TEKS
: Matius
10 ; 34 - 42
Syaloom !!!
Setiap Lembaga Pendidikan (formal
maupun nonformal) selalu saja punya aturan-aturan tertentu sebagai persyaratan
bagi seseorang untuk memasuki Lembaga
Pendidikan tersebut (atau menjadi murid pada Lembaga Pendidikan tersebut).
Contoh ; seseorang yang akan masuk Pendidikan polisi, minimal
tingginya 165 cm, berbadan sehat, tidak terganggung ingatan dll.
Hal ini
tentunya berlaku juga bagi setiap orang yang mau menjadi murid Yesus. Bahwa
untuk menjadi murid Yesus sebetulnya ada berbagai tuntutan yang harus dipenuhi
oleh setiap orang.
Nah, apa
saja yang merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang mau
menjadi pengikut/murid Yesus, mari kita temukan jawabannya dalam teks bacaan
kita tadi Matius 10 : 34-42.
Persyaratan
Pertama untuk menjadi pengikut Yesus itu, kita temukan melalui pernyataan Yesus
berikut ini :
“ Jangan kamu menyangka bahwa, Aku datang untuk
membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan
pedang” (ayat 34).
Pernyataan
ini tentunya sangat kotroversial (bertentangan) dengan hakekat/esensi kehadiran
Yesus. Kenapa ? Oleh karena Alkitab juga menyaksikan bahwa kehadiran Yesus
untuk menghadirkan (membawa) damai sejahtera di bumi. (Lukas 2 :14).
Melalui penderitaan Yesus, Allah
mendamaikan diriNya dengan manusia berdosa (2 Korintus 5 :18-19). Dalam khotba di bukit Yesus juga berkata ; “Berbahagialah orang yang
membawa damai karena mereka akan disebut sebagai anak-anak Allah” (Matius 5 :
9). Singkatnya, Yesus sangat
mencintai kedamaian, karena memang Dia adalah Raja Damai seperti yang
disebutkan dalam Kitab Yesaya 9:5.
Sebagai Raja Damai maka pastikan
bahwa Yesus tidak menghendaki perang, kehancuran dan kekerasan. Persoalannya adalah apa yang
dimaksudkan dengan pernyataan “Aku datang untuk membawa pedang ??” Bukankah
pedang selalu identik dengan kekerasan, pertikaian dan perselisihan ???
Yang dimaksudkan dengan pedang
disini adalah simbolisasi dari keterpisahan yang akan dilakukan
Yesus bagi orang-orang yang menerimaNya (percaya kepadaNya). Katakanlah Yesus ingin memisahkan dan
membedakan secara tegas mana orang-orang yang menerimaNya
dan melakukan kehendakNya dan mana orang-orang yang menolakNya.
Tegasnya Yesus ingin membuat suatu garis
pemisah antara orang-orang yang menjadi muridNya karena menerimaNya dan
orang-orang yang bukan muridNya karena menolakNya.
Saudaraku,…Yang
menarik untuk diperhatikan adalah bahwa Pemisahan itu dimulai dari dalam
keluarga. Tegasnya dikatakan :
“…Aku
datang untuk memisahkan orang dari ayah, anak perempuan dari ibunya, menantu
perempuan dari ibu mertuanya”. (ayat 35). Bahkan dikatakan keluarga dilihat
sebagai musuh (ayat 36).
Sekali lagi ini suatu pernyataan
yang sangat kotroversial (bertentangan) dengan hakekat kehidupan keluarga
kristen. Kenapa ? Oleh karena kita tahu bahwa Lembaga Perkawinan diciptakan
oleh Allah sendiri. Dan lewat perkawinan itu akan terjadi hubungan kasih mesra
antara suami dan istri, kemudian orang tua dan anak, menantu dan mertua, adik
dan kakak dst.nya.
Kalau Yesus memisahkan anak dari
orang tua, menantu dari mertua, maka itu sama halnya dengan Yesus membenci
persekutuan hidup keluarga, Yesus membenci kasih mesra yang tercipta di tengah
keluarga. Apakah benar demikian ???
Mari kita perhatikan pernyataan
Yesus berikutnya ; “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu,
ia tidak layak bagiKu, dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki dan
perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu” (ayat 37).
Perhatikanlah
ungkapan kata “lebih”. (…Lebih dari padaKU,..). Lebih mengandung konotasi
sesuatu yang melampaui kadar yang normal.
Nah
pernyataan ini menegaskan bahwa Yesus tidak bermaksud mengatakan bahwa hubungan
kasih mesra dalam keluarga itu tidak penting. Yesus tidak bermaksud mengatakan
hubungan kekerabatan itu naïf.
Yesus
sangat menghargai hubungan keluarga itu. Bukankah Yesus memberkati suatu
pernikahan yang terjadi di Kana di Galiela ???
Sebetulnya,
Yesus tidak menghendaki bahwa akibat dari hubungan-hubungan kekeluargaan dan
kekerabatan itu, membuat orang tidak bisa menjadi pengikut/murid Yesus yang
sejati.
Atau
dengan kata lain Yesus tidak menghendaki persekutuan/ikatan yang tercipta dalam
keluarga sebagai penghalang bagi setiap orang untuk mengikut Yesus.
Hal
ini wajar saja disampaikan oleh Yesus, oleh karena dalam kehidupan masyarakat
Yahudi, ikatan keluarga itu sangat kuat, melebihi ikatan apapun.
Karena
itu tidak heran ketika ada seorang pemuda yang mengatakan kepada Yesus, guru
saya akan mengikuti Engkau kemana saja Engkau pergi, tetapi izinkan saya untuk
memakamkam jenazah bapaku. Apa kata Yesus,… Dengan
tegas Yesus berkata kepadanya, biarlah orang mati menguburkan orang mati. Ini
juga adalah gambaran tentang kuatnya ikatan kekeluargaan itu, sehingga
terkadang menjadi penyebab sesorang untuk menjadi murid Yesus.
Dari
gambaran seperti itu, Yesus sebetulnya mau mengatakan bahwa silahkan anda
mengasihi bapamu dan ibumu,..itu sangat baik. Silahkan anda mengasihi
anak-anakmu,…itu baik. Silahkan anda
mengasihi mertuamu,..itu baik. Silahkan anda mengasihi saudaramu laki-laki atau
perempuan,..itu baik.
Tetapi
ingat bahwa kadar kasih yang kau berikan kepada Yesus harus jauh melampaui
kadar kasih yang kau berikan kepada keluargamu.
Kamu
dikatakan tidak layak bila kamu mengutamakan keluargamu melebihi kesetiaanmu
dan ketaatanmu kepada Yesus.
Dari gambaran di atas maka kita tiba pada kesimpulan bahwa persyaratan pertama yang harus
dipenuhi setiap orang untuk mengikut Yesus adalah harus siap untuk
melepaskan segala bentuk keterikatakan lama yang selama ini mengikatnya, yaitu
ikatan keluarga dan berada dalam sebuah keterikatan yang
baru dengan Kristus.
Dalam koteks hidup kita setiap hari,
terlihat sangat jelas ada begitu banyak orang Kristen yang katanya murid Yesus,
pengikut Yesus tetapi justru, tidak mampu untuk membangun komitmen menjadi
pengikut Kristus yang sejati. Karena apa ? Oleh karena mereka terlihat begitu
kuat mengasihi keluarganya katimbang mengasihi Yesus dan pelayananNya.
Saya pernah bertanya kepada seorang
ibu,…kenapa ibu tidak masuk ibadah wadah pelayanan perempuan ??? Apa jawabnya
?? Karena tidak ada orang jaga anak
saya,..anak saya masih kecil, pada hal anak sudah usia 2 tahun. Disini, anak yang dijadikan alasan untuk tidak datang
bersekutu dengan Yesus.
Suatu saat ada juga seorang bapak yang
berkata kepada Majelis Jemaat, saya
belum bersedia untuk menjadi pelayan, ketika ia diminta untuk menjadi pengurus
unit. Alasannya adalah karena terlalu
sibuk mencari nafkah untuk keluarga, apa lagi anak saya yang kuliah di Ambon
selalu minta uang demikian katanya. Sekali lagi keluarga yang menjadi hambatan
untuk menjadi murid Yesus.
Hal ini sangat disayangkan. Kenapa ???
Karena mereka lupa bahwa anak adalah pemberian Tuhan, dan oleh karena itu Tuhan
akan menjaga anak-anak kita dengan baik, melebihi penjagaan kita sendiri.
Demikian pula Tuhan adalah sumber
berkat, sumber rezeki, sumber nafkah, kenapa mesti menolak untuk melayaniNya,
cuma karena soal nafkah. Ingat pernyataan
Yesus “carilah dahulu Kerajaan Allah dengan kebenaranNya, maka segala sesuatu
akan ditambahkan kepadamu”.
Yang ditambahkan kepadamu bukan cuma
kebutuhan jasmaniah, tetapi kehidupan ini secara utuh, termasuk usiamu yang
bertambah dari saat ke saat. Karena itu kenapa mesti ragu untuk datang kepada
Yesus ???
Hal lain yang berkaitan dengan
keterikatan lama ini adalah keterikatan terhadap kesenangan dan ambisi
pribadi.
Bagaimana mungkin sesorang dapat
menjadi murid Yesus kalau berbagai kesenangan dan ambisi pribadinya tidak bisa
ditekan ??? Sebetulnya kalau berbagai kesenangan dan ambisi pribadi itu
diletakan dalam terang kasih Kristus dan digunakan untuk memuliakan Tuhan serta
melayani sesama maka akan berdampak sangat positif.
Tetapi kalau kesenangan dan ambisi itu
ditempatkan untuk diri sendiri, maka dia akan berdampak sangat negatif. Anda tahu bahwa demi memenuhi
keinginan dan ambisi, orang akan menggilas orang lain, melakukan kekerasan
terhadap orang lain dan seterusnya.
Hal
kedua yang menjadi tuntutan bagi setiap orang
untuk menjadi murid Yesus adalah : Harus Siap Menderita. Karena
itu dengan tegas Yesus katakan :
“Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia
tidak layak bagiKu”.
Kita tahu bahwa ketika orang Romawi menyalibkan seseorang,
orang itu dipaksa untuk memikul bagian dari salib itu, yaitu balok lintang dan
berjalan menuju tempat penyaliban (seperti yang di alami oleh Yesus). Ini
adalah sebuah perjalanan yang sangat berat.
Tentunya orang yang akan mengalami
hukuman salib itu tidak saja menderita karena beratnya salib, tetapi ia
menderita karena harus meninggalkan orang lain yang hidup terus.
Ia dipisahkan dari orang-orang yang
akan terus melanjutkan kehidupan mereka. Jadi salib adalah sungguh-sungguh
lambang penderitaan .
Dengan demikian Pernyataan ini
menegaskan bahwa setiap orang yang akan menjadi murid Yesus dituntut untuk siap
berada dalam penderitaan.
Namun perlu digaris bawahi bahwa
penderitaan yang dimaksudkan disini adalah bukan terjadi karena perbuatan
kejahatan kita, tetapi karena mempertahankan jati dirinya sebagai orang
Kristen.
Penderitaan seperti ini tidak sama
dengan seorang pejabat yang korupsi dan
kemudian harus berada di belakang terali besi. Penderitaan yang dimaksudkan disini tidak sama
dengan, seorang pencuri ayam yang ketangkap dan dipukul masa sampai babak
belur. Tetapi penderitaan yang di
alaminya karena memberitakan Kristus yang tersalib dalam seluruh aktivitas
hidupnya, demi keselamatan banyak orang.
Pada sisi ini maka salib jangan
hanya dilihat sebagai sebuah beban penderitaan saja, tetapi juga mesti dilihat sebagai pintu masuk untuk
mengobarkan kasih.
Bukankah Kristus mengambil jalan salib untuk menyatakan
kasih Allah kepada manusia dan dunia. Karena itu setiap orang yang mau menjadi
pengikut Kristus, harus siap mengobarkan kasih bagi setiap orang sampai kepada
musuh-musuhnya. Hal ini kelihatannya tidak gampang, tetapi itulah pilihan yang
mesti dipilih, dan tak boleh diabaikan.
Hal ketiga adalah setiap orang yang
mengikut Kristus harus siap kehilangan nyawanya.
Bahwa penderitaan yang akan dialami
oleh setiap orang Kristen tidak saja sebatas, kehilangan materi, kehilangan
kesempatan, kehilangan tempat kerja. Seperti
ketika kerusuhan bernunsa Sara di
Maluku, Poso dsbnya, maka demi mempertahankan jati dirinya, orang Kristen harus
kehilangan tempat kerja, kehilangan rumah, kehilangan harta bahkan kehilangan
jabatan dan kedudukan. Tetapi ia juga harus siap kehilangan nyawanya. Ini pernyataan yang sangat keras, tanpa
kompromi.
Namun menarik untuk diperhatikan adalah
bahwa kendati setiap orang harus kehilangan nyawanya, ia tokh akan
memperolehnya kembali. Apa maksudnya. Maksudnya adalah hidup yang kekal.
Bahwa Yesus tetap menyediakan kehidupan
kekal bagi setiap orang yang tetap setia mempertahankan jati dirinya sebagai
murid Kristus. Pada sisi ini maka ketaatan dan kesetiaan kepada Kristus dalam
setiap situasi dan kondisi menjadi sangat penting. Terkadang dalam kondisi-kondisi yang kritis,
kondisi yang penuh ancaman orang sulit untuk mempertahankan jati dirinya
sebagai pengikut Kristus.
Marilah kita belajar dari Dietrich
Bonhoffer seorang teolog bangsa Djerman, ketika ia harus menghalami hukuman
gantung karena kritikannya yang keras terhadap pemerintahan Hiltler dan karena
itu ia dituduh melakukan perbuatan makar terhadap rezim Nazi, ia tidak pernah
gentar. Bahkan sebelum tali dililitkan pada lehernya, ia masih sempat berdoa
dengan tenang.
Sebuah kesetiaan dan ketaatan yang luar
biasa. Karena apa ? karena ia tahu walaupun saat ini ia kehilangan nyawanya dan
segala yang ia punya tetapi ia tidak kehilangan Yesus. Tidak kehilangan Yesus
berarti tidak kehilangan hidup kekal.
Persoalannya adalah bagaimana dengan
nilai kesetiaan dan ketaatan kita kepada Kristus. Silahkan masing-masing orang
memberikan jawabannya.
Tapi firman Tuhan mau kasih tau untuk
anda dan saya, bahwa kalau karena takut
orang-orang yang kita kasihi meninggal dunia, kemudian kita mencari kesembuhan
pada dukun atau orang barobat yang menggunakan kekuatan magis, ini sungguh menyedihkan.
Kalau demi hidup dan kesejahteraan
keluarga, kemudian kita menggunakan kuasa-kuasa kegelapan untuk mempertahankan
jabatan dan kedudukan kita, ini sungguh menyedihkan
Bagian terakhir perikop kita disebutkan
tentang upah lainnya yang diberikan Yesus bagi orang-orang yang melakukan
perbuatan baik. Kategori orang yang
harus mendapat perhatian dan pelayanan setiap pengikut Kristus adalah : para
nabi (pelayan Tuhan), orang benar (orang yang hidup dalam nama Tuhan), dan
orang kecil (orang yang terkadang dilihat sebagai kelompok tidak bernilai dalam
masyarakat.
Bahwa setiap orang percaya jangan takut
kekurangan, untuk melayani kategori orang-orang yang disebutkan di atas. Tuhan
bilang air putih secangkir yang diberikan kepada seorang kecil pasti akan
diperhitungkan sebagai upah.
Pada sebelah lain sebagai para pelayan,
diingatkan bahwa sokongan dan pemberian umat akan tetap ditunjukan asalkan
kesetiaan dan ketaatan untuk memberitakan injil terus dipertahankan.
Biarlah melalui perayaan minggu
sengsara yang kedua di tahun ini, kita siap untuk berkorban bagi orang lain dan
demi pekerjaan Tuhan, amin.
Oleh : Pdt. Jan. Z.
Matatula, S.Th.
(Sekretaris Klasis GPM
P.P.Aru)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu Sengsara II di
Gereja Bethel–
Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru. Tahun 2003.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar