HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Selasa, 01 Oktober 2013

BEBASKANLAH DIRIMU DARI KECEMASAN,...BERHARAPLAH PADA TUHANMU.



TEKS : MAZMUR 55 : 21-24
Syaloom !!!

Dalam kehidupan ini kita melihat, ada saat-saat di mana seseorang merasa sangat cemas, merasa ngeri, merasa gelisah….!!! 
Ada istri yang merasa cemas, menunggui suaminya yang sementara memancing di laut dan belum pulang-pulang juga, sementara angin dan hujan semakin kencang. 
Ada ibu yang merasa ngeri ketika anaknya dipukul babak belur, oleh teman-temannya sendiri.
Ada murid yang merasa gelisah karena catatan nyonteknya belum dapat di keluarkan dari saku baju, karena ada pengawas yang terus mengawasinya, sementara waktu ujian hampir selesai. 
Kita lihat juga saat ini, ketika Amerika dan sekutu-sekutunya mempersiapkan mesin perang di Timur tengah, begitu banyak negara yang menjadi sangat cemas, gelisah dan ngeri membayangkan kalau sampai perang itu terjadi, sehingga dimana-mana ada demonstrasi mencegah Presiden Amerika George Bush memerangi Irak.
Yang mau saya hadapkan adalah bahwa dalam realitas hidup ini  selalu saja muncul kecemasan, kegelisahan dan kengerian, akibat berbagai peristiwa yang kita alami, baik yang muncul dari luar diri kita maupun yang muncul dari dalam diri kita sendiri.
 Persoalannya adalah bagaimana sikap yang mesti ditampilkan setiap orang percaya di tengah-tengah kecemasan, kengerian dan kegelisahan akibat berbagai peristiwa hidup yang dihadapi. Untuk mencari jawabannya marilah kita belajar dari pemazmur 55.

Hal pertama yang mau disampaikan dalam teks kita adalah bersangkutan dengan realita hidup yang penuh dengan ancaman dan tantangan yang dihadapi pemazmur. 
Bahwa pemazmur pernah merasa sangat cemas, gelisah, ngeri, seram akibat berbagai  rancangan penderitaan dan kemalangan yang dirancang oleh musuh-musuh untuk ditimpakan kepadanya.  
Dikatakan bahwa  ia diteriaki, dianiaya dan sedang ditimpakan kemalangan yang mematikan tanpa ampun.
Jelasnya dikatakan : “Aku mengembara dan menangis karena cemas, karena teriakan musuh, karena aniaya orang fasik, sebab mereka menimpakan kemalangan kepadaku dan dengan geramnya mereka memusuhi aku, hatiku gelisah, kengerian maut menimpa aku. Aku dirundung takut dan gentar, perasaan seram meliputi aku” (ayat 3a-5). 
Saudara,…..Pernyataan pemazmur ini menunjukan bahwa tidak ada peluang dan kesempatan sedikitpun bagi pemazmur untuk melepaskan diri dari jerat musuh-musuhnya. Itulah yang membuat dia gelisah, cemas, ngeri dan seram.
Kemudian, pemazmur digambarkan sebagai seorang pengembara (pengembara = orang yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain) yang tentunya tidak memiliki perlindungan yang kokoh dan kuat.
Katakanlah Ia tidak punya “backing” yang dapat melindungi dia dari berbagai ancaman dan tantangan hidup yang datang menghadangnya di tengah-tengah pengembaraanya.
Pemazmur tidak seperti orang kaya di zaman ini yang punya “backing” di mana-mana untuk melindungi diri dari berbagai tindakan (termasuk tindakan kejahatan) yang dilakukannya.
Bukan cuma itu, pemazmur juga digambaran seperti seorang yang berada dalam kota yang sedang terkepung rapat  oleh musuh, dan siap dihancurkan, sementara baginya tidak ada jalan lain untuk keluar dari ancaman kematian, kecuali menunggu saat-saat kematiannya. (bd. Ayat 11).
Dalam situasi seperti itu pemazmur berimajinasi, pemazmur membayangkan dalam pikirnya katanya : “sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang, bahkan aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di padang gurun” (ayat 7). 
Kenyataan ini menunjukan bahwa : pertama Pemazmur jujur mengakui bahwa ancaman yang dihadapi pemazmur dari musuh-musuhnya sungguh luar biasa, sehingga ia tidak berdaya dalam menghadapinya.
Kedua bahwa ia sungguh mendambakan sebuah kelepasan dari rancangan penderitaan dan kematian yang sementara menanti dihadapannya. Saya kira tidak seorangpun yang berada dalam kondisi yang tidak berdaya, lalu tidak membutuhkan kelepasan. Pasti ia sangat membutuhkannya seperti pemazmur.
Pertanyaan kita berikutnya adalah siapa yang menjadi musuh-musuh Pemazmur ? Siapakah yang ingin menghancurkan kehidupan pemazmur. Jawabannya adalah teman-teman pemazmur. Orang yang sangat dekat dengan pemazmur, sahabat karib pemazmur.
Mereka bukan saja teman dalam bergaul, dalam beraktivitas, tetapi juga teman dalam persekutuan hidup yang beribadah kepada Tuhan. Teman yang bersama-sama naik ke rumah Tuhan dan memuliakan Tuhan. Jelasnya dikatakan : “orang yang dekat dengan aku, …orang kepercayaanku, yang bersama-sama bergaul dengan baik,… dan masuk ke rumah Allah.” (ayat 15).
Hal inilah yang membuat pemazmur merasa sangat terpukul.  Bagi pemazmur, kalau saja orang yang jauh (orang asing, orang yang tidak dikenalnya atau yang tidak dekat dengannya) yang memusuhi dan mengancamnya, ia dapat memahaminya.
Tetapi kalau itu teman sendiri, kalau itu sahabat karib, ini yang tidak bisa dipahami oleh pemazmur. Ini yang tidak diterima oleh pemazmur, ini yang ditantang oleh pemazmur. 
Bagi pemazmur, sebagai teman, sebagai sahabat mesti persekutuan dan kebersamaan hidup harus terus dipelihara, baik dalam situasi susah maupun senang. 
Jangan ungkapan teman dan sahabat hanya muncul pada saat-saat senang atau karena punya kepentingan, tetapi ketika dalam kondisi susah, ketika kepentingan berakhir, teman pun berakhir.
Tipe orang seperti ini dilukiskan oleh pemazmur bagaikan orang yang mulutnya lebih licin dari mentega dan perkataannya lebih lembut dari minyak, tetapi sebenarnya semua yang diucapkannya, semua yang ke luar dari mulutnya, bagaikan pedang yang siap membantai  sesamanya tanpa sedikitpun kenal ampun. Dengan kata lain, orang seperti ini disebut juga dengan istilah pedang bermata dua.

Hal Kedua yang mau disampaikan adalah tentang sikap pemazmur di tengah-tengah kecemasan, kegelisahan dan kengerian hidup akibat ancaman dan tantangan yang menghadangnya.  
Bahwa yang dilakukan pemazmur dalam menghadapi situasi seperti itu adalah tidak bertindak gegabah dan arogan.  Otak, akal dan nalarnya tetap dipimpin oleh imannya yang kokoh kepada Tuhan Allah yang ia percayai dan ia imani.
Karena itu dengan segala kerendahan hati ia berkata : “Tapi aku berseru kepada Allah dan Ia menyelamatkan Aku” (ayat 18). Ia membebaskan aku dengan aman…Ia akan mendengar dan merendahkan mereka (ayat 19-20).
Pernyataan ini menegaskan kepada kita bahwa  Pertama  : Yang diandalkan pemazmur dalam mengatasi kecemasan, kegelisan dan kengerian hidup akibat ancaman dan tantangan yang dihadapi adalah berseru kepada Allah Israel.
Bahwa tidak ada kekuatan lain yang mampu melepaskan pemazmur dari kecemasan dan kegelisahan hidup selain kekuatan Allah dengan kasihNya. Karena itu tidak heran pada ayat 23 pemazmur juga menyeruhkan “Serahkanlah kuatirmu pada Tuhan”. 

Kedua : Bahwa  tindakan Tuhan dalam melepaskan dan menyelamatkan orang dari kecemasan dan kegelisahan adalah sesuatu yang pasti. Ini adalah sebuah janji yang pasti. 
Tegasnya mau dikatakan bahwa ketika setiap orang bersandar pada Tuhan, maka Tuhan dengan Roh KudusNya akan melepaskan dan membebaskannya dari berbagai kecemasan dan kegelisahan hidup.

Ketiga : Bahwa  tindakan Tuhan merendahkan musuh-musuh pemazmur bukan berarti  Tuhan suka akan kebinasaan musuh-musuh pemazmur, tetapi itu dilakukan dalam upaya membangkitkan kesadaran mereka terhadap kekeliruan, kesalahan dan dosa yang mereka lakukan terhadap teman sendiri.
Dengan tujuan agar kehidupan bersama dalam persekutuan sebagai teman, sahabat akan dapat dipulihkan  lagi. Oleh karena itu jangan pemazmur merasa seolah ia menang dengan kejatuhan musuh-musuhnya, dan bergembira dikala malapetaka berbalik menimpa musuh-musuhnya.

            Memahami teks ini dan menempatkannya dalam konteks kita saat ini maka firman Tuhan mengajak kita untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

Pertama : bahwa sumber atau potensi konflik sesungguhnya ada dalam diri setiap orang, termasuk sahabat yang paling dekat sekalipun. Dan bila potensi konflik ini tidak dikelola secara baik akan muncul dalam diri seseorang, sikap dengki, iri hati, keangkuhan, arogansi, kebrutalan, kesewenang-wenangan, dll.  Ini kenyataan yang kita hadapi dalam konteks hidup kita saat ini.
Bayangkan saja ada istilah “teman-makan teman” (bukan sumanto makan tubuh manusia seperti yang diberitakan di media masa, tetapi seorang teman yang dipercaya melakukan kejahatan kepada temannya sendiri).
Kita menyaksikan orang yang kuat mengabaikan yang lemah. Pimpinan menekan bawahan, bangsa yang satu dengan mudahnya menghancurkan bangsa yang lain, hanya karena kepentingan-kepentingan politik misalnya.  
Bagaimana kita melihat kebenaran dan keadilan ditukar dengan sejumlah uang atau fasilitas, sekalipun itu berarti penderitaan dan  kematian bagi orang lain. 
Kita menyaksikan di depan mata kita, bagaimana orang menjadi korban pembantaian hanya karena soal-soal yang sebenarnya sepele. Bagaimana kita melihat pohon mangga yang besar itu bisa berpindah ke halaman orang lain.
Ini tentunya bukan pohon mangga yang berpindah, tetapi teman yang memindahkan pagar dan batas tanah, sehingga pohon mangga yang bukan miliknya menjadi miliknya. Dan masih banyak lagi kita menyaksikan berbagai sikap manusia yang menunjukan bahwa mereka selalu merancang kehancuran dan kematian bagi temannya sendiri. 
Oleh karena itu firman Tuhan di hari ini mengajak kita agar baiklah kita berusaha memahami hidup sebagai anugerah Tuhan yang mesti dijalani dengan sukacita dan damai sejahtera dan bukan dengan kecemasan dan kegelisahan, agar sumber konflik yang ada dalam diri kita itu dapat ditekan dengan sikap yang dituntun oleh Roh kelemahlembutan yang berasal dari Allah.

Kedua : Bahwa dalam menghadapi berbagai rancangan kejahatan dan kemalangan yang ditimpakan setiap orang terutama orang-orang dekat kepada kita. Janganlah kita mencari dan mengandalkan kekuatan lain. Sebab mengandalkan kekuatan lain, bisa jadi membuat kita terjerumus dalam perbuatan-perbuatan brutal dan kekerasan pula.
Yang harus kita lakukan adalah datang pada Tuhan dan serahkanlah seluruh kekuatiranmu kepadanya. Ia memberikan jaminan keselamatan yang pasti kita kita.

Ketiga : Firman Tuhan juga mengajar kita untuk janganlah bersuka dan bergembira ketika musuh-musuh kita dihancurkan oleh Tuhan dengan berbagai peristiwa hidup yang mereka alami.
Tetapi hendaknya kita tetap melihat mereka sebagai teman, sahabat. Dan karena itu kita bertanggung jawab untuk turut membantu mereka dalam pemulihan hidup mereka. Ini tidak gampang dan tidak mudah. Tetapi Tuhan Yesus juga berkata kasihlah musuhmu. Apa artinya kamu hanya mengasihi saudaramu. Orang fasik juga melakukannya. Tuhan tolong kita amin.





Oleh :
Pdt. Jan.Z. Matatula, S.Th.
(Ketua Majelis Jemaat GPM Dobo)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja Lahay Roy –
Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P. Aru, 9 Peberuari 2003 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar