TEKS : MAZMUR 55 : 21-24
Syaloom !!!
Dalam
kehidupan ini kita melihat, ada saat-saat di mana seseorang merasa sangat
cemas, merasa ngeri, merasa gelisah….!!!
Ada istri
yang merasa cemas, menunggui suaminya yang sementara memancing di laut dan
belum pulang-pulang juga, sementara angin dan hujan semakin kencang.
Ada ibu
yang merasa ngeri ketika anaknya dipukul babak belur, oleh teman-temannya
sendiri.
Ada murid
yang merasa gelisah karena catatan nyonteknya belum dapat di keluarkan dari
saku baju, karena ada pengawas yang terus mengawasinya, sementara waktu ujian
hampir selesai.
Kita
lihat juga saat ini, ketika Amerika dan sekutu-sekutunya mempersiapkan mesin
perang di Timur tengah, begitu banyak negara yang menjadi sangat cemas, gelisah
dan ngeri membayangkan kalau sampai perang itu terjadi, sehingga dimana-mana
ada demonstrasi mencegah Presiden Amerika George Bush memerangi Irak.
Yang mau
saya hadapkan adalah bahwa dalam realitas hidup ini selalu saja muncul kecemasan, kegelisahan dan
kengerian, akibat berbagai peristiwa yang kita alami, baik yang muncul dari
luar diri kita maupun yang muncul dari dalam diri kita sendiri.
Persoalannya adalah bagaimana sikap yang mesti
ditampilkan setiap orang percaya di tengah-tengah kecemasan, kengerian dan
kegelisahan akibat berbagai peristiwa hidup yang dihadapi. Untuk mencari
jawabannya marilah kita belajar dari pemazmur 55.
Hal pertama yang mau
disampaikan dalam teks kita adalah bersangkutan dengan realita hidup yang penuh
dengan ancaman dan tantangan yang dihadapi pemazmur.
Bahwa
pemazmur pernah merasa sangat cemas, gelisah, ngeri, seram akibat berbagai rancangan penderitaan dan kemalangan yang
dirancang oleh musuh-musuh untuk ditimpakan kepadanya.
Dikatakan bahwa ia diteriaki, dianiaya dan sedang ditimpakan
kemalangan yang mematikan tanpa ampun.
Jelasnya
dikatakan : “Aku mengembara dan menangis karena cemas, karena teriakan musuh,
karena aniaya orang fasik, sebab mereka menimpakan kemalangan kepadaku dan
dengan geramnya mereka memusuhi aku, hatiku gelisah, kengerian maut menimpa
aku. Aku dirundung takut dan gentar, perasaan seram meliputi aku” (ayat
3a-5).
Saudara,…..Pernyataan
pemazmur ini menunjukan bahwa tidak ada peluang dan kesempatan sedikitpun bagi
pemazmur untuk melepaskan diri dari jerat musuh-musuhnya. Itulah yang membuat
dia gelisah, cemas, ngeri dan seram.
Kemudian,
pemazmur digambarkan sebagai seorang pengembara (pengembara = orang yang
berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain) yang tentunya tidak memiliki
perlindungan yang kokoh dan kuat.
Katakanlah
Ia tidak punya “backing” yang dapat melindungi dia dari berbagai ancaman dan
tantangan hidup yang datang menghadangnya di tengah-tengah pengembaraanya.
Pemazmur
tidak seperti orang kaya di zaman ini yang punya “backing” di mana-mana untuk
melindungi diri dari berbagai tindakan (termasuk tindakan kejahatan) yang
dilakukannya.
Bukan cuma
itu, pemazmur juga digambaran seperti seorang yang berada dalam kota yang
sedang terkepung rapat oleh musuh, dan
siap dihancurkan, sementara baginya tidak ada jalan lain untuk keluar dari
ancaman kematian, kecuali menunggu saat-saat kematiannya. (bd. Ayat 11).
Dalam
situasi seperti itu pemazmur berimajinasi, pemazmur membayangkan dalam pikirnya
katanya : “sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan
mencari tempat yang tenang, bahkan aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di
padang gurun” (ayat 7).
Kenyataan
ini menunjukan bahwa : pertama Pemazmur jujur mengakui bahwa ancaman yang dihadapi
pemazmur dari musuh-musuhnya sungguh luar biasa, sehingga ia tidak berdaya
dalam menghadapinya.
Kedua bahwa ia
sungguh mendambakan sebuah kelepasan dari rancangan penderitaan dan kematian
yang sementara menanti dihadapannya. Saya kira tidak seorangpun yang berada
dalam kondisi yang tidak berdaya, lalu tidak membutuhkan kelepasan. Pasti ia
sangat membutuhkannya seperti pemazmur.
Pertanyaan
kita berikutnya adalah siapa yang menjadi musuh-musuh Pemazmur ? Siapakah yang
ingin menghancurkan kehidupan pemazmur. Jawabannya adalah teman-teman pemazmur. Orang yang sangat dekat dengan
pemazmur, sahabat karib pemazmur.
Mereka
bukan saja teman dalam bergaul, dalam beraktivitas, tetapi juga teman dalam
persekutuan hidup yang beribadah kepada Tuhan. Teman yang bersama-sama naik ke
rumah Tuhan dan memuliakan Tuhan. Jelasnya dikatakan : “orang yang dekat dengan
aku, …orang kepercayaanku, yang bersama-sama bergaul dengan baik,… dan masuk ke
rumah Allah.” (ayat 15).
Hal
inilah yang membuat pemazmur merasa sangat terpukul. Bagi pemazmur, kalau saja orang yang jauh
(orang asing, orang yang tidak dikenalnya atau yang tidak dekat dengannya) yang
memusuhi dan mengancamnya, ia dapat memahaminya.
Tetapi
kalau itu teman sendiri, kalau itu sahabat karib, ini yang tidak bisa dipahami
oleh pemazmur. Ini yang tidak diterima oleh pemazmur, ini yang ditantang oleh
pemazmur.
Bagi
pemazmur, sebagai teman, sebagai sahabat mesti persekutuan dan kebersamaan
hidup harus terus dipelihara, baik dalam situasi susah maupun senang.
Jangan
ungkapan teman dan sahabat hanya muncul pada saat-saat senang atau karena punya
kepentingan, tetapi ketika dalam kondisi susah, ketika kepentingan berakhir,
teman pun berakhir.
Tipe
orang seperti ini dilukiskan oleh pemazmur bagaikan orang yang mulutnya lebih
licin dari mentega dan perkataannya lebih lembut dari minyak, tetapi
sebenarnya semua yang diucapkannya, semua yang ke luar dari mulutnya,
bagaikan pedang yang siap membantai
sesamanya tanpa sedikitpun kenal ampun. Dengan kata lain, orang seperti ini
disebut juga dengan istilah pedang bermata dua.
Hal Kedua yang mau disampaikan
adalah tentang sikap pemazmur di tengah-tengah kecemasan, kegelisahan dan
kengerian hidup akibat ancaman dan tantangan yang menghadangnya.
Bahwa
yang dilakukan pemazmur dalam menghadapi situasi seperti itu adalah tidak bertindak gegabah dan arogan. Otak, akal dan nalarnya tetap dipimpin oleh imannya yang
kokoh kepada Tuhan Allah yang ia percayai dan ia imani.
Karena
itu dengan segala kerendahan hati ia berkata : “Tapi aku berseru kepada Allah
dan Ia menyelamatkan Aku” (ayat 18). Ia membebaskan aku dengan aman…Ia akan
mendengar dan merendahkan mereka (ayat 19-20).
Pernyataan
ini menegaskan kepada kita bahwa Pertama : Yang diandalkan pemazmur dalam mengatasi
kecemasan, kegelisan dan kengerian hidup akibat ancaman dan tantangan yang
dihadapi adalah berseru
kepada Allah Israel.
Bahwa
tidak ada kekuatan lain yang mampu melepaskan pemazmur dari kecemasan dan
kegelisahan hidup selain kekuatan Allah dengan kasihNya. Karena itu tidak heran
pada ayat 23 pemazmur juga menyeruhkan “Serahkanlah kuatirmu pada Tuhan”.
Kedua :
Bahwa tindakan Tuhan dalam melepaskan
dan menyelamatkan orang dari kecemasan dan kegelisahan adalah sesuatu yang
pasti. Ini adalah sebuah janji yang pasti.
Tegasnya
mau dikatakan bahwa ketika setiap orang bersandar pada Tuhan, maka Tuhan dengan
Roh KudusNya akan melepaskan dan membebaskannya dari berbagai kecemasan dan
kegelisahan hidup.
Ketiga : Bahwa tindakan Tuhan merendahkan musuh-musuh
pemazmur bukan berarti Tuhan suka akan
kebinasaan musuh-musuh pemazmur, tetapi itu dilakukan dalam upaya membangkitkan
kesadaran mereka terhadap kekeliruan, kesalahan dan dosa yang mereka lakukan
terhadap teman sendiri.
Dengan
tujuan agar kehidupan bersama dalam persekutuan sebagai teman, sahabat akan
dapat dipulihkan lagi. Oleh karena itu
jangan pemazmur merasa seolah ia menang dengan kejatuhan musuh-musuhnya, dan
bergembira dikala malapetaka berbalik menimpa musuh-musuhnya.
Memahami
teks ini dan menempatkannya dalam konteks kita saat ini maka firman Tuhan
mengajak kita untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
Pertama : bahwa
sumber atau potensi konflik sesungguhnya ada dalam diri setiap orang, termasuk
sahabat yang paling dekat sekalipun. Dan bila potensi konflik ini tidak
dikelola secara baik akan muncul dalam diri seseorang, sikap dengki, iri hati,
keangkuhan, arogansi, kebrutalan, kesewenang-wenangan, dll. Ini kenyataan yang kita hadapi dalam konteks
hidup kita saat ini.
Bayangkan
saja ada istilah “teman-makan teman” (bukan
sumanto makan tubuh manusia seperti yang diberitakan di media masa, tetapi
seorang teman yang dipercaya melakukan kejahatan kepada temannya sendiri).
Kita
menyaksikan orang yang kuat mengabaikan yang lemah. Pimpinan menekan bawahan,
bangsa yang satu dengan mudahnya menghancurkan bangsa yang lain, hanya karena
kepentingan-kepentingan politik misalnya.
Bagaimana
kita melihat kebenaran dan keadilan ditukar dengan sejumlah uang atau
fasilitas, sekalipun itu berarti penderitaan dan kematian bagi orang lain.
Kita
menyaksikan di depan mata kita, bagaimana orang menjadi korban pembantaian
hanya karena soal-soal yang sebenarnya sepele. Bagaimana kita melihat pohon
mangga yang besar itu bisa berpindah ke halaman orang lain.
Ini
tentunya bukan pohon mangga yang berpindah, tetapi teman yang memindahkan pagar
dan batas tanah, sehingga pohon mangga yang bukan miliknya menjadi miliknya.
Dan masih banyak lagi kita menyaksikan berbagai sikap manusia yang menunjukan bahwa
mereka selalu merancang kehancuran dan kematian bagi temannya sendiri.
Oleh
karena itu firman Tuhan di hari ini mengajak kita agar baiklah kita berusaha
memahami hidup sebagai anugerah Tuhan yang mesti dijalani dengan sukacita dan
damai sejahtera dan bukan dengan kecemasan dan kegelisahan, agar sumber konflik
yang ada dalam diri kita itu dapat ditekan dengan sikap yang dituntun oleh Roh
kelemahlembutan yang berasal dari Allah.
Kedua : Bahwa
dalam menghadapi berbagai rancangan kejahatan dan kemalangan yang ditimpakan
setiap orang terutama orang-orang dekat kepada kita. Janganlah kita mencari dan
mengandalkan kekuatan lain. Sebab mengandalkan kekuatan lain, bisa jadi membuat
kita terjerumus dalam perbuatan-perbuatan brutal dan kekerasan pula.
Yang harus
kita lakukan adalah datang pada Tuhan dan serahkanlah seluruh kekuatiranmu
kepadanya. Ia memberikan jaminan keselamatan yang pasti kita kita.
Ketiga : Firman Tuhan juga mengajar kita
untuk janganlah bersuka dan bergembira ketika musuh-musuh kita dihancurkan oleh
Tuhan dengan berbagai peristiwa hidup yang mereka alami.
Tetapi
hendaknya kita tetap melihat mereka sebagai teman, sahabat. Dan karena itu kita
bertanggung jawab untuk turut membantu mereka dalam pemulihan hidup mereka. Ini
tidak gampang dan tidak mudah. Tetapi Tuhan Yesus juga berkata kasihlah
musuhmu. Apa artinya kamu hanya mengasihi saudaramu. Orang fasik juga
melakukannya. Tuhan tolong kita amin.
Oleh :
Pdt. Jan.Z. Matatula, S.Th.
(Ketua Majelis Jemaat GPM Dobo)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja
Lahay Roy –
Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P. Aru, 9 Peberuari 2003 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar