HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Selasa, 01 Oktober 2013

GEREJA DIBAHARUI,...UNTUK MEMBAWA HARAPAN BARU.



TEKS   : MATIUS  6 ; 1 - 4.



Syaloom !!!
Kita masih berada dalam suasana memperingati peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke sorga. Peristiwa kenaikan itu sendiri dimaknai sebagai peristiwa berakhirnya masa pelayanan Yesus sebagai seorang manusia di dunia, untuk menjalankan misi  penyelamatan Allah bagi dunia. Yesus menyelesaikan dengan sempurna tanpa kurang sesuatu apapun misi penyelamatan yang diberikan BapaNya kepadaNya. Peristiwa ini memperlihatkan tentang wujud kesetiaan dan ketaatan Yesus atau komitmen Yesus terhadap perintah BapaNya.  
Serentak dengan itu peristiwa kenaikan Yesus ke sorga juga, menghadirkan  hal penting bagi Petrus dan temannya dalam kapasitas  mereka sebagai murid Yesus. Hal penting yang dimaksudkan adalah ;
1.    Para murid harus melanjutkan misi penyelamatan yang telah Yesus lakukan. Mereka tidak boleh berhenti mewartakan kabar sukacita itu setelah Yesus kembali ke sorga. Hal itu jelas disampaikan Yesus dalam amanat agungnya yaitu ;  “Pergilah jadikan semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku perintahkan kepadamu, dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28 19-20).
2.     Para murid mesti menjadi orang-orang yang mandiri.  Bahwa dalam melakukan misi penyelamatan itu, mereka akan diperhadapkan dengan berbagai resiko. Resiko itu mungkin berupa ; penganiayaan, kekerasan, pembunuhan dan kematian yang akan dialaminya. Karena itu kemandirian menjadi penting bagi murid-murid Yesus. Sebab Yesus tidak lagi bersama mereka, untuk menolong mereka ketika ada masalah.
3.    Para murid juga harus menumbuhkan kehidupan spiritualnya dengan baik dalam bentuk; membangun persekutuan hidup, meningkatkan kebersamaan diantara mereka, sehati dan  sepikir dalam bertindak dan rajin berdoa.
Semua hal yang disebutkan di atas mengarahkan pikiran kita untuk memahami bahwa  “kita” sebagai murid-murid Yesus, yang bersekutu dalam persekutuan yang disebut gereja,  punya tanggung jawab besar untuk terus memberitakan kabar baik itu sampai akhir zaman.
Dan kita bersyukur bahwa Gereja Protestan Maluku bersama-sama dengan Gereja-Gereja Anggota PGI masih diberikan kesempatan oleh Tuhan sebagai alatNya yang hebat untuk melakukan Amanat Agung itu. Kepercayaan Tuhan itu terwujud dengan  dianugerahkannya setahun usia bertambah bagi PGI, pada tanggal 25 Mei 2012 nanti menjadi 62 tahun.
Nah salah satu bentuk dari upaya Gereja, termasuk Gereja-Gereja Anggota PGI di usianya yang baru untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah kepada manusia dan dunia itu dimaknai melalui Tema Bulanan kita ; “Gereja di baharui untuk membawa harapan baru”
Artinya bagaimana Gereja-Gereja Anggota PGI harus selalu membaharui dirinya sehingga mampu menghadirkan harapan baru, di tengah-tengah konteks kehidupan masyarakat yang memprihatinkan. Terutama memberikan harapan baru bagi umat yang berada dalam berbagai bentuk kemiskinan.

Bagaimana caranya Gereja bersikap terhadap kondisi ini, mari kita belajar dari teks bacaan kita tadi, Injil Matius 6 ; 1-4.

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan Yesus !!!

Hal pertama yang mau disampaikan adalah ; Gereja yang menghadirkan harapan baru adalah gereja yang memberi.

Kalau kita bicara tentang memberi sebetulnya bukan hal yang baru dan asing bagi orang-orang Kristen, termasuk kita semua.
Sebab memang dalam pelayanan gereja kita, kita dibiasakan dengan berbagai bentuk pemberian. Katakanlah pemberian dalam bentuk ; Persembahan syukur panen, Ulang tahun kelahiran dan pernikahan.  Persembahan Persepuluhan dan Ulu Hasil.  Ada juga berupa tanggungan pelayanan. Kolekte-kolekte…. Belum lagi ditambah dengan berbagai tanggungan untuk kegiatan-kegiatan gerejawi lainnya (sidang jemaat, wisata keesaan dll). Jadi memang memberi dalam kehidupan berjemaat itu adalah hal yang biasa.
Namun pertanyaan yang patut dikedepankan  di tengah-tengah berbagai akta pemberian kita itu adalah ; apakah semua bentuk pemberian itu telah dilakukan dengan motivasi yang benar ???
Pertanyaan ini penting untuk dikedepankan, oleh karena ada banyak orang memberi, tetapi dengan motivasi yang tidak benar.
Misalnya;  orang yang memberi, supaya  dapat pahala dan dosa-dosanya diampuni, agar masuk sorga.  Ada orang yang memberi supaya dipuji orang lain. Ada orang yang memberi untuk meningkatkan popularitasnya. Ada orang yang memberi supaya orang yang menerima pemberiannya tergantung kepadanya, termasuk gereja.
Ada orang yang memberi supaya melalui pemberiannya ia dapat mempengaruhi orang lain agar mengikuti kemauannya. Apalagi dalam musim Pilkada seperti ini ??? Dll.  Ini motivasi yang salah dalam mengaktakan sebuah pemberian yang benar. “Ini namanya pemberian yang ada maunya”. Jadi karena ada maunya maka dia memberi.

Saudara-saudara pada zaman Yesus ternyata kecenderungan yang sama juga terjadi dikalangan orang-orang Yahudi dalam soal memberi, khususnya “memberi sedekah”, sebagai salah satu kewajiban keagamaan mereka.

Bagi orang Yahudi ada 2 motif yang mendasari mereka memberikan sedekah yaitu ;
1.     Sedekah dipandang sebagai sesuatu yang sangat berpahala. Pahala itu antara lain ;
a.        Dengan memberi sedekah, maka akan melepaskan manusia dari maut dan menyelamatkan dia dalam hidup”. (kitab apokrif Tobias (12:9).
b.         Sedekah itu dilukiskan ”Seperti air memadamkan api yang bernyala-nyala” Artinya dengan memberi sedekah maka akan menghapuskan dosa, dan hakim tertinggi  akan mengingatkan pada zaman akhirat serta akan menolongnya dari kesengsaraan”. (kitab Yesus Sirakh 3:33).
Karena itu mereka berlomba untuk memberikan sedekah.
2.   Sedekah dianggap sebagai perbuatan kebajikan. Biasanya orang yang terkenal sebagai pembuat “kebajikan” mendapat tempat yang terhormat dalam rumah-rumah ibadat. Nama mereka disebut-sebut dengan hormat. Oleh sebab itu orang-orang Yahudi (farisi) mempunyai kebiasaan untuk mengumpulkan fakir miskin dengan trompet, dan kemudian membagi-bagikan sedekahnya dengan disaksikan orang banyak, supaya mereka dikenal sebagai pembuat kebajikan.
Nah, saudara-saudari, memberi dengan motivasi seperti ini di tolak oleh Yesus.  Yesus kemudian menghadapkan suatu motif yang baru dalam soal memberi, yang sama sekali berbeda dengan pandangan orang Yahudi.   Dengan tegas Ia katakan: “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu”.  Artinya, apabila anda memberi, maka seorangpun di atas bumi ini janganlah ada yang mengetahui. Pemberian itu mesti dirahasiakan dari orang lain.  Bahkan orang yang menerima pemberian itu hendaknya tidak perlu tahu, apakah pemberian itu ia kuterima dari si Polan atau si Anu. Yang perlu dia tahu adalah Pemberian yang diterimanya adalah karena kehendak Tuhan. Pertolongan yang diperolehnya melalui pemberian itu berasal dari Tuhan. 
Jadi bagi Yesus, memberi itu mesti didasari dengan motivasi Allah dimuliakan dalam setiap pemberian yang dilakukan  dan bukan supaya orang yang memberi dimuliakan.   Bagi Yesus bukan soal bagaimana bentuk pemberian itu, dan  berapa besar nilai pemberian itu yang penting. Tetapi yang  penting disitu adalah ketika aksi memberi itu dilakukan maka Allah dimuliakan.  
Saudara-saudaraku,…Kalau Allah yang dimuliakan sebagai dasar dari motivasi memberi, maka ;
-    Orang tidak kikir dalam memberi. Sebab bukankah Tuhan yang empunya segala sesuatu termasuk harta yang dimilikinya dan pemberian yang diberinya ???   
-    Demikian pula orang tidak akan bersungut-sungut dan berbantah-bantahan dalam memberi bagi pelayanan gereja.  Karena ia tahu bahwa Tuhan adalah sumber berkat dan hidup, dan ia tidak akan berkekurangan ketika ia memberi untuk Tuhan.
-       Ia juga tidak akan marah-marah bila pemberiannya di gereja, tidak diumumkan Majelis Jemaat, karena lupa ditulis di buku pengumuman. Sebab Tuhan tahu apa yang anda berikan. Tidak ada satupun pemberianmu yang tertutup dimata Tuhan.
-    Demikian pula orang tidak akan menggunakan pemberiannya kepada gereja untuk kepentingan politik. Karena Tuhan tidak akan membiarkan gerejaNya tergantung pada penguasa politik. Gereja itu adalah milik Tuhan dan hidup dan matinya ada di tangan Tuhan, bukan di tangan penguasa atau pimpinan politik misalnya.
-      Demikian pula orang tidak akan memberi kepada orang miskin untuk kepentingan politik. Sebab Tuhan berpihak kepada orang miskin dan dengan caraNya yang perkasa Ia menyelamatkan orang miskin. Bahkan Ia menggunakan penguasa untuk menyelamatkan orang miskin, tanpa mereka menyadarinya.
Karena itu sebagai gereja, sebagai orang-orang percaya, kita harus membaharui komitmen kita dalam soal memberi. Jangan kita memberi karena ada maunya, tetapi kita memberi karena Allah dalam Kristus Yesus telah lebih dahulu memberi hidupNya untuk kita.
Pada sisi yang lain teks kita juga menyebutkan tentang upah yang akan diterima oleh setiap orang yang memberi. Bahwa Allah berjanji dan memberikan jaminan bagi setiap orang yang memberi pasti mendapat upahnya. Tetapi, penerimaan upah itu sangat tergantung dari motivasi orang yang memberi tersebut. Artinya bila ia memberi dengan motivasinya agar dirinya dihormati, maka upahnya sudah diterima yaitu penghormatan dari orang-orang yang menerima pemberiannya. Dalam ayat 2 bagian akhir disebutkan ; “….supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya”.    
Tetapi kalau dia memberi dengan motivasi agar Allah dimuliakan, (memberi dengan tersembunyi,…seng ada orang tahu,…hanya Allah yang tahu,  maka Allah akan membalasnya, sesuai dengan cara dan maksud Allah.(ayat 4 akhir).
Nah, bagaimana dengan kita ??? Apakah motivasi kita sudah benar dalam soal memberi  ???     Hendaklah masing-masing orang menjawabnya, karena ia sendiri yang mengetahuinya.             

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Hal kedua yang mau disampaikan adalah ; Gereja yang memberi adalah gereja yang memulihkan orang-orang lemah.
Memberi sedekah dalam bahasa asli Alkitab artinya “kemurahan hati”.  Bahwa dengan dasar kemurahan hati, maka orang yang berkelebihan memberikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.
Di Israel, disamping ada kewajiban untuk memelihara orang miskin, juga dianjurkan untuk memberikan sedekah kepada orang miskin. Sedekah itu diberikan dalam bentuk makanan, barang atau uang agar orang-orang miskin dapat menjalani hidupnya.
Dalam Ulangan 15:7-11, disebutkan disana bahwa pada  saat umat Tuhan hidup dalam berkat Allah, mereka  diperintahkan Allah untuk memberi sedekah. Perintah itu antara lain ;
-   Jangan engkau menegarkan hati kepada orang miskin, tetapi engkau harus membuka tanganmu lebar-lebar baginya…
-    Janganlah engkau berdukacita apabila engkau memberi kepadanya sebab oleh karena hal itulah Tuhan Allahmu akan memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu dan dalam segala usahamu.”
Kenyataan ini menegaskan kepada kita bahwa setiap orang yang punya kelebihan bertanggung jawab untuk membantu kehidupan orang miskin dan memulihkan mereka menjadi orang-orang yang memiliki hidup layak.
Dalam konteks ini maka memberi kepada orang miskin, harus dilakukan dengan sepenuh hati bukan dengan separuh hati.
Memberi dalam konteks ini mesti dilakukan dengan kerelaan dan bukan karena keterpaksaan.
Memberi dalam konteks ini, bukan lagi soal darimana dia, apa agamanya, apa budayanya dstnya. Tetapi bahwa dia adalah manusia ciptaan Allah yang miskin dan membutuhkan pertolongan, dan karena itu harus diberi.
Memberi dalam konteks ini tidak harus mempersoalkan berapa banyak yang sudah diberi, tetapi apakah mereka sudah menjadi orang yang mandiri atau masih tergantung kepada pemberian saya. (“orang yang terus membuka tangan”).
Memberi dalam konteks ini menunjuk kepada sebuah perbuatan Ibadah yang berkenaan kepada Allah.  

Saudara-saudara kekasih Kristus !!!
Pada sisi yang lain, banyak orang juga mempersoalkan apa yang bisa saya beri, karena saya bukan orang yang berkelimpahan. Kadang kita merasa kita tidak punya sesuatu untuk diberi kepada orang lain. Pada hal kalau kita memahami berbagai anugerah dan talenta yang Tuhan berikan kepada kita, maka sebenarnya ada saja yang bisa kita sumbangkan. Mungkin ; kita memberikan waktu kita untuk mendengarkan keluhan anak-anak kita, teman kerja kita. Mungkin kita memberi waktu kita untuk menasihati orang lain yang membutuhkan nasehat kita. Mungkin kita memberikan tenaga kita, pikiran kita untuk membantu pelayanan gereja, ibu janda, anak yatim piatu dstnya. Itu adalah potensi yang bisa kita beri. Dan inilah adalah harapan baru yang gereja lakukan untuk memulihkan kehidupan orang-orang percaya yang terhimpit bukan saja dalam soal ekonomi, tetapi juga dalam kehidupan secara utuh. Tuhan memberkati kita, Dirgahayu PGI di usiamu yang ke 62. Amin.

Oleh :
Pdt. Jan.Z. Matatula, S.Th.
Sekretaris Klasis Masohi.
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Jemaat GPM Letwaru
Sektor HBI-Waipia, Klasis GPM Masohi. Tanggal 20 Mei 2012.)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar