TEKS
: MATIUS
6 ; 1 - 4.
Syaloom
!!!
Kita masih
berada dalam suasana memperingati peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke sorga.
Peristiwa kenaikan itu sendiri dimaknai sebagai peristiwa berakhirnya masa pelayanan
Yesus sebagai seorang manusia di dunia, untuk menjalankan misi penyelamatan Allah bagi dunia. Yesus
menyelesaikan dengan sempurna tanpa kurang sesuatu apapun misi penyelamatan
yang diberikan BapaNya kepadaNya. Peristiwa ini memperlihatkan tentang
wujud kesetiaan dan ketaatan Yesus atau komitmen Yesus terhadap perintah
BapaNya.
Serentak dengan itu peristiwa kenaikan Yesus ke sorga juga, menghadirkan hal penting bagi Petrus dan temannya dalam kapasitas mereka sebagai murid Yesus. Hal penting
yang dimaksudkan adalah ;
1.
Para murid harus melanjutkan misi
penyelamatan yang telah Yesus lakukan. Mereka tidak boleh berhenti
mewartakan kabar sukacita itu setelah Yesus kembali ke sorga. Hal itu jelas
disampaikan Yesus dalam amanat agungnya yaitu ;
“Pergilah jadikan semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Ku perintahkan kepadamu, dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman” (Matius 28 19-20).
2.
Para
murid mesti menjadi orang-orang yang mandiri. Bahwa dalam melakukan misi penyelamatan itu,
mereka akan diperhadapkan dengan berbagai resiko. Resiko itu mungkin berupa ; penganiayaan,
kekerasan, pembunuhan dan kematian yang akan dialaminya. Karena itu
kemandirian menjadi penting
bagi murid-murid Yesus. Sebab Yesus tidak lagi bersama mereka, untuk menolong
mereka ketika ada masalah.
3.
Para murid juga harus menumbuhkan
kehidupan spiritualnya dengan baik dalam bentuk; membangun persekutuan
hidup, meningkatkan kebersamaan diantara mereka, sehati dan sepikir dalam bertindak dan rajin berdoa.
Semua hal yang
disebutkan di atas mengarahkan pikiran kita untuk memahami bahwa “kita” sebagai murid-murid Yesus, yang
bersekutu dalam persekutuan yang disebut gereja, punya tanggung jawab besar untuk terus
memberitakan kabar baik itu sampai akhir zaman.
Dan
kita bersyukur bahwa Gereja Protestan Maluku bersama-sama dengan Gereja-Gereja
Anggota PGI masih diberikan kesempatan oleh Tuhan sebagai alatNya yang hebat
untuk melakukan Amanat Agung itu. Kepercayaan Tuhan itu terwujud dengan dianugerahkannya setahun usia bertambah bagi
PGI, pada tanggal 25 Mei 2012 nanti menjadi 62 tahun.
Nah
salah satu bentuk dari upaya Gereja, termasuk Gereja-Gereja Anggota PGI di
usianya yang baru untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah kepada manusia dan
dunia itu dimaknai melalui Tema Bulanan kita ; “Gereja di baharui untuk
membawa harapan baru”
Artinya bagaimana
Gereja-Gereja Anggota PGI harus
selalu membaharui dirinya sehingga mampu menghadirkan harapan baru, di tengah-tengah konteks kehidupan masyarakat yang
memprihatinkan. Terutama memberikan harapan baru bagi umat yang berada
dalam berbagai bentuk kemiskinan.
Bagaimana
caranya Gereja bersikap terhadap kondisi ini, mari kita belajar dari teks
bacaan kita tadi, Injil Matius 6 ; 1-4.
Saudara-saudari
yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Hal
pertama yang mau disampaikan adalah ; Gereja yang menghadirkan
harapan baru adalah gereja yang memberi.
Kalau kita bicara
tentang memberi sebetulnya bukan hal
yang baru dan asing bagi orang-orang Kristen, termasuk kita semua.
Sebab memang
dalam pelayanan gereja kita, kita dibiasakan dengan berbagai bentuk pemberian.
Katakanlah pemberian dalam bentuk ; Persembahan syukur panen, Ulang tahun
kelahiran dan pernikahan. Persembahan Persepuluhan
dan Ulu Hasil. Ada juga berupa tanggungan
pelayanan. Kolekte-kolekte…. Belum lagi ditambah dengan berbagai tanggungan
untuk kegiatan-kegiatan gerejawi lainnya (sidang jemaat, wisata keesaan dll). Jadi
memang memberi dalam kehidupan berjemaat itu adalah hal yang biasa.
Namun
pertanyaan yang patut dikedepankan di
tengah-tengah berbagai akta pemberian kita itu adalah ; apakah semua bentuk pemberian
itu telah dilakukan dengan motivasi yang benar ???
Pertanyaan
ini penting untuk dikedepankan, oleh karena ada banyak orang memberi, tetapi
dengan motivasi yang tidak benar.
Misalnya; orang yang memberi, supaya dapat
pahala dan dosa-dosanya diampuni, agar masuk sorga. Ada orang yang memberi supaya dipuji orang lain. Ada orang
yang memberi untuk meningkatkan popularitasnya.
Ada orang yang memberi supaya orang yang menerima pemberiannya tergantung kepadanya, termasuk
gereja.
Ada orang yang
memberi supaya melalui pemberiannya ia dapat
mempengaruhi orang lain agar mengikuti kemauannya. Apalagi dalam musim
Pilkada seperti ini ??? Dll. Ini
motivasi yang salah dalam mengaktakan sebuah pemberian yang benar. “Ini
namanya pemberian yang ada maunya”. Jadi karena ada maunya maka dia
memberi.
Saudara-saudara
pada zaman Yesus ternyata kecenderungan yang sama juga terjadi dikalangan
orang-orang Yahudi dalam soal memberi, khususnya “memberi sedekah”,
sebagai salah satu kewajiban keagamaan mereka.
Bagi orang Yahudi ada 2 motif
yang mendasari mereka memberikan sedekah yaitu ;
1.
Sedekah
dipandang sebagai sesuatu yang sangat berpahala. Pahala itu antara lain
;
a.
Dengan memberi
sedekah, maka akan melepaskan manusia dari maut dan menyelamatkan dia dalam
hidup”. (kitab apokrif Tobias (12:9).
b.
Sedekah itu dilukiskan ”Seperti air memadamkan
api yang bernyala-nyala” Artinya dengan memberi sedekah maka akan menghapuskan
dosa, dan hakim tertinggi akan mengingatkan pada zaman akhirat serta akan
menolongnya dari kesengsaraan”. (kitab Yesus Sirakh 3:33).
Karena itu
mereka berlomba untuk memberikan sedekah.
2. Sedekah dianggap sebagai perbuatan
kebajikan. Biasanya orang
yang terkenal sebagai pembuat “kebajikan” mendapat tempat yang terhormat dalam
rumah-rumah ibadat. Nama mereka disebut-sebut dengan hormat. Oleh sebab itu
orang-orang Yahudi (farisi) mempunyai kebiasaan
untuk mengumpulkan fakir miskin dengan trompet, dan kemudian
membagi-bagikan sedekahnya dengan disaksikan orang banyak, supaya mereka
dikenal sebagai pembuat kebajikan.
Nah, saudara-saudari, memberi dengan motivasi seperti ini di tolak oleh Yesus. Yesus kemudian menghadapkan suatu motif yang
baru dalam soal memberi, yang sama sekali berbeda dengan pandangan orang
Yahudi. Dengan tegas Ia katakan: “Tetapi
jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang
diperbuat tangan kananmu”. Artinya,
apabila anda memberi, maka seorangpun di atas bumi ini janganlah ada yang
mengetahui. Pemberian itu mesti dirahasiakan dari orang lain. Bahkan orang yang menerima pemberian itu
hendaknya tidak perlu tahu, apakah pemberian itu ia kuterima dari si Polan atau
si Anu. Yang perlu dia tahu adalah Pemberian yang diterimanya adalah karena
kehendak Tuhan. Pertolongan yang diperolehnya melalui pemberian itu berasal
dari Tuhan.
