HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Selasa, 17 September 2013

TELADANI POLA KEPEMIMPINAN MESIANIS




TEKS    : Zakaria 9 ; 9-10.

Syaloom !!!

Kerinduan dan harapan untuk memiliki seorang pemimpin yang baik, jujur, penuh dedikasi, peduli terhadap orang yang dipimpin menjadi dambaan setiap orang.
Katakanlah setiap orang mendambakan kehadiran seorang pemimpin yang sejati. Apakah itu dalam keluarga dimana anak-anak dan istri mendambakan kehadiran seorang ayah sebagai pemimpin yang sejati. Apakah di tempat kerja dimana, para karyawan dan pekerja mendambakan seorang pemimpin yang sejati. Apakah dalam masyarakat, dimana semua orang mendambakan seorang kepala desa, camat, Bupati, Gubernur, Presiden yang sejati, dll. 
Kerinduan dan harapan ini wajar saja, oleh karena dalam masyarakat kita terlihat begitu banyak pemimpin yang melalui sikap dan perilakunya sangat meresahkan hati orang-orang yang dipimpinnya (dalam keluarga, tempat kerja maupun dalam masyarakat). 
Rupanya kerinduan dan harapan yang sama juga dialami oleh orang Israel ketika mereka kembali dari pembuangan Babel.  Mereka mendambakan seorang pemimpin atau seorang Raja yang jujur dan adil serta mampu memberikan pengayoman kepada mereka.
Kenapa ??  Oleh karena pengalaman sejarah masa lalu menunjukan bahwa para Raja yang memerintah, selalu melakukan tindakan ketidakadilan, ketidakjujuran bahkan melakukan perlakuan sewenang-wenang terhadap rakyatnya.      
Raja bertindak sebagai para penguasa yang kejam dan korup. Itulah sebabnya mereka memdambakan seorang pemimpin, seorang Raja, yang disebut sebagai Raja Messias.
Pertanyaan kritis kita adalah Bagaimanakah ciri kepemimpinan Raja Mesias itu ??  Dengarlah pernyataan penulis berikut ini : “Rajamu yang datang kepadamu, yaitu Raja yang adil dan jaya; Raja yang lemah lembut; raja yang mengenderai seekor keledai beban yang muda”. (ayat 9 c).
Dari pernyataan ini kita menggaris bawahi tiga hal yang menjadi ciri dari Raja Messias itu yakni :

Pertama : Dia adalah seorang pemimpin yang adil dan Jaya. Bahwa dalam proses kepemimpinan yang dilakukannya, ia selalu menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Tidak ada penipuan, tidak ada rekayasa untuk pementingan diri, tidak ada korupsi, tidak ada manipulasi. Yang ada adalah bagaimana ia memutuskan perkara orang-orang kecil dengan adil. Yang ada adalah bagaimana  ia menunjukan perhatian dan keperdulian bagi semua masyarakat dengan adil. Dan sikap keadilan yang dibangun dalam proses pemerintahan itulah yang menobatkan dia sebagai raja yang Jaya dan pemimpin yang hebat.
Kejayaannya bukan karena kekuatan dan kuasa serta materi yang dimiliknya, tetapi perilaku adil yang dipertontonkannya, yang kemudian menobatkan dia sebagai seorang pemimpin yang Jaya.
Kenyataan membuktikan bahwa  dalam masyarakat kita, seorang pemimpin dianggap Jaya, hebat apabila , ia  mampu menundukan orang lain, mempengaruhi orang lain untuk melakukan berbagai keinginan dan harapan-harapannya. Meskipun keinginan dan harapan-harapannya itu berdampak/berpengaruh sangat buruk bagi keselamatan hidup orang lain,…baginya itu bukan masalah.           
Setiap orang yang menghalangi pencapaian keinginan dan harapan-harapannya akan digilas habis dengan berbagai cara yang halus maupun yang kotor.  Disinilah sebetulnya sikap ketidakadilan itu berkembang dengan suburnya, dan terus merajalela dalam proses kepeimpinan yang dilakukan.
Karena itu bagi kita sebagai orang percaya, firman Tuhan mengajar kita bahwa kalau kita mau menjadi pemimpin yang jaya, maka kita harus menampilkan sikap kepemimpin yang berbasis keadilan, dan bukan kepemimpinan yang berbasis kekuasaaan dan  kekerasan. 

Kedua:   Ia memerintah dengan Lemah Lembut.   Kata  Lemah lembut dalam bahasa asli Alkitab menunjuk pada ; orang-orang yang hidup dalam kontrol diri yang kuat, dengan kesabaran yang tinggi, tanggap, cekatan, trampil dan dengan disiplin  yang kuat. Contoh : Musa yang dikenal sebagai pemimpin yang besar, tetapi ia dilukiskan oleh penulis kitab Bilangan sebagai seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap orang yang lain  (bandingkan Bilangan 12 : 3). Tetapi ia juga bukan tokoh yang mudah goyah, ia bukan juga tokoh yang mudah loyo. 
Namun pada sebelah lain, kita juga melihat karakter Musa sebagai seorang pemimpin yang marah dengan hebatnya. (kita masih ingat peristiwa patung lembu emas yang di buat oleh saudaranya Harun, ketika Musa berada di puncak gunung Horeb untuk menerima dua log batu. Ia marah dengan hebatnya, karena mereka berbalik dari Allah dan menyembah patung lembu emas).  
Kenyataan ini menunjukan bahwa orang yang  lemah lembut bukan berarti orang yang tidak boleh menampilkan sikap marah. Silahkan marah. Tetapi kemarahannya itu dapat dikendalikan. Tegasnya, ia  marah pada waktu-waktu yang tepat dan tempat yang tepat pula. Bukan marah membabi buta.
Kenyataan membuktikan bahwa para penguasa atau pemimpin  sekarang ini kurang atau malah tidak memerintah dengan lemah lembut. Mereka kurang memiliki  kontrol diri yang kuat, kurang sabar, tidak tanggap terhadap persoalan-persoalan hidup manusia atau masyarakat.
Kita lihat beberapa bulan yang lalu, ketika kondisi ekonomi masyarakat masih rendah, krisis ekonomi masih berkepanjangan Pemerintah menaikan 3 elemen dasar yaitu tarif telephon, tarif listrik dan Bahan bakar minyak, yang tentunya berdampak bagi kenaikan harga 9 bahan pokok dan transportasi, yang ujung-ujungnya sangat meresahkan masyarakat.  Dimana-mana masyarakat berdemonstrasi atas kebijakan pemerintah itu. Di ibu kota Republik  sampai di kota kecamatan diseluruh tanah air.
Ini menunjuk bahwa pemerintah kurang tanggap dalam menangani secara bijaksana persoalan-persoalan kemasyarakatan yang muncul dalam konteks masyarakat kita yang masih sangat miskin.
Dalam proses kepemimpinan keluarga, banyak juga para pemimpin yang bersikap kurang sabar dalam melakukan tanggung jawabnya sebagai  Kepala Keluarga maupun ibu rumah tangga. Kurang sabar dan kurang kontrol diri dalam menangani berbagai persoalan yang muncul dalam keluarga. 
Terkadang untuk menyelesaikan persoalan kita hanya mengandalkan sikap marah. Dengan kemarahan kita berpikir persoalan akan selesai. Pada hal dengan kemarahan yang membabi buta tanpa kontrol diri akan menambah masalah baru, yang semakin rumit lagi.
Pada sebelah lain kita juga mencatat bahwa ada pemimpin yang tidak bisa marah atau sedikit saja marah. Akibatnya apa ? Ketika diperhadapkan dengan kondisi masyarakat yang harus marah, justru yang terjadi adalah sikap tenang-tenang saja (adem ayem).
Bukan Cuma itu banyak pemimpin keluarga juga yang tidak tanggap bahkan tidak perduli terhadap kebutuhan anggota keluarga  (kebutuhan istri dan anak-anak, orang tua maupun mertua).  Karena itu firman  Tuhan di hari ini mengajak kita untuk baiklah kita menampilkan sikap yang lemah lembut

Ketiga  :  Raja Messias itu mengenderai seekor keledai (hewan pengangkut barang/beban).
Biasanya seorang raja yang berkuasa dan yang punya kekuatan, kunjungannya selalu menggunakan kereta dan kuda, sebagai symbol dari kekuatan perang dan  dengan prajurit pilihan. Tetapi yang dilakukan pemimpin  ini adalah mengenderai seekor keledai, bahkan keledai beban yang muda.
Kenyataan ini menunjukan bahwa raja yang adil itu tidak datang untuk memamerkan kekuatan dan kekuasaannya. Ia tidak datang untuk berperang. Tetapi ia datang untuk membawa damai. Misinya adalah misi kemanusiaan dan missi penyelamatan, missi perdamaian.
Dalam hubungan dengan misi perdamaian dan misi kemanusiaan itu, maka  raja yang memerintah dengan lemah lembut itu akan bertindak untuk menghancurkan kekuatan perang, merusak perlengkapan perang, dan mematahkan peralatan-peralatan perang. Tegasnya dikatakan sebagai berikut : “Ia akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem, busur perang akan dilenyapkan”.  
Semuanya ini menegaskan kepada kita bahwa raja yang lemah lembut itu akan menghancurkan berbagai bentuk ketidakadilan dan ketidakbenaran, tetapi cara yang di tempuh bukanlah dengan cara kekerasan dan anarkhi. Tetapi dengan cara-cara yang lemah lembut.
Penyelesaian terhadap masalah-masalah umat tidak dilakukan dengan kekerasan dan kebringasan, tetapi dengan sikap sabar, dengan sikap penguasan diri yang mantap, dengan penuh keperdulian dan dengan penuh kelemah lembutan.
Kenyataan membuktikan bahwa masih banyak pemimpin  (dalam keluarga, dalam masyarakat) yang memilih cara-cara kekerasan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang di hadapi. Masih segar dalam ingatan kita ketika kerusuhan bernunasa Sara merebak di Maluku, tindakan kekerasan telah dilihat sebagai bentuk penyelesaian yang baik. Dan dampaknya ialah kondisi sesudah kerusuhan bukan hanya orang dewasa, tetapi para pemuda, remaja bahkan anak kecil memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan di jalananan, di tempat bermain, di sekolah orang bawa parang dan panah bahkan pistol rakitan.
Benar bahwa semua orang  percaya mesti punya komitmen untuk memerangi  berbagai bentuk ketidakadilan, tetapi  jangan kita menggunakan lagi cara-cara kekerasan yang tidak manusiawi itu, yang pada akhirnya akan merusakan kehidupan kita sendiri.

Hal lain yang mau disampaikan kepada kita melalui teks ini adalah berkenaan dengan missi perdamaian. Bahwa tujuan Raja Messias untuk memerangi berbagai bentuk peralatan perang sebagaimana yang disebutkan di atas, bukan dengan tujuan untuk melakukan penjajahan dan eksploitasi terhadap mereka yang kalah dalam perang. Tetapi tujuannya hanya satu, yaitu  agar terjadi  situasi damai diseluruh negeri. Dimana semua orang akan hidup dengan damai, penuh sukacita dan penuh cinta kasih.
Sebagai bagian dari masyarakat yang ada di wilayah kepulauan Aru ini, kita tentunya akan bersukacita dengan  kehadiran Komisi II DPR RI, dalam hubungan dengan percepatan pembentukan Kabuapten Aru. Tetapi sejalan dengan itu, persoalan yang harus kita sikapi dengan baik dan cermat adalah bagaimana kita menghadirkan diri kita, keluarga kita, pemimpin-pemimpin kita baik di level eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sebagai pemimpin-pemimpin yang jujur, yang adil, yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, yang tidak korup.   
Ini tanggung jawab yang tidak ringan, tetapi harus dilakukan oleh setiap orang percaya di negeri ini.  Saya takut, jangan terjadi adalah orang berebut untuk menjadi pemimpin. Tetapi itu dilakukan hanya dengan maksud untuk mendapat kesempatan dan kemungkinan untuk memperkaya diri, kelompok dan keluarga dan mengabaikan keprihatinan kepada orang lain. Kalau ini kita lakukan maka kita berdosa kepada Tuhan Raja yang adil. Amin.

Oleh ;
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th.
(Ketua Majelis Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja Bethel– Jemaat GPM Dobo, Klasis GPM P.P.Aru. 23 Februari 2003).








KERJAKAN KESELAMATANMU DENGAN TAAT




TEKS   : Filipi 2 ; 12-18

Syaloom !!!
Mark Twain penulis berkebangsaan Amerika, pernah mengatakan, tepatnya begini : “beberapa orang mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dengan kata-kata di dalam Alkitab yang tidak mereka mengerti. Saya sebaliknya, yang menyulitkan saya justru mengenai kata-kata di dalam Alkitab yang saya pahami”.
Saya kira pernyataan Mark Twain ini sangat beralasan, karena kesulitan orang-orang percaya yang paling besar adalah melaksanakan apa yang dibaca dalam Alkitab. Betul,??????  (saya kira betul).
Apakah kita tidak mengerti pernyataan seperti ; jangan mencuri yang terdapat dalam hukum taurat ??? Semua orang pasti mengerti, anak kecil juga tahu. Tetapi orang tokh mencuri.
Apakah ada orang yang tidak mengerti pernyataan jangan membenci saudaramu ??? Semua orang pasti tahu, anak kecil juga tahu. Tapi tokh ada orang yang membenci saudaranya.
Apakah ada orang yang tidak mengerti pernyataan kamu harus hidup dalam ketaatan, anak kecil juga tahu. Tetapi kenyataan membuktikan bahwa banyak orang Kristen termasuk orang Kristen di Filipi, yang tidak mengembangkan sikap hidup taat dalam kehidupannya.     Itulah sebabnya dalam teks bacaan kita tadi Paulus dengan tegas berkata : “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat”. (ayat 12 a).
Dengan demikian kita berkesimpulan bahwa betul, banyak orang yang sungguh memahami firman Tuhan, tetapi tidak bersedia melakukannya dalam kehidupannya. Inilah sebetulnya yang menjadi persoalan kita yang paling utama di tengah-tengah kehidupan kekristenan kita disepanjangan hari hidup kita.

Nasehat Pertama yang mau disampaikan adalah ;  hendaknya hidup dalam ketaatan (ayat 12).  Apa sih,… ketaatan yang dimaksudkan Paulus.
Ketaatan yang dimaksudkan Paulus menunjuk pada pengertian “takluk dan patuh” karena mendengar berita Injil.  Jadi ketika mereka mendengarkan berita Injil yang menghadirkan tentang keselamatan Allah bagi manusia dan dunia, maka mereka harus patuh kepadanya dan menaklukan diri di bawah Berita Injil itu sendiri.
            Artinya, ketika mereka telah mengetahui bahwa mereka sudah diselamatkan oleh Allah dalam Kristus Yesus, maka mereka harus hidup di dalam Keselamatan itu. Istilah yang digunakan Paulus di sini ialah “tetap kerjakan keselamatanmu”.
Tetapi, jangan salah paham dengan ungkapan tetap kerjakan keselamatanmu, seolah-olah umat Kristen di Filipi  yang mengusahakan keselamatan itu, menjadi milik mereka. Tidak !!! Keselamatan itu dianugerahkan Tuhan kepada manusia dan dunia, termasuk orang Kristen di Filipi, tetapi ia punya tanggung jawab untuk berusaha agar keselamatan itu tetap menjadi miliknya.
Kenapa ???  Ya namanya juga manusia, dengan segala keinginan dagingnya, sehingga ia selalu punya kecenderungan untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa, perbuatan-perbuatan kecemaran, yang akan menjauhkan dirinya dari keselamatan itu. 
Supaya anugerah Allah berupa keselamatan itu tidak hilang dari hidupnya, maka ia harus mengembangkan hidup taat.
Pada sisi yang lain, ketaatan untuk mengerjakan keselamatan itu mesti bertumbuh dari diri sendiri dan bukan sesuatu yang dipaksakan dari luar atau karena terpaksa.
Ketaatan itu mesti lahir dari sebuah kesadaran. Jangan mereka menjadi taat justru karena aku, demikian kata Paulus. Tetapi mereka mesti menampilkan ketaatan seperti ketaatan Yesus Kristus terhadap BapaNya. Taat sampai mati disalib. Inilah contoh sikap taat.
Nasehat untuk hidup taat ini juga mesti ditujukan kepada anda dan saya yang hidup sampai di hari ini. Mengapa ???   Oleh karena ;
Pertama  ; Banyak orang yang merasa seolah-olah ia  belum mendapat keselamatan itu. Mereka berusaha untuk mencarinya dengan berbagai cara, antara lain berpindah dari gereja yang satu ke gereja yang lain. Kalau di tanya kenapa anda berpindah ke gereja ini atau gereja itu ???,jawabnyan adalah,…. “ya saya mau cari keselamatan”.
Mereka berpikir seolah-olah gereja yang memberikan keselamatan. Atau mereka berpikir seolah-olah suasana ibadah yang memberikan keselamatan (artinya gereja yang tepuk tangan dan berteriak sampai histeris itu dan kadang-kadang sampai pinsan itu, yang akan menyelamatkan mereka).
            Mereka lupa bahwa ketika dia menerima Yesus di gereja manapun ia sudah menikmati keselamatan itu. Karena itu biar dia pindah di gereja manapun tetapi kalau sikap dan perilakuknya tidak berubah taat melakukan kehendak Tuhan,..ya sama saja boong !!!
            Biar tepuk tangan sampai patah tangan, tetapi kalau tangan masih tetap digunakan untuk mencuri, untuk merusak milik orang lain, untuk lempar rumah orang, untuk membakar dusun orang dll, sama saja boong.
            Biar dia berteriak  Tuhan,…Tuhan sampai histeris di dalam gereja, tetapi setelah itu mulut yang sama tetap menipu, memfitnah, mencaci-maki, menyebarkan isu,…sama aja boong !!!
            Keselamatan pasti jauh dari hidupnya.  Karena itu setiap orang yang sudah menerima keselamatan melalui kehadiran Kristus Yesus harus menampilkan sikap taat dalam mengerjakan keselamatan itu.

            Kedua ; Bahwa keselamatan itu bukan hanya ditujukan bagi orang-orang tertentu, tetapi untuk semua orang. Sebagai orang-orang yang sudah menikmatinya, kita punya tanggung jawab untuk meneruskannya kepada orang lain.
            Upaya meneruskan berita keselamatan kepada orang lain, terutama mesti kita lakukan melalui sikap yang benar dan yang memuliakan Tuhan.  Jangan Cuma bicara, tetapi mesti berwujud dalam perbuatan nyata.

            Nasehat kedua yang mau disampikan kepada jemaat di Filipi adalah bahwa dalam rangka mengusahakan keselamatan itu maka sikap yang harus dikembangkan adalah “Jangan bersungut-sunggut dan berbantah-bantah.
            Paulus melihat kecenderungan dikalangan umat bahwa dalam rangka mengerjakan keselamatan bagi orang lain, banyak orang melakukannya dalam persungutan dan perbantahan satu dengan yang lain.
            Mungkinkah sebuah pekerjaan dapat diselesaikan dengan bersungut-sungut dan berbantah-bantah. Mungkinkah sebuah “belang” (perahu), dapat diselesaikan dengan sikap dan perilaku yang berbantah-bantah dan bersungut-sungut ??? Pasti tidak. Apalagi dalam tanggung jawab pelayanan gereja. Dalam tanggung jawab membangun masyarakat dan keluarga ???
            Hal ini menjadi pelajaran evaluatif yang baik bagi kita semua selaku umat yang sudah diselamatkan dalam mengemban tanggung jawab pelayanan sampai saat ini.
            Tanyalah kepada diri kita sendiri apakah selama ini tugas pelayanan yang dipercayakan kepada saya sebagai Penatua dan Diaken telah saya lakukan dengan bersungguh-sungguh atau bersungut-sunggut dan terkadang “pancuri tulang”.  Silahkan jawab sendiri, karena saya tahu anda pasti tahu jawabannya.
            Tanyakan pada dirimu sendiri apakah selama ini saya telah melakukan tanggung jawab saya sebagai seorang karyawan dan seorang pegawai dengan sungguh-sungguh atau bersungut-sungut. Jawablah sendiri, anda pasti tahu jawabannya
            Tanyakan pada dirimu sendiri apakah selama ini sebagai anak sekolah dan guru, saya telah belajar dan mengajar dengan sungguh-sungguh atau sungut-sungut. Jawablah sendiri, karena jawabannya anda di hati anda.
            Tanyakan pada dirimu sendiri sebagai seorang istri atau suami, orang tua atau anak, apakah saya telah mengupayakan kehidupan kepada keluarga saya dengan bersungguh-sungguh atau sungut-sungut. Jawablah sendiri. Tuhan tahu apa jawabmu.

            Nasehat ketiga yang mau disampaikan Paulus adalah nasehat untuk memberi citra yang baik. Maksudnya adalah memberi terang bagi orang lain (ayat 15). 
            Hal ini bersangkutan dengan kehadiran jemaat sebagai saksi Kristus bagi orang lain. Citra yang baik itu terpancar dari sikap hidup jemaat yang tidak mencari kepentingan diri sendiri dan, tidak mencari pujian yang sia-sia.
            Paulus mensinyalir bahwa ternyata dalam kehidupan bersama sebagai suatu persekutuan jemaat, terdapat begitu banyak orang Kristen yang hanya mencari keuntungannya sendiri dan lalu mengorbankan kepentingan orang lain.
            Ada begitu banyak orang yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan pelayanan dengan motivasi agar orang lain memujinya. Hal ini juga sadar atau tidak berlangsung juga dalam kehidupan jemaat kita.
Banyak orang yang mau terlibat dalam berbagai pekerjaan bersama, kalau pekerjaan-pekerjaan itu lebih banyak menguntungkan dirinya dan dapat memenuhi harapan-harapan dan keinginannya. Tetapi kalau itu adalah untuk kepentingan umum atau untuk kehidupan banyak orang, ia lebih suka memilih posisi sebagai penonton dan komentator yang handal saja.
Banyak orang yang merasa tersinggung dan kemudian menarik diri dari sebuah persekutuan karena ia merasa kurang dihargai. Ia sangat senang kalau apa yang dilakukannya itu dipuji-puji orang.  Ya anda hebat, ya anda luar biasa,….ia butuh sanjungan agar ia merasa tersanjung.
Pada hal untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan oleh Kristus, maka mementingkan diri sendiri dan menuntut pujian dari orang lain adalah hal yang sangat naif.
Coba anda bayangkan kalau Yesus hanya mementingkan diri sendiri dan menuntut pujian, apakah anda dan saya dapat menikmati anugerah keselamatan itu ??? Saya kira tidak.    
Demikian pula, apakah kita rugi, mulut kita menjadi sumbing, atau muka kita menjadi rusak kalau, apa yang dikerjakan itu tidak dipuji orang lain.
Karena itu hendaknya motivasi yang ada dalam diri kita dalam melaksanakan setiap pekerjaan adalah ; “saya melakukan pekerjaan ini untuk memuliakan Tuhan”. Jadi Tuhan yang menjadi sasaran kita adalah Tuhan dimuliakan..            
Pada sisi ini pula orang akan terhidar dari kecenderungan untuk melakukan hal-hal yang tidak baik dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya.
           
Nasehat keempat  yang mau disampaikan Paulus kepada Jemaat di Filipi adalah jemaat harus dijadikan sebagai pendengar, pemilik dan pemikul Firman Tuhan, sebagai ukuran keberhasilan pengorbanan Paulus, termasuk kerelaannya untuk terkurung di dalam penjara.                            Apa maksudnya ??? Maksudnya adalah apabila umat menampilkan suatu kehidupan yang mencerminkan Terang Kristus dalam kehidupan mereka sehari-hari, agar dapat dilihat  oleh orang lain dan lalu mereka memuji Tuhan, maka pengorbanan Paulus menjadi sangat berarti. Tetapi kalau kehidupan mereka tidak mencerminkan terang Kristus, maka sia-sialah seluruh pengorbanannya.
            Ini tidak berarti bahwa Paulus menunut jasa atas pekerjaannya. Tetapi Paulus mau mengajak mereka bahwa setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memberitakan tentang terang keselamatan Kristus harus menampakan buah-buah yang baik, dan bukan buah-buah yang busuk. Amin.
           
Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th.
(Ketua Majelis Jemaat GPM Dobo)
Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gereja Bethel–Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru. Tahun 2002.