TEKS : Zakaria 9 ; 9-10.
Syaloom !!!
Kerinduan dan harapan untuk memiliki seorang
pemimpin yang baik, jujur, penuh dedikasi, peduli terhadap orang yang dipimpin
menjadi dambaan setiap orang.
Katakanlah
setiap orang mendambakan kehadiran seorang pemimpin yang sejati. Apakah itu
dalam keluarga dimana anak-anak dan istri mendambakan kehadiran seorang ayah
sebagai pemimpin yang sejati. Apakah di tempat kerja dimana, para karyawan dan
pekerja mendambakan seorang pemimpin yang sejati. Apakah dalam masyarakat,
dimana semua orang mendambakan seorang kepala desa, camat, Bupati, Gubernur,
Presiden yang sejati, dll.
Kerinduan
dan harapan ini wajar saja, oleh karena dalam masyarakat kita terlihat begitu
banyak pemimpin yang melalui sikap dan perilakunya sangat meresahkan hati
orang-orang yang dipimpinnya (dalam keluarga, tempat kerja maupun dalam
masyarakat).
Rupanya
kerinduan dan harapan yang sama juga dialami oleh orang Israel ketika mereka
kembali dari pembuangan Babel. Mereka
mendambakan seorang pemimpin atau seorang Raja yang jujur dan adil serta mampu
memberikan pengayoman kepada mereka.
Kenapa
?? Oleh karena pengalaman sejarah masa
lalu menunjukan bahwa para Raja yang memerintah, selalu melakukan tindakan
ketidakadilan, ketidakjujuran bahkan melakukan perlakuan sewenang-wenang
terhadap rakyatnya.
Raja
bertindak sebagai para penguasa yang kejam dan korup. Itulah sebabnya mereka
memdambakan seorang pemimpin, seorang Raja, yang disebut sebagai Raja Messias.
Pertanyaan
kritis kita adalah Bagaimanakah ciri kepemimpinan Raja Mesias itu ?? Dengarlah pernyataan penulis berikut ini : “Rajamu yang datang kepadamu, yaitu Raja
yang adil dan jaya; Raja yang lemah lembut; raja yang mengenderai seekor
keledai beban yang muda”. (ayat 9 c).
Dari
pernyataan ini kita menggaris bawahi tiga hal yang menjadi ciri dari Raja
Messias itu yakni :
Pertama
: Dia adalah
seorang pemimpin yang adil dan Jaya. Bahwa dalam proses
kepemimpinan yang dilakukannya, ia selalu menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan dan kejujuran. Tidak ada penipuan, tidak ada rekayasa untuk
pementingan diri, tidak ada korupsi, tidak ada manipulasi. Yang ada adalah bagaimana
ia memutuskan perkara orang-orang kecil dengan adil. Yang ada adalah bagaimana ia menunjukan perhatian dan keperdulian bagi
semua masyarakat dengan adil. Dan sikap keadilan yang dibangun dalam proses
pemerintahan itulah yang menobatkan dia sebagai raja yang Jaya dan pemimpin
yang hebat.
Kejayaannya
bukan karena kekuatan dan kuasa serta materi yang dimiliknya, tetapi perilaku
adil yang dipertontonkannya, yang kemudian menobatkan dia sebagai seorang pemimpin
yang Jaya.
Kenyataan membuktikan bahwa dalam masyarakat kita, seorang pemimpin
dianggap Jaya, hebat apabila , ia mampu
menundukan orang lain, mempengaruhi orang lain untuk melakukan berbagai
keinginan dan harapan-harapannya. Meskipun keinginan dan harapan-harapannya itu
berdampak/berpengaruh sangat buruk bagi keselamatan hidup orang lain,…baginya
itu bukan masalah.
Setiap orang yang menghalangi
pencapaian keinginan dan harapan-harapannya akan digilas habis dengan berbagai
cara yang halus maupun yang kotor. Disinilah
sebetulnya sikap ketidakadilan itu berkembang dengan suburnya, dan terus
merajalela dalam proses kepeimpinan yang dilakukan.
Karena itu bagi kita sebagai orang
percaya, firman Tuhan mengajar kita bahwa kalau kita mau menjadi pemimpin yang
jaya, maka kita harus menampilkan sikap kepemimpin yang berbasis keadilan, dan
bukan kepemimpinan yang berbasis kekuasaaan dan
kekerasan.