Jadi bagi Yesus, memberi itu mesti didasari
dengan motivasi Allah dimuliakan dalam setiap pemberian yang dilakukan dan bukan supaya orang yang memberi
dimuliakan. Bagi Yesus
bukan soal bagaimana bentuk pemberian itu, dan berapa besar nilai pemberian itu yang penting.
Tetapi yang penting disitu adalah ketika
aksi memberi itu dilakukan maka Allah dimuliakan.
Saudara-saudaraku,…Kalau Allah yang
dimuliakan sebagai dasar dari motivasi memberi, maka ;
- Orang tidak kikir dalam memberi.
Sebab bukankah Tuhan yang empunya segala sesuatu termasuk harta yang dimilikinya
dan pemberian yang diberinya ???
- Demikian
pula orang tidak akan
bersungut-sungut dan berbantah-bantahan dalam memberi bagi pelayanan
gereja. Karena ia tahu bahwa Tuhan
adalah sumber berkat dan hidup, dan ia tidak akan berkekurangan ketika ia
memberi untuk Tuhan.
- Ia
juga tidak akan marah-marah
bila pemberiannya di gereja, tidak diumumkan Majelis Jemaat, karena lupa
ditulis di buku pengumuman. Sebab Tuhan tahu apa yang anda berikan. Tidak ada
satupun pemberianmu yang tertutup dimata Tuhan.
- Demikian
pula orang tidak akan menggunakan pemberiannya kepada gereja untuk kepentingan politik.
Karena Tuhan tidak akan membiarkan gerejaNya tergantung pada penguasa politik.
Gereja itu adalah milik Tuhan dan hidup dan matinya ada di tangan Tuhan, bukan
di tangan penguasa atau pimpinan politik misalnya.
- Demikian
pula orang tidak akan memberi kepada orang miskin untuk kepentingan politik. Sebab Tuhan berpihak kepada orang
miskin dan dengan caraNya yang perkasa Ia menyelamatkan orang miskin. Bahkan Ia
menggunakan penguasa untuk menyelamatkan orang miskin, tanpa mereka
menyadarinya.
Karena itu sebagai gereja, sebagai
orang-orang percaya, kita harus membaharui komitmen kita dalam soal memberi.
Jangan kita memberi karena ada maunya, tetapi kita memberi karena Allah dalam
Kristus Yesus telah lebih dahulu memberi hidupNya untuk kita.
Pada sisi yang lain
teks kita juga menyebutkan tentang
upah yang akan diterima oleh setiap orang yang memberi. Bahwa Allah berjanji dan memberikan jaminan bagi
setiap orang yang memberi pasti mendapat upahnya. Tetapi, penerimaan
upah itu sangat tergantung dari motivasi orang yang memberi tersebut. Artinya
bila ia memberi dengan motivasinya agar dirinya dihormati, maka upahnya sudah
diterima yaitu penghormatan dari orang-orang yang menerima pemberiannya. Dalam
ayat 2 bagian akhir disebutkan ; “….supaya mereka dipuji orang. Aku berkata
kepadamu sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya”.
Tetapi kalau dia
memberi dengan motivasi agar Allah dimuliakan, (memberi dengan
tersembunyi,…seng ada orang tahu,…hanya Allah yang tahu, maka Allah akan membalasnya, sesuai dengan
cara dan maksud Allah.(ayat 4 akhir).
Nah, bagaimana dengan
kita ??? Apakah motivasi kita sudah benar dalam soal memberi ??? Hendaklah
masing-masing orang menjawabnya, karena ia sendiri yang mengetahuinya.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan
Yesus !!!
Hal
kedua yang mau disampaikan adalah ; Gereja yang memberi adalah
gereja yang memulihkan orang-orang lemah.
Memberi
sedekah dalam bahasa asli Alkitab artinya “kemurahan hati”. Bahwa dengan dasar kemurahan hati, maka orang
yang berkelebihan memberikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan.
Di Israel,
disamping ada kewajiban untuk memelihara orang miskin, juga dianjurkan untuk memberikan sedekah kepada
orang miskin. Sedekah itu diberikan dalam bentuk makanan, barang atau uang agar
orang-orang miskin dapat menjalani hidupnya.
Dalam Ulangan
15:7-11, disebutkan disana bahwa pada saat umat Tuhan hidup dalam berkat Allah,
mereka diperintahkan Allah untuk memberi
sedekah. Perintah itu antara lain ;
- Jangan
engkau menegarkan hati kepada orang miskin, tetapi engkau harus membuka
tanganmu lebar-lebar baginya…
- Janganlah engkau berdukacita
apabila engkau memberi kepadanya sebab oleh karena hal itulah Tuhan Allahmu
akan memberkati engkau dalam segala pekerjaanmu dan dalam segala usahamu.”
Kenyataan ini
menegaskan kepada kita bahwa setiap orang yang punya kelebihan
bertanggung jawab untuk membantu kehidupan orang miskin dan memulihkan mereka
menjadi orang-orang yang memiliki hidup layak.
Dalam konteks
ini maka memberi kepada orang miskin, harus dilakukan dengan sepenuh hati bukan
dengan separuh hati.
Memberi dalam
konteks ini mesti dilakukan dengan kerelaan dan bukan karena keterpaksaan.
Memberi dalam
konteks ini, bukan lagi soal darimana dia, apa agamanya, apa budayanya dstnya.
Tetapi bahwa dia adalah manusia ciptaan Allah yang miskin dan membutuhkan
pertolongan, dan karena itu harus diberi.
Memberi dalam
konteks ini tidak harus mempersoalkan berapa banyak yang sudah diberi,
tetapi apakah mereka sudah menjadi orang yang mandiri atau masih tergantung
kepada pemberian saya. (“orang yang terus membuka tangan”).
Memberi dalam
konteks ini menunjuk kepada sebuah perbuatan Ibadah yang
berkenaan kepada Allah.
Saudara-saudara
kekasih Kristus !!!
Pada
sisi yang lain, banyak orang juga mempersoalkan apa yang bisa saya beri, karena
saya bukan orang yang berkelimpahan. Kadang kita merasa kita tidak punya
sesuatu untuk diberi kepada orang lain. Pada hal kalau kita memahami berbagai
anugerah dan talenta yang Tuhan berikan kepada kita, maka sebenarnya ada saja
yang bisa kita sumbangkan. Mungkin ; kita memberikan waktu kita untuk
mendengarkan keluhan anak-anak kita, teman kerja kita. Mungkin kita memberi
waktu kita untuk menasihati orang lain yang membutuhkan nasehat kita. Mungkin
kita memberikan tenaga kita, pikiran kita untuk membantu pelayanan gereja, ibu
janda, anak yatim piatu dstnya. Itu adalah potensi yang bisa kita beri. Dan inilah
adalah harapan baru yang gereja lakukan untuk memulihkan kehidupan orang-orang
percaya yang terhimpit bukan saja dalam soal ekonomi, tetapi juga dalam
kehidupan secara utuh. Tuhan memberkati kita, Dirgahayu PGI di usiamu yang ke
62. Amin.
Oleh
:
Pdt.
Jan.Z. Matatula, S.Th.
Sekretaris
Klasis Masohi.
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Jemaat GPM
Letwaru
Sektor HBI-Waipia, Klasis GPM Masohi. Tanggal 20 Mei
2012.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar