??? Ya karena mereka tidak mau menerima kenyataan bahwa satu saat Yusuf akan menduduki tempat penting dan semua mereka harus tunduk kepadanya.
Mereka tidak mau menerima kehendak Tuhan yang telah disampaikan dalam mimpi bahwa satu saat Yusuf akan menjadi orang penting melebihi mereka. (bd. Pasal  37).  Katakanlah mereka begitu iri dan cemburu kepada adik mereka,  bila  kelak ia akan memiliki jabatan dan kedudukan yang lebih dari mereka.
Mereka takut kehilangan pamoritas, sebagai kakak yang harus dihargai, dihormati dan dijunjung tinggi.  Inilah sebetulnya yang menjadi inti dari  kecemburuan saudara-saudara Yusuf.
Sebetulnya mereka harus bangga bila ada diantara saudara sendiri yang akan terpilih untuk menempati posisi-posisi penting dalam mengemban kehidupan ini, tetapi bukan iri dan cemburu.
Kenyataan seperti ini juga berkembang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat  kita akhir-akhir ini.  Bukan Cuma saudara-saudara Yusuf, tetapi banyak orang Kristen yang tidak sudi menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang dapat menduduki jabatan dan kedudukan penting melebihi mereka.
Mereka cemburu, mereka iri hati atas kelebihan dan kesempatan yang dimiliki orang lain untuk menduduki jabatan dan kedudukan penting.
Banyak orang Kristen yang melihat potensi yang dimiliki saudaranya sebagai ancaman yang  dapat menghilangkan pamoritasnya di tengah-tengah masyarakat. Karena itu tidak heran kalau mereka berusaha dengan berbagai cara (sesuai hukum maupun di luar aturan hukum) untuk menghancurkan saudara-saudaranya sendiri.
Sebetulnya sangat pantas, bila sesorang punya kualifikasi tertentu, mungkin ilmu yang dimilikinya, pengalaman yang ada  padanya, ia mendapat jabatan-jabatan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Kenapa mesti cemburu, kenapa mesti iri hati.  Seharusnya kita menerima kenyataan bahwa kalau  si A atau si B mendapat jabatan ini atau itu, maka itu adalah sebuah anugerah Tuhan yang diberikan kepadanya, dan karena itu pantas disambut dengan sukacita dan syukur.

Yusuf  tidak pernah membayangkan bahwa sebagai seorang budak di Mesir, ia akan menduduki jabatan sebagai penguasa di istana Firaun. Yusuf tidak pernah menguber-uber untuk menjadi mangkubumi di tanah Mesir. Karena itu tidak ada politik uang, tidak ada uang sogok, tidak ada daftar les tanda tangan yang diantar dari rumah ke rumah untuk mencari dukungan publik, sebagaimana yang dipraktekan banyak orang di zaman  ini ketika hendak menduduki suatu jabatan baik di bidang pemerintahan maupun legislatif.
Ada istilah,…. Mau jabatan ini,…. gampang yang penting ada uang. Mau jabatan itu,….gampang yang penting ada doe. Tapi ketika jabatan sudah disandang, kedudukan sudah mapan, dia mulai peras orang lain untuk menggantikan modal yang tadi dikeluarkan. Menyedihkan,…….rakyat kecil sengsara,……..bawahan sengsara !!!
Saudara Modal yang ada pada Yusuf  sehingga ia menjadi mangkubumi di Mesir adalah Ketaatan dan kesetiaannya melakukan kehendak Allah.
Dan ini juga yang mesti menjadi modal bagi setiap orang percaya untuk memiliki jabatan dan kedudukan yang penting dalam masyarakat.

Seterusnya penulis menjelaskan bahwa sikap Yusuf yang ditampilkan dalam perjumpaan dengan saudara-saudaranya  jauh berbeda dengan apa yang dibayangkan mereka.  Yusuf tidak marah, Yusuf tidak dendam.  Rekayasa Yusuf untuk mengembalikan uang saudara-saudaranya di mulut karung  saudara-saudaranya dan meletakan cangkir peraknya di mulut karung Benjamin adiknya, hanya bertujuan untuk menguji perilaku mereka. Apakah mereka sudah menjadi orang-orang  yang jujur atau belum. Sebab tempo dulu mereka telah melakukan perkara yang tidak jujur kepadanya. Karena itu ia ingin mengamati apakah ada pembaharuan sikap hidup mereka atau belum, dan bukan untuk balas dendam.
Yang ada dalam diri Yusuf saat ini adalah Kerinduan. Ia rindu untuk membangun lagi hubungan yang mesra, penuh cinta kasih diantara adik-kakak. Ia ingin membangun persekutuan hidup yang mesra diantara saudara bersaudara.
Bukan Cuma itu Ia juga rindu untuk membangun lagi sebuah kehidupan yang penuh cinta antara orang tua dan anak, yang penuh dengan keterbukaan dan kejujuran. Itulah kerinduannya. Dan dalam kerinduan itu ia berpesan kepada ayahnya lewat saudara-saudaranya:  “……datanglah mendapatkan aku jangan tunggu-tunggu”.  (ayat 9).  Ia ingin membahagiakan orang tuanya dengan segala yang ia miliki saat ini. 
Bahkan karena begitu kuatnya kerinduan itu, ia menangis meraung-raung, sehingga tangisannya terdengar sampai ke seluruh  istana (ayat 2).      Tangisan kebahagiaan dan kerinduan. Ia ingin mendekap mereka  dalam dekapan seorang saudara yang memberikan pengampunan dengan tulus, karena itu dia katakan : “Marilah dekat-dekat”. Ternyata bukan pembalasan, dan juga bukan hukuman yang ditimpakan Yusuf  kepada saudara-saudaranya, tetapi kasih sayang yang dicurahkan kepada mereka.

Ternyata mengampuni orang lain bukan  hal yang gampang dan mudah untuk dilakukan dalam keseharian hidup kita. Banyak orang Kristen malah yang menganut paham Pembalasan lebih kejam dari perbuatan.  Paham  inilah yang selalu mendorong banyak orang untuk melakukan balas dendam dan bukan pengampunan bagi orang yang bersalah kepada kita.
Orang selalu mencari kesempatan dan kelemahan orang lain untuk melakukan balas dendam.  Kalau seseorang karena kelemahannya dan lalu ia melakukan hal yang menyakitkan hati kita, maka kita selalu cari kesempatan untuk balas dendam.
Balas dendam itu dilakukan dengan cara menghancurkan usaha orang lain. Balas dendam dengan cara  menghalang-halangi peningkatan karier orang lain. Balas dendam dengan cara magis, mencelakai sampai dengan membunuh. Kasihan kalau orang Kristen bersikap seperti ini.
Yang harus dilakukan setiap orang Kristen menghadapi kenyataan seperti itu adalah harus selalu siap untuk memberikan pengampunan kepada orang lain. Bukankah Yesus juga telah mengampuni segala pelanggaran dan dosa kita,  kenapa kita tidak ????
Dalam kaitan dengan baptisan kudus yang dilayangkan bagi anak-anak kita, maka sebagai orang tua kita punya tanggung jawab untuk menanamkan satu nilai yang kelihatannya sederhana tetapi punya dampak besar bagi masa depan anak-anak kita adalah nilai pengampunan.
Ajarlah anak-anak kita untuk rela mengampuni orang yang bersalah kepadanya. Ajarlah anak-anak kita untuk bersikap kasih diantara saudara bersaudara.  Sebagai orang  tua kita juga dituntut untuk memberikan kasih yang seimbang kepada semua anak yang ada dalam keluarga kita. Jangan pilih kasih sebagaimana yang dilakukan Izak kepada Yusuf, yang akhirnya justru membangkitkan kemarahan saudara-saudaranya.

Nilai Pengampunan yang begitu kuat yang muncul dalam sikap Yusuf terhadap saudara-saudaranya yang telah merancang kejahatan kepadanya adalah karena ia yakin bahwa segala yang terjadi dalam hidup ini tidak  lepas dari rencana Allah.. Bahwa petaka yang menimpa dirinya adalah juga bagian dari rencana Allah.  Karena itu dengan tegas ia katakan : “janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku kesini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu” (ayat 5). 
Pernyataan ini menegaskan bahwa  Allah selalu bertindak untuk memelihara umat yang dikasihiNya dengan berbagai cara, yang terkadang tidak bisa diterima dengan akal manusia.
Bayangkanlah kalau andaikan Yusuf tidak di jual ke Mesir apakah mungkin ia dapat menjadi seorang penguasa di Mesir ??? Tidak mungkin.
Bayangkanlah kalau Yusuf tidak menjadi penguasa di Mesir, apakah mungkin saudara-saudaranya dapat memiliki makanan yang cukup dan tempat tinggal yang nyaman di Mesir, sehingga mereka terbebas dari kelaparan dalam rentan waktu 7 tahun itu ??? Itu tidak mungkin.
Karena itu Yusuf mengajak saudara-saudaranya untuk memandang setiap peristiwa yang dialami dengan paradigma baru. Yaitu melihat peristiwa-peristiwa yang negatif, yang menjengkelkan hidup, yang menyengsarakan hidup kita dalam terang kehendak dan rencana Allah.
Banyak orang yang cenderung membuang kesalahan pada pihak tertentu (orang lain),  ketika ia mengalami musibah atau berbagai kegagalan dalam hidup ini. Banyak orang yang menuduh orang lain sebagai biang kerok dari berbagai kecelakaan dan kesengsaraan yang dialaminya. 
Kalau anak sakit, pasti bapa pung salah. Kalau usaha kurang berhasil pasti orang “banakal”. Dst.  Yang  patut dilakukan orang-orang percaya saat ini ketika diperhadapkan dengan peristiwa-peristiwa seperti itu adalah koreksi diri lalu cari Tuhan, Tanya Tuhan dalam pergumulan, apa maksud dan rencana Tuhan. Itulah yang patut dilakukan.
Rupanya kehadiran Yusuf di Mesir, bukan cuma demi kepentingan  hidup keluarganya. Bukan Cuma untuk lestarinya  keturunan Israel. Tetapi juga untuk menjaga lestarinya sebuah Kerajaan besar (Mesir).
Ia hadir sebagai orang asing di tanah Mesir, tetapi merasa bertanggung jawab untuk membangun  negeri  itu. Ia merasa terpanggil untuk menggunakan segala potensi yang dimilikinya demi kehidupan umat manusia.
Kenyataan ini mengisyaratkan kepada kita bahwa bukan soal orang asing atau orang asli. Bukan soal orang pendatang atau orang  asli. Yang penting adalah setiap orang (entah pendatang atau asli)  harus punya komitmen yang kuat  untuk  memberikan kehidupan bagi negeri dan masyarakat dimana ia berada.
Baik orang pendatang atau orang asli mesti punya komitmen yang sama untuk mengusahakan kesejahteraan bagi negeri dimana ia berada.  Baik orang pendatang atau orang asli mesti punya komitmen yang sama untuk menggunakan seluruh potensi sumber daya yang ada demi kesejahteraan negeri dimana ia berada. 
Karena itu sebagai orang Kristen kita ditantang untuk tidak berpikir diskriminatif, dengan selalu menghembuskan pernyataan orang pendatang dan orang asli yang ujung-ujungnya dapat menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat  kita. 
Tapi yang harus dilakukan adalah  jangan pernah mempersoalkan orang pendatang atau orang asli. Tapi persoalkanlah seberapa kuat dan besarnya komitmen dan kontribusi kita sebagai anak Tuhan di negeri ini untuk mensejahterakan semua makhluk yang hidup dan membangun kehidupannya kini dan disini.
Kalau kita punya komitmen yang sama maka pasti tidak ada orang meninggalkan tempat tugasnya berbulan-bulan dengan berbagai alasan. Kalau kita punya komitmen yang sama maka pasti tidak ada orang yang hanya pandai berkomentar, tetapi tidak mau bertangan kotor untuk membangun negeri ini.  Kalau kita punya komitmen yang sama maka tidak ada orang yang  menggunakan jabatannya dan kekuasaannya untuk menekan orang lain demi kepentingan dirinya dan kelompoknya sendiri.
Tetapi sekali lagi, kita akan bersama-sama terlibat dalam proses memberikan nuansa baru bagi kehidupan yang penuh harapan di negeri ini apapun tantangannya. Tuhan memberkati kita, amin.


Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th.
(Ketua Majelis Jemaat GPM Dobo)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gereja Bethel–
Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru. 14 September 2003.)