Kedua: Ia memerintah dengan Lemah
Lembut. Kata
Lemah lembut dalam bahasa asli Alkitab menunjuk pada ; orang-orang yang
hidup dalam kontrol diri yang kuat, dengan kesabaran yang tinggi, tanggap,
cekatan, trampil dan dengan disiplin
yang kuat. Contoh : Musa yang dikenal sebagai pemimpin yang besar,
tetapi ia dilukiskan oleh penulis kitab Bilangan sebagai seorang yang sangat
lembut hatinya, lebih dari setiap orang yang lain (bandingkan Bilangan 12 : 3). Tetapi ia juga
bukan tokoh yang mudah goyah, ia bukan juga tokoh yang mudah loyo.
Namun pada sebelah lain, kita juga melihat karakter Musa
sebagai seorang pemimpin yang marah dengan hebatnya. (kita masih ingat
peristiwa patung lembu emas yang di buat oleh saudaranya Harun, ketika Musa
berada di puncak gunung Horeb untuk menerima dua log batu. Ia marah dengan
hebatnya, karena mereka berbalik dari Allah dan menyembah patung lembu
emas).
Kenyataan ini menunjukan bahwa orang yang lemah lembut bukan berarti orang yang tidak
boleh menampilkan sikap marah. Silahkan marah. Tetapi kemarahannya itu dapat
dikendalikan. Tegasnya, ia marah pada
waktu-waktu yang tepat dan tempat yang tepat pula. Bukan marah membabi buta.
Kenyataan
membuktikan bahwa para penguasa atau pemimpin
sekarang ini kurang atau malah tidak memerintah dengan lemah lembut.
Mereka kurang memiliki kontrol diri yang
kuat, kurang sabar, tidak tanggap terhadap persoalan-persoalan hidup manusia
atau masyarakat.
Kita
lihat beberapa bulan yang lalu, ketika kondisi ekonomi masyarakat masih rendah,
krisis ekonomi masih berkepanjangan Pemerintah menaikan 3 elemen dasar yaitu
tarif telephon, tarif listrik dan Bahan bakar minyak, yang tentunya berdampak
bagi kenaikan harga 9 bahan pokok dan transportasi, yang ujung-ujungnya sangat
meresahkan masyarakat. Dimana-mana
masyarakat berdemonstrasi atas kebijakan pemerintah itu. Di ibu kota Republik sampai di kota kecamatan diseluruh tanah air.
Ini
menunjuk bahwa pemerintah kurang tanggap dalam menangani secara bijaksana persoalan-persoalan
kemasyarakatan yang muncul dalam konteks masyarakat kita yang masih sangat
miskin.
Dalam
proses kepemimpinan keluarga, banyak juga para pemimpin yang bersikap kurang
sabar dalam melakukan tanggung jawabnya sebagai
Kepala Keluarga maupun ibu rumah tangga. Kurang sabar dan kurang kontrol
diri dalam menangani berbagai persoalan yang muncul dalam keluarga.
Terkadang
untuk menyelesaikan persoalan kita hanya mengandalkan sikap marah. Dengan
kemarahan kita berpikir persoalan akan selesai. Pada hal dengan kemarahan yang
membabi buta tanpa kontrol diri akan menambah masalah baru, yang semakin rumit
lagi.
Pada
sebelah lain kita juga mencatat bahwa ada pemimpin yang tidak bisa marah atau
sedikit saja marah. Akibatnya apa ? Ketika diperhadapkan dengan kondisi
masyarakat yang harus marah, justru yang terjadi adalah sikap tenang-tenang
saja (adem ayem).
Bukan
Cuma itu banyak pemimpin keluarga juga yang tidak tanggap bahkan tidak perduli
terhadap kebutuhan anggota keluarga
(kebutuhan istri dan anak-anak, orang tua maupun mertua). Karena itu firman Tuhan di hari ini mengajak kita untuk baiklah
kita menampilkan
sikap yang lemah lembut
Ketiga : Raja Messias itu mengenderai seekor
keledai (hewan pengangkut barang/beban).
Biasanya seorang raja yang berkuasa dan
yang punya kekuatan, kunjungannya selalu menggunakan kereta dan kuda, sebagai
symbol dari kekuatan perang dan dengan
prajurit pilihan. Tetapi yang dilakukan pemimpin ini adalah mengenderai seekor keledai, bahkan
keledai beban yang muda.
Kenyataan ini menunjukan bahwa raja
yang adil itu tidak datang untuk memamerkan kekuatan dan kekuasaannya. Ia tidak
datang untuk berperang. Tetapi ia datang untuk membawa damai. Misinya adalah
misi kemanusiaan dan missi penyelamatan, missi perdamaian.
Dalam hubungan dengan misi perdamaian
dan misi kemanusiaan itu, maka raja yang
memerintah dengan lemah lembut itu akan bertindak untuk menghancurkan kekuatan
perang, merusak perlengkapan perang, dan mematahkan peralatan-peralatan perang.
Tegasnya dikatakan sebagai berikut : “Ia
akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem, busur
perang akan dilenyapkan”.
Semuanya ini menegaskan kepada kita bahwa
raja yang lemah lembut itu akan menghancurkan berbagai bentuk ketidakadilan dan
ketidakbenaran, tetapi cara yang di tempuh bukanlah dengan cara kekerasan dan
anarkhi. Tetapi dengan cara-cara yang lemah lembut.
Penyelesaian terhadap masalah-masalah umat
tidak dilakukan dengan kekerasan dan kebringasan, tetapi dengan sikap sabar,
dengan sikap penguasan diri yang mantap, dengan penuh keperdulian dan dengan
penuh kelemah lembutan.
Kenyataan membuktikan bahwa masih
banyak pemimpin (dalam keluarga, dalam masyarakat)
yang memilih cara-cara kekerasan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
di hadapi. Masih segar dalam ingatan kita ketika kerusuhan bernunasa Sara
merebak di Maluku, tindakan kekerasan telah dilihat sebagai bentuk penyelesaian
yang baik. Dan dampaknya ialah kondisi sesudah kerusuhan bukan hanya orang
dewasa, tetapi para pemuda, remaja bahkan anak kecil memilih jalan kekerasan
untuk menyelesaikan persoalan di jalananan, di tempat bermain, di sekolah orang
bawa parang dan panah bahkan pistol rakitan.
Benar bahwa semua orang percaya mesti punya komitmen untuk
memerangi berbagai bentuk ketidakadilan,
tetapi jangan kita menggunakan lagi cara-cara
kekerasan yang tidak manusiawi itu, yang pada akhirnya akan merusakan kehidupan
kita sendiri.
Hal lain yang mau disampaikan kepada
kita melalui teks ini adalah berkenaan dengan missi perdamaian. Bahwa tujuan
Raja Messias untuk memerangi berbagai bentuk peralatan perang sebagaimana yang
disebutkan di atas, bukan dengan tujuan untuk melakukan penjajahan dan
eksploitasi terhadap mereka yang kalah dalam perang. Tetapi tujuannya hanya satu,
yaitu agar terjadi situasi damai diseluruh negeri. Dimana semua
orang akan hidup dengan damai, penuh sukacita dan penuh cinta kasih.
Sebagai bagian dari masyarakat yang ada
di wilayah kepulauan Aru ini, kita tentunya akan bersukacita dengan kehadiran Komisi II DPR RI,
dalam hubungan dengan percepatan pembentukan Kabuapten Aru. Tetapi sejalan
dengan itu, persoalan yang harus kita sikapi dengan baik dan cermat adalah bagaimana
kita menghadirkan diri kita, keluarga kita, pemimpin-pemimpin kita baik di
level eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sebagai pemimpin-pemimpin yang
jujur, yang adil, yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, yang tidak korup.
Ini tanggung jawab yang tidak ringan,
tetapi harus dilakukan oleh setiap orang percaya di negeri ini. Saya takut, jangan terjadi adalah orang
berebut untuk menjadi pemimpin. Tetapi itu dilakukan hanya dengan maksud untuk
mendapat kesempatan dan kemungkinan untuk memperkaya diri, kelompok dan
keluarga dan mengabaikan keprihatinan kepada orang lain. Kalau ini kita lakukan
maka kita berdosa kepada Tuhan Raja yang adil. Amin.
Oleh
;
Pdt.
Jan. Z. Matatula, S.Th.
(Ketua
Majelis Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru)
(Disampaikan dalam
kebaktian Minggu di Gedung Gereja Bethel– Jemaat GPM Dobo, Klasis GPM P.P.Aru.
23 Februari 2003).