HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Selasa, 01 Oktober 2013

JADILAH PRIBADI YANG MENGAMPUNI



TEKS   : KEJADIAN  45 ; 1-9
 

Syaloom !!!
Ada pepatah yang mengatakan “Tidak kenal tidak sayang, sudah kenal baru sayang”.  Ya,…. wajar saja. Sebab mana ada  orang asing (orang yang tidak kita kenal), orang yang tidak kita ketahui asal usulnya, kita sudah mengatakan rasa simpati kita kepadanya. Tidak ada !!!  Biasanya jika  kita sudah mengenal siapa dia, darimana asal usulnya, barulah kita mau bergaul dengannya, menyatakan simpati kita, dan mengungkapkan rasa sayang kita kepadanya.
Namun yang ini, luar biasa “bukan kenal baru sayang”. Tapi “setelah kenal ketakutan”, “setelah kenal gemetaran”.  Itulah sikap yang muncul dikalangan saudara-saudara Yusuf ketika Yusuf memperkenalkan dirinya.  “Akulah Yusuf”.  Sebetulnya pengungkapan diri Yusuf kepada saudara-saudaranya, mesti disambut dengan sukacita, mesti disambut dengan pelukan rindu, bukankah sudah sekian tahun mereka berpisah. Tapi yang terjadi adalah mereka tetap berdiri di tempat, dengan sekujur tubuh yang gemetaran, dengan muka yang  pucat  pasih, dengan  sikap  seorang terdakwa yang siap dihukum.
Pertanyaan kritis kita adalah kenapa mereka takut dan gemetaran dihadapan saudaranya sendiri ?  Ya karena yang ada dihadapan mereka adalah adik mereka sendiri,  yang telah mereka perlakukan secara bengis dan kasar. Dan adik yang diperlakukan secara bengis dan kasar itu kini menjadi penguasa atas  seluruh tanah Mesir dan sangat  berpengaruh dalam menentukan masa depan bangsa itu.
Mereka takut dan gentar karena merasa bersalah atas perlakukan yang telah mereka lakukan terhadap adik sendiri.  Mereka ketakutan karena rancangan mereka untuk menghancurkan masa depan  adiknya sendiri tidak tercapai.
Mereka ketakutan karena berita rekayasa yang dibuat untuk ayahnya tentang kematian saudaranya pasti terbongkar. Dan ayah mereka akan  mengetahui kebohongan mereka.   Yusuf masih hidup.   Itu tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.  Yusuf menjadi penguasa. Itu sama sekali berada di luar perhitungan mereka. Inilah yang Alkitab bilang rancanganKu bukanlah  rancanganmu.
Karena itu, belajar dari  kenyataan seperti ini maka sebagai orang percaya kita diajak untuk jangan pernah merancang kejahatan terhadap kehidupan orang lain. Jangan pernah merancang kebinasaan bagi masa depan orang lain. Jangan pernah menciptakan dan menghembuskan gossip murahan  untuk menjelekan kehidupan orang lain. Karena apa ? Karena segala rancangan jahat, yang dirancang untuk menghancurkan orang lain, pasti Tuhan akan menyingkapkannya pada waktunya yang terkadang tidak pernah kita duga.
Ingat, Tuhan tidak pernah menghendaki anak-anakNya merancang hal yang jahat  bagi sesamanya. Yang dikehendaki  Tuhan adalah rancanglah rancangan  yang baik untuk orang lain, apalagi saudaramu sendiri. Dan kalau Tuhan menyingkap rancangan kejahatan yang yang dirancang untuk sesama, maka bukan cuma takut dan gemetaran, tetapi orang bilang mau taru muka dimana lai ???? Maluuuuuuuuuuu….

Pertanyaan kita berikutnya adalah mengapa saudara-saudaranya merancang kebinasaan bagi Yusuf adik mereka ??? Ya karena mereka tidak mau menerima kenyataan bahwa satu saat Yusuf akan menduduki tempat penting dan semua mereka harus tunduk kepadanya.
Mereka tidak mau menerima kehendak Tuhan yang telah disampaikan dalam mimpi bahwa satu saat Yusuf akan menjadi orang penting melebihi mereka. (bd. Pasal  37).  Katakanlah mereka begitu iri dan cemburu kepada adik mereka,  bila  kelak ia akan memiliki jabatan dan kedudukan yang lebih dari mereka.
Mereka takut kehilangan pamoritas, sebagai kakak yang harus dihargai, dihormati dan dijunjung tinggi.  Inilah sebetulnya yang menjadi inti dari  kecemburuan saudara-saudara Yusuf.
Sebetulnya mereka harus bangga bila ada diantara saudara sendiri yang akan terpilih untuk menempati posisi-posisi penting dalam mengemban kehidupan ini, tetapi bukan iri dan cemburu.
Kenyataan seperti ini juga berkembang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat  kita akhir-akhir ini.  Bukan Cuma saudara-saudara Yusuf, tetapi banyak orang Kristen yang tidak sudi menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang dapat menduduki jabatan dan kedudukan penting melebihi mereka.
Mereka cemburu, mereka iri hati atas kelebihan dan kesempatan yang dimiliki orang lain untuk menduduki jabatan dan kedudukan penting.
Banyak orang Kristen yang melihat potensi yang dimiliki saudaranya sebagai ancaman yang  dapat menghilangkan pamoritasnya di tengah-tengah masyarakat. Karena itu tidak heran kalau mereka berusaha dengan berbagai cara (sesuai hukum maupun di luar aturan hukum) untuk menghancurkan saudara-saudaranya sendiri.
Sebetulnya sangat pantas, bila sesorang punya kualifikasi tertentu, mungkin ilmu yang dimilikinya, pengalaman yang ada  padanya, ia mendapat jabatan-jabatan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Kenapa mesti cemburu, kenapa mesti iri hati.  Seharusnya kita menerima kenyataan bahwa kalau  si A atau si B mendapat jabatan ini atau itu, maka itu adalah sebuah anugerah Tuhan yang diberikan kepadanya, dan karena itu pantas disambut dengan sukacita dan syukur.

Yusuf  tidak pernah membayangkan bahwa sebagai seorang budak di Mesir, ia akan menduduki jabatan sebagai penguasa di istana Firaun. Yusuf tidak pernah menguber-uber untuk menjadi mangkubumi di tanah Mesir. Karena itu tidak ada politik uang, tidak ada uang sogok, tidak ada daftar les tanda tangan yang diantar dari rumah ke rumah untuk mencari dukungan publik, sebagaimana yang dipraktekan banyak orang di zaman  ini ketika hendak menduduki suatu jabatan baik di bidang pemerintahan maupun legislatif.
Ada istilah,…. Mau jabatan ini,…. gampang yang penting ada uang. Mau jabatan itu,….gampang yang penting ada doe. Tapi ketika jabatan sudah disandang, kedudukan sudah mapan, dia mulai peras orang lain untuk menggantikan modal yang tadi dikeluarkan. Menyedihkan,…….rakyat kecil sengsara,……..bawahan sengsara !!!
Saudara Modal yang ada pada Yusuf  sehingga ia menjadi mangkubumi di Mesir adalah Ketaatan dan kesetiaannya melakukan kehendak Allah.
Dan ini juga yang mesti menjadi modal bagi setiap orang percaya untuk memiliki jabatan dan kedudukan yang penting dalam masyarakat.

Seterusnya penulis menjelaskan bahwa sikap Yusuf yang ditampilkan dalam perjumpaan dengan saudara-saudaranya  jauh berbeda dengan apa yang dibayangkan mereka.  Yusuf tidak marah, Yusuf tidak dendam.  Rekayasa Yusuf untuk mengembalikan uang saudara-saudaranya di mulut karung  saudara-saudaranya dan meletakan cangkir peraknya di mulut karung Benjamin adiknya, hanya bertujuan untuk menguji perilaku mereka. Apakah mereka sudah menjadi orang-orang  yang jujur atau belum. Sebab tempo dulu mereka telah melakukan perkara yang tidak jujur kepadanya. Karena itu ia ingin mengamati apakah ada pembaharuan sikap hidup mereka atau belum, dan bukan untuk balas dendam.
Yang ada dalam diri Yusuf saat ini adalah Kerinduan. Ia rindu untuk membangun lagi hubungan yang mesra, penuh cinta kasih diantara adik-kakak. Ia ingin membangun persekutuan hidup yang mesra diantara saudara bersaudara.
Bukan Cuma itu Ia juga rindu untuk membangun lagi sebuah kehidupan yang penuh cinta antara orang tua dan anak, yang penuh dengan keterbukaan dan kejujuran. Itulah kerinduannya. Dan dalam kerinduan itu ia berpesan kepada ayahnya lewat saudara-saudaranya:  “……datanglah mendapatkan aku jangan tunggu-tunggu”.  (ayat 9).  Ia ingin membahagiakan orang tuanya dengan segala yang ia miliki saat ini. 
Bahkan karena begitu kuatnya kerinduan itu, ia menangis meraung-raung, sehingga tangisannya terdengar sampai ke seluruh  istana (ayat 2).      Tangisan kebahagiaan dan kerinduan. Ia ingin mendekap mereka  dalam dekapan seorang saudara yang memberikan pengampunan dengan tulus, karena itu dia katakan : “Marilah dekat-dekat”. Ternyata bukan pembalasan, dan juga bukan hukuman yang ditimpakan Yusuf  kepada saudara-saudaranya, tetapi kasih sayang yang dicurahkan kepada mereka.

Ternyata mengampuni orang lain bukan  hal yang gampang dan mudah untuk dilakukan dalam keseharian hidup kita. Banyak orang Kristen malah yang menganut paham Pembalasan lebih kejam dari perbuatan.  Paham  inilah yang selalu mendorong banyak orang untuk melakukan balas dendam dan bukan pengampunan bagi orang yang bersalah kepada kita.
Orang selalu mencari kesempatan dan kelemahan orang lain untuk melakukan balas dendam.  Kalau seseorang karena kelemahannya dan lalu ia melakukan hal yang menyakitkan hati kita, maka kita selalu cari kesempatan untuk balas dendam.
Balas dendam itu dilakukan dengan cara menghancurkan usaha orang lain. Balas dendam dengan cara  menghalang-halangi peningkatan karier orang lain. Balas dendam dengan cara magis, mencelakai sampai dengan membunuh. Kasihan kalau orang Kristen bersikap seperti ini.
Yang harus dilakukan setiap orang Kristen menghadapi kenyataan seperti itu adalah harus selalu siap untuk memberikan pengampunan kepada orang lain. Bukankah Yesus juga telah mengampuni segala pelanggaran dan dosa kita,  kenapa kita tidak ????
Dalam kaitan dengan baptisan kudus yang dilayangkan bagi anak-anak kita, maka sebagai orang tua kita punya tanggung jawab untuk menanamkan satu nilai yang kelihatannya sederhana tetapi punya dampak besar bagi masa depan anak-anak kita adalah nilai pengampunan.
Ajarlah anak-anak kita untuk rela mengampuni orang yang bersalah kepadanya. Ajarlah anak-anak kita untuk bersikap kasih diantara saudara bersaudara.  Sebagai orang  tua kita juga dituntut untuk memberikan kasih yang seimbang kepada semua anak yang ada dalam keluarga kita. Jangan pilih kasih sebagaimana yang dilakukan Izak kepada Yusuf, yang akhirnya justru membangkitkan kemarahan saudara-saudaranya.

Nilai Pengampunan yang begitu kuat yang muncul dalam sikap Yusuf terhadap saudara-saudaranya yang telah merancang kejahatan kepadanya adalah karena ia yakin bahwa segala yang terjadi dalam hidup ini tidak  lepas dari rencana Allah.. Bahwa petaka yang menimpa dirinya adalah juga bagian dari rencana Allah.  Karena itu dengan tegas ia katakan : “janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku kesini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu” (ayat 5). 
Pernyataan ini menegaskan bahwa  Allah selalu bertindak untuk memelihara umat yang dikasihiNya dengan berbagai cara, yang terkadang tidak bisa diterima dengan akal manusia.
Bayangkanlah kalau andaikan Yusuf tidak di jual ke Mesir apakah mungkin ia dapat menjadi seorang penguasa di Mesir ??? Tidak mungkin.
Bayangkanlah kalau Yusuf tidak menjadi penguasa di Mesir, apakah mungkin saudara-saudaranya dapat memiliki makanan yang cukup dan tempat tinggal yang nyaman di Mesir, sehingga mereka terbebas dari kelaparan dalam rentan waktu 7 tahun itu ??? Itu tidak mungkin.
Karena itu Yusuf mengajak saudara-saudaranya untuk memandang setiap peristiwa yang dialami dengan paradigma baru. Yaitu melihat peristiwa-peristiwa yang negatif, yang menjengkelkan hidup, yang menyengsarakan hidup kita dalam terang kehendak dan rencana Allah.
Banyak orang yang cenderung membuang kesalahan pada pihak tertentu (orang lain),  ketika ia mengalami musibah atau berbagai kegagalan dalam hidup ini. Banyak orang yang menuduh orang lain sebagai biang kerok dari berbagai kecelakaan dan kesengsaraan yang dialaminya. 
Kalau anak sakit, pasti bapa pung salah. Kalau usaha kurang berhasil pasti orang “banakal”. Dst.  Yang  patut dilakukan orang-orang percaya saat ini ketika diperhadapkan dengan peristiwa-peristiwa seperti itu adalah koreksi diri lalu cari Tuhan, Tanya Tuhan dalam pergumulan, apa maksud dan rencana Tuhan. Itulah yang patut dilakukan.
Rupanya kehadiran Yusuf di Mesir, bukan cuma demi kepentingan  hidup keluarganya. Bukan Cuma untuk lestarinya  keturunan Israel. Tetapi juga untuk menjaga lestarinya sebuah Kerajaan besar (Mesir).
Ia hadir sebagai orang asing di tanah Mesir, tetapi merasa bertanggung jawab untuk membangun  negeri  itu. Ia merasa terpanggil untuk menggunakan segala potensi yang dimilikinya demi kehidupan umat manusia.
Kenyataan ini mengisyaratkan kepada kita bahwa bukan soal orang asing atau orang asli. Bukan soal orang pendatang atau orang  asli. Yang penting adalah setiap orang (entah pendatang atau asli)  harus punya komitmen yang kuat  untuk  memberikan kehidupan bagi negeri dan masyarakat dimana ia berada.
Baik orang pendatang atau orang asli mesti punya komitmen yang sama untuk mengusahakan kesejahteraan bagi negeri dimana ia berada.  Baik orang pendatang atau orang asli mesti punya komitmen yang sama untuk menggunakan seluruh potensi sumber daya yang ada demi kesejahteraan negeri dimana ia berada. 
Karena itu sebagai orang Kristen kita ditantang untuk tidak berpikir diskriminatif, dengan selalu menghembuskan pernyataan orang pendatang dan orang asli yang ujung-ujungnya dapat menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat  kita. 
Tapi yang harus dilakukan adalah  jangan pernah mempersoalkan orang pendatang atau orang asli. Tapi persoalkanlah seberapa kuat dan besarnya komitmen dan kontribusi kita sebagai anak Tuhan di negeri ini untuk mensejahterakan semua makhluk yang hidup dan membangun kehidupannya kini dan disini.
Kalau kita punya komitmen yang sama maka pasti tidak ada orang meninggalkan tempat tugasnya berbulan-bulan dengan berbagai alasan. Kalau kita punya komitmen yang sama maka pasti tidak ada orang yang hanya pandai berkomentar, tetapi tidak mau bertangan kotor untuk membangun negeri ini.  Kalau kita punya komitmen yang sama maka tidak ada orang yang  menggunakan jabatannya dan kekuasaannya untuk menekan orang lain demi kepentingan dirinya dan kelompoknya sendiri.
Tetapi sekali lagi, kita akan bersama-sama terlibat dalam proses memberikan nuansa baru bagi kehidupan yang penuh harapan di negeri ini apapun tantangannya. Tuhan memberkati kita, amin.


Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th.
(Ketua Majelis Jemaat GPM Dobo)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gereja Bethel–
Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru. 14 September 2003.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar