TEKS
: KEJADIAN
45 ; 1-9
Syaloom !!!
Ada
pepatah yang mengatakan “Tidak kenal tidak sayang, sudah kenal baru
sayang”. Ya,…. wajar saja. Sebab mana
ada orang asing (orang yang tidak kita
kenal), orang yang tidak kita ketahui asal usulnya, kita sudah mengatakan rasa
simpati kita kepadanya. Tidak ada !!!
Biasanya jika kita sudah mengenal
siapa dia, darimana asal usulnya, barulah kita mau bergaul dengannya,
menyatakan simpati kita, dan mengungkapkan rasa sayang kita kepadanya.
Namun
yang ini, luar biasa “bukan kenal baru sayang”. Tapi “setelah kenal ketakutan”,
“setelah kenal gemetaran”. Itulah
sikap yang muncul dikalangan saudara-saudara Yusuf ketika Yusuf memperkenalkan
dirinya. “Akulah Yusuf”. Sebetulnya pengungkapan diri Yusuf kepada
saudara-saudaranya, mesti disambut dengan sukacita, mesti disambut dengan
pelukan rindu, bukankah sudah sekian tahun mereka berpisah. Tapi yang terjadi
adalah mereka tetap berdiri di tempat, dengan sekujur tubuh yang gemetaran,
dengan muka yang pucat pasih, dengan
sikap seorang terdakwa yang siap
dihukum.
Pertanyaan
kritis kita adalah kenapa mereka takut dan gemetaran dihadapan saudaranya
sendiri ? Ya karena yang ada dihadapan
mereka adalah adik mereka sendiri, yang
telah mereka perlakukan secara bengis dan kasar. Dan adik yang diperlakukan
secara bengis dan kasar itu kini menjadi penguasa
atas seluruh tanah Mesir dan sangat berpengaruh dalam menentukan masa depan bangsa
itu.
Mereka
takut dan gentar karena merasa bersalah atas perlakukan yang
telah mereka lakukan terhadap adik sendiri.
Mereka ketakutan karena rancangan mereka untuk menghancurkan masa
depan adiknya sendiri tidak tercapai.
Mereka
ketakutan karena berita rekayasa yang dibuat untuk ayahnya tentang kematian
saudaranya pasti terbongkar. Dan ayah mereka akan mengetahui kebohongan mereka. Yusuf masih hidup. Itu tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Yusuf menjadi penguasa.
Itu sama sekali berada di luar perhitungan mereka. Inilah yang Alkitab bilang
rancanganKu bukanlah rancanganmu.
Karena itu, belajar dari kenyataan seperti ini maka sebagai orang
percaya kita diajak untuk jangan pernah merancang kejahatan terhadap kehidupan
orang lain. Jangan pernah merancang kebinasaan bagi masa depan orang lain.
Jangan pernah menciptakan dan menghembuskan gossip murahan untuk menjelekan kehidupan orang lain. Karena
apa ? Karena segala rancangan jahat, yang dirancang untuk menghancurkan orang
lain, pasti Tuhan akan menyingkapkannya pada waktunya yang terkadang tidak
pernah kita duga.
Ingat, Tuhan tidak pernah menghendaki
anak-anakNya merancang hal yang jahat bagi
sesamanya. Yang dikehendaki Tuhan adalah
rancanglah rancangan yang baik untuk
orang lain, apalagi saudaramu sendiri. Dan kalau Tuhan menyingkap rancangan
kejahatan yang yang dirancang untuk sesama, maka bukan cuma takut dan
gemetaran, tetapi orang bilang mau taru muka dimana lai ???? Maluuuuuuuuuuu….
Pertanyaan
kita berikutnya adalah mengapa saudara-saudaranya merancang kebinasaan bagi Yusuf
adik mereka ??? Ya karena mereka tidak mau menerima kenyataan
bahwa satu saat Yusuf akan menduduki tempat penting dan semua
mereka harus tunduk kepadanya.
Mereka
tidak mau menerima kehendak Tuhan yang telah disampaikan dalam
mimpi bahwa satu saat Yusuf akan menjadi orang penting melebihi mereka. (bd.
Pasal 37). Katakanlah mereka begitu iri dan
cemburu kepada adik mereka,
bila kelak ia akan memiliki
jabatan dan kedudukan yang lebih dari mereka.
Mereka
takut kehilangan pamoritas, sebagai kakak yang harus dihargai,
dihormati dan dijunjung tinggi. Inilah
sebetulnya yang menjadi inti dari
kecemburuan saudara-saudara Yusuf.
Sebetulnya
mereka harus bangga bila ada diantara saudara sendiri yang akan terpilih untuk
menempati posisi-posisi penting dalam mengemban kehidupan ini, tetapi bukan iri
dan cemburu.
Kenyataan seperti ini juga berkembang
sangat kuat dalam kehidupan masyarakat kita
akhir-akhir ini. Bukan Cuma
saudara-saudara Yusuf, tetapi banyak orang Kristen yang tidak sudi menerima
kenyataan bahwa ada orang lain yang dapat menduduki jabatan dan kedudukan
penting melebihi mereka.
Mereka cemburu, mereka iri hati atas
kelebihan dan kesempatan yang dimiliki orang lain untuk menduduki jabatan dan
kedudukan penting.
Banyak orang Kristen yang melihat
potensi yang dimiliki saudaranya sebagai ancaman yang dapat menghilangkan pamoritasnya di
tengah-tengah masyarakat. Karena itu tidak heran kalau mereka berusaha dengan
berbagai cara (sesuai hukum maupun di luar aturan hukum) untuk menghancurkan
saudara-saudaranya sendiri.
Sebetulnya
sangat pantas, bila sesorang punya kualifikasi tertentu, mungkin ilmu yang
dimilikinya, pengalaman yang ada
padanya, ia mendapat jabatan-jabatan penting dalam berbagai bidang
kehidupan. Kenapa mesti cemburu, kenapa mesti iri hati. Seharusnya kita menerima kenyataan bahwa
kalau si A atau si B mendapat jabatan
ini atau itu, maka itu adalah sebuah anugerah Tuhan yang diberikan kepadanya,
dan karena itu pantas disambut dengan sukacita dan syukur.
Yusuf
tidak pernah membayangkan bahwa sebagai seorang budak di Mesir, ia akan
menduduki jabatan sebagai penguasa di istana Firaun. Yusuf tidak pernah
menguber-uber untuk menjadi mangkubumi di tanah Mesir. Karena itu tidak ada
politik uang, tidak ada uang sogok, tidak ada daftar les tanda tangan yang
diantar dari rumah ke rumah untuk mencari dukungan publik, sebagaimana yang
dipraktekan banyak orang di zaman ini
ketika hendak menduduki suatu jabatan baik di bidang pemerintahan maupun
legislatif.
Ada istilah,…. Mau jabatan ini,….
gampang yang penting ada uang. Mau jabatan itu,….gampang yang penting ada doe.
Tapi ketika jabatan sudah disandang, kedudukan sudah mapan, dia mulai peras
orang lain untuk menggantikan modal yang tadi dikeluarkan.
Menyedihkan,…….rakyat kecil sengsara,……..bawahan sengsara !!!
Saudara Modal yang ada pada Yusuf sehingga ia menjadi mangkubumi di Mesir adalah
Ketaatan dan kesetiaannya melakukan kehendak Allah.
Dan ini juga yang mesti menjadi modal
bagi setiap orang percaya untuk memiliki jabatan dan kedudukan yang penting
dalam masyarakat.
Seterusnya penulis menjelaskan bahwa
sikap Yusuf yang ditampilkan dalam perjumpaan dengan saudara-saudaranya jauh berbeda dengan apa yang dibayangkan
mereka. Yusuf tidak marah, Yusuf tidak
dendam. Rekayasa Yusuf untuk mengembalikan
uang saudara-saudaranya di mulut karung saudara-saudaranya dan meletakan cangkir
peraknya di mulut karung Benjamin adiknya, hanya bertujuan untuk menguji
perilaku mereka. Apakah mereka sudah menjadi orang-orang yang jujur atau belum. Sebab tempo dulu mereka
telah melakukan perkara yang tidak jujur kepadanya. Karena itu ia ingin
mengamati apakah ada pembaharuan sikap hidup mereka atau belum, dan bukan untuk
balas dendam.
Yang ada dalam diri Yusuf saat ini
adalah Kerinduan. Ia rindu untuk membangun lagi hubungan yang mesra,
penuh cinta kasih diantara adik-kakak. Ia ingin membangun persekutuan hidup
yang mesra diantara saudara bersaudara.
Bukan Cuma itu Ia juga rindu untuk
membangun lagi sebuah kehidupan yang penuh cinta antara orang tua dan anak,
yang penuh dengan keterbukaan dan kejujuran. Itulah kerinduannya. Dan dalam
kerinduan itu ia berpesan kepada ayahnya lewat saudara-saudaranya: “……datanglah mendapatkan aku jangan
tunggu-tunggu”. (ayat 9). Ia ingin membahagiakan orang tuanya dengan
segala yang ia miliki saat ini.
Bahkan karena begitu kuatnya kerinduan
itu, ia menangis meraung-raung, sehingga tangisannya terdengar sampai ke
seluruh istana (ayat 2). Tangisan kebahagiaan dan kerinduan. Ia ingin
mendekap mereka dalam dekapan seorang
saudara yang memberikan pengampunan dengan tulus, karena itu dia katakan :
“Marilah dekat-dekat”. Ternyata bukan pembalasan, dan juga bukan hukuman yang
ditimpakan Yusuf kepada
saudara-saudaranya, tetapi kasih sayang yang dicurahkan kepada mereka.
Ternyata mengampuni orang lain
bukan hal yang gampang dan mudah untuk
dilakukan dalam keseharian hidup kita. Banyak orang Kristen malah yang menganut
paham Pembalasan lebih kejam dari perbuatan. Paham
inilah yang selalu mendorong banyak orang untuk melakukan balas dendam
dan bukan pengampunan bagi orang yang bersalah kepada kita.
Orang selalu mencari kesempatan dan
kelemahan orang lain untuk melakukan balas dendam. Kalau seseorang karena kelemahannya dan lalu
ia melakukan hal yang menyakitkan hati kita, maka kita selalu cari kesempatan
untuk balas dendam.
Balas dendam itu dilakukan dengan cara
menghancurkan usaha orang lain. Balas dendam dengan cara menghalang-halangi peningkatan karier orang
lain. Balas dendam dengan cara magis, mencelakai sampai dengan membunuh.
Kasihan kalau orang Kristen bersikap seperti ini.
Yang harus dilakukan setiap orang
Kristen menghadapi kenyataan seperti itu adalah harus selalu siap untuk
memberikan pengampunan kepada orang lain. Bukankah Yesus juga telah mengampuni
segala pelanggaran dan dosa kita, kenapa
kita tidak ????
Dalam kaitan dengan baptisan kudus yang
dilayangkan bagi anak-anak kita, maka sebagai orang tua kita punya tanggung
jawab untuk menanamkan satu nilai yang kelihatannya sederhana tetapi punya
dampak besar bagi masa depan anak-anak kita adalah nilai pengampunan.
Ajarlah anak-anak kita untuk rela
mengampuni orang yang bersalah kepadanya. Ajarlah anak-anak kita untuk bersikap
kasih diantara saudara bersaudara. Sebagai
orang tua kita juga dituntut untuk
memberikan kasih yang seimbang kepada semua anak yang ada dalam keluarga kita.
Jangan pilih kasih sebagaimana yang dilakukan Izak kepada Yusuf, yang akhirnya
justru membangkitkan kemarahan saudara-saudaranya.
Nilai Pengampunan yang begitu kuat yang
muncul dalam sikap Yusuf terhadap saudara-saudaranya yang telah merancang
kejahatan kepadanya adalah karena ia yakin bahwa segala yang terjadi
dalam hidup ini tidak lepas dari rencana
Allah.. Bahwa petaka yang menimpa dirinya adalah juga bagian dari
rencana Allah. Karena itu dengan
tegas ia katakan : “janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri,
karena kamu menjual aku kesini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah
menyuruh aku mendahului kamu” (ayat 5).
Pernyataan ini menegaskan bahwa Allah selalu bertindak untuk memelihara umat
yang dikasihiNya dengan berbagai cara, yang terkadang tidak bisa
diterima dengan akal manusia.
Bayangkanlah kalau andaikan Yusuf tidak
di jual ke Mesir apakah mungkin ia dapat menjadi seorang penguasa di Mesir ???
Tidak mungkin.
Bayangkanlah kalau Yusuf tidak menjadi
penguasa di Mesir, apakah mungkin saudara-saudaranya dapat memiliki makanan
yang cukup dan tempat tinggal yang nyaman di Mesir, sehingga mereka terbebas
dari kelaparan dalam rentan waktu 7 tahun itu ??? Itu tidak mungkin.
Karena itu Yusuf mengajak
saudara-saudaranya untuk memandang setiap peristiwa yang dialami dengan
paradigma baru. Yaitu melihat peristiwa-peristiwa yang negatif, yang
menjengkelkan hidup, yang menyengsarakan hidup kita dalam terang
kehendak dan rencana Allah.
Banyak orang yang cenderung membuang
kesalahan pada pihak tertentu (orang lain),
ketika ia mengalami musibah atau berbagai kegagalan dalam hidup ini.
Banyak orang yang menuduh orang lain sebagai biang kerok dari berbagai
kecelakaan dan kesengsaraan yang dialaminya.
Kalau anak sakit, pasti bapa pung
salah. Kalau usaha kurang berhasil pasti orang “banakal”. Dst. Yang patut
dilakukan orang-orang percaya saat ini ketika diperhadapkan dengan
peristiwa-peristiwa seperti itu adalah koreksi diri lalu cari Tuhan,
Tanya Tuhan dalam pergumulan, apa maksud dan rencana Tuhan. Itulah yang
patut dilakukan.
Rupanya kehadiran Yusuf di Mesir, bukan
cuma demi kepentingan hidup keluarganya.
Bukan Cuma untuk lestarinya keturunan
Israel. Tetapi juga untuk menjaga lestarinya sebuah Kerajaan besar (Mesir).
Ia hadir sebagai orang asing di tanah
Mesir, tetapi merasa bertanggung jawab untuk membangun negeri
itu. Ia merasa terpanggil untuk menggunakan segala potensi yang
dimilikinya demi kehidupan umat manusia.
Kenyataan ini mengisyaratkan kepada
kita bahwa bukan soal orang asing atau orang asli. Bukan soal orang pendatang
atau orang asli. Yang penting adalah
setiap orang (entah pendatang atau asli) harus punya komitmen yang
kuat untuk memberikan kehidupan
bagi negeri dan masyarakat dimana ia berada.
Baik orang pendatang atau orang asli
mesti punya komitmen yang sama untuk mengusahakan kesejahteraan
bagi negeri dimana ia berada. Baik orang
pendatang atau orang asli mesti punya komitmen yang sama untuk menggunakan
seluruh potensi sumber daya yang ada demi kesejahteraan negeri dimana
ia berada.
Karena itu sebagai orang Kristen kita
ditantang untuk tidak berpikir diskriminatif, dengan selalu menghembuskan
pernyataan orang pendatang dan orang asli yang ujung-ujungnya dapat
menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat kita.
Tapi yang harus dilakukan adalah jangan pernah mempersoalkan orang pendatang
atau orang asli. Tapi persoalkanlah seberapa kuat dan besarnya
komitmen dan kontribusi kita sebagai anak Tuhan di negeri ini untuk
mensejahterakan semua makhluk yang hidup dan membangun kehidupannya kini dan
disini.
Kalau kita punya komitmen yang sama
maka pasti tidak ada orang meninggalkan tempat tugasnya berbulan-bulan dengan
berbagai alasan. Kalau kita punya komitmen yang sama maka pasti tidak ada orang
yang hanya pandai berkomentar, tetapi tidak mau bertangan kotor untuk membangun
negeri ini. Kalau kita punya komitmen
yang sama maka tidak ada orang yang
menggunakan jabatannya dan kekuasaannya untuk menekan orang lain demi
kepentingan dirinya dan kelompoknya sendiri.
Tetapi sekali lagi, kita akan
bersama-sama terlibat dalam proses memberikan nuansa baru bagi kehidupan yang
penuh harapan di negeri ini apapun tantangannya. Tuhan memberkati kita, amin.
Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th.
(Ketua Majelis Jemaat GPM Dobo)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gereja Bethel–
Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru. 14 September 2003.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar