HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Selasa, 17 September 2013

TELADANI POLA KEPEMIMPINAN MESIANIS




TEKS    : Zakaria 9 ; 9-10.

Syaloom !!!

Kerinduan dan harapan untuk memiliki seorang pemimpin yang baik, jujur, penuh dedikasi, peduli terhadap orang yang dipimpin menjadi dambaan setiap orang.
Katakanlah setiap orang mendambakan kehadiran seorang pemimpin yang sejati. Apakah itu dalam keluarga dimana anak-anak dan istri mendambakan kehadiran seorang ayah sebagai pemimpin yang sejati. Apakah di tempat kerja dimana, para karyawan dan pekerja mendambakan seorang pemimpin yang sejati. Apakah dalam masyarakat, dimana semua orang mendambakan seorang kepala desa, camat, Bupati, Gubernur, Presiden yang sejati, dll. 
Kerinduan dan harapan ini wajar saja, oleh karena dalam masyarakat kita terlihat begitu banyak pemimpin yang melalui sikap dan perilakunya sangat meresahkan hati orang-orang yang dipimpinnya (dalam keluarga, tempat kerja maupun dalam masyarakat). 
Rupanya kerinduan dan harapan yang sama juga dialami oleh orang Israel ketika mereka kembali dari pembuangan Babel.  Mereka mendambakan seorang pemimpin atau seorang Raja yang jujur dan adil serta mampu memberikan pengayoman kepada mereka.
Kenapa ??  Oleh karena pengalaman sejarah masa lalu menunjukan bahwa para Raja yang memerintah, selalu melakukan tindakan ketidakadilan, ketidakjujuran bahkan melakukan perlakuan sewenang-wenang terhadap rakyatnya.      
Raja bertindak sebagai para penguasa yang kejam dan korup. Itulah sebabnya mereka memdambakan seorang pemimpin, seorang Raja, yang disebut sebagai Raja Messias.
Pertanyaan kritis kita adalah Bagaimanakah ciri kepemimpinan Raja Mesias itu ??  Dengarlah pernyataan penulis berikut ini : “Rajamu yang datang kepadamu, yaitu Raja yang adil dan jaya; Raja yang lemah lembut; raja yang mengenderai seekor keledai beban yang muda”. (ayat 9 c).
Dari pernyataan ini kita menggaris bawahi tiga hal yang menjadi ciri dari Raja Messias itu yakni :

Pertama : Dia adalah seorang pemimpin yang adil dan Jaya. Bahwa dalam proses kepemimpinan yang dilakukannya, ia selalu menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Tidak ada penipuan, tidak ada rekayasa untuk pementingan diri, tidak ada korupsi, tidak ada manipulasi. Yang ada adalah bagaimana ia memutuskan perkara orang-orang kecil dengan adil. Yang ada adalah bagaimana  ia menunjukan perhatian dan keperdulian bagi semua masyarakat dengan adil. Dan sikap keadilan yang dibangun dalam proses pemerintahan itulah yang menobatkan dia sebagai raja yang Jaya dan pemimpin yang hebat.
Kejayaannya bukan karena kekuatan dan kuasa serta materi yang dimiliknya, tetapi perilaku adil yang dipertontonkannya, yang kemudian menobatkan dia sebagai seorang pemimpin yang Jaya.
Kenyataan membuktikan bahwa  dalam masyarakat kita, seorang pemimpin dianggap Jaya, hebat apabila , ia  mampu menundukan orang lain, mempengaruhi orang lain untuk melakukan berbagai keinginan dan harapan-harapannya. Meskipun keinginan dan harapan-harapannya itu berdampak/berpengaruh sangat buruk bagi keselamatan hidup orang lain,…baginya itu bukan masalah.           
Setiap orang yang menghalangi pencapaian keinginan dan harapan-harapannya akan digilas habis dengan berbagai cara yang halus maupun yang kotor.  Disinilah sebetulnya sikap ketidakadilan itu berkembang dengan suburnya, dan terus merajalela dalam proses kepeimpinan yang dilakukan.
Karena itu bagi kita sebagai orang percaya, firman Tuhan mengajar kita bahwa kalau kita mau menjadi pemimpin yang jaya, maka kita harus menampilkan sikap kepemimpin yang berbasis keadilan, dan bukan kepemimpinan yang berbasis kekuasaaan dan  kekerasan. 

Kedua:   Ia memerintah dengan Lemah Lembut.   Kata  Lemah lembut dalam bahasa asli Alkitab menunjuk pada ; orang-orang yang hidup dalam kontrol diri yang kuat, dengan kesabaran yang tinggi, tanggap, cekatan, trampil dan dengan disiplin  yang kuat. Contoh : Musa yang dikenal sebagai pemimpin yang besar, tetapi ia dilukiskan oleh penulis kitab Bilangan sebagai seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap orang yang lain  (bandingkan Bilangan 12 : 3). Tetapi ia juga bukan tokoh yang mudah goyah, ia bukan juga tokoh yang mudah loyo. 
Namun pada sebelah lain, kita juga melihat karakter Musa sebagai seorang pemimpin yang marah dengan hebatnya. (kita masih ingat peristiwa patung lembu emas yang di buat oleh saudaranya Harun, ketika Musa berada di puncak gunung Horeb untuk menerima dua log batu. Ia marah dengan hebatnya, karena mereka berbalik dari Allah dan menyembah patung lembu emas).  
Kenyataan ini menunjukan bahwa orang yang  lemah lembut bukan berarti orang yang tidak boleh menampilkan sikap marah. Silahkan marah. Tetapi kemarahannya itu dapat dikendalikan. Tegasnya, ia  marah pada waktu-waktu yang tepat dan tempat yang tepat pula. Bukan marah membabi buta.
Kenyataan membuktikan bahwa para penguasa atau pemimpin  sekarang ini kurang atau malah tidak memerintah dengan lemah lembut. Mereka kurang memiliki  kontrol diri yang kuat, kurang sabar, tidak tanggap terhadap persoalan-persoalan hidup manusia atau masyarakat.
Kita lihat beberapa bulan yang lalu, ketika kondisi ekonomi masyarakat masih rendah, krisis ekonomi masih berkepanjangan Pemerintah menaikan 3 elemen dasar yaitu tarif telephon, tarif listrik dan Bahan bakar minyak, yang tentunya berdampak bagi kenaikan harga 9 bahan pokok dan transportasi, yang ujung-ujungnya sangat meresahkan masyarakat.  Dimana-mana masyarakat berdemonstrasi atas kebijakan pemerintah itu. Di ibu kota Republik  sampai di kota kecamatan diseluruh tanah air.
Ini menunjuk bahwa pemerintah kurang tanggap dalam menangani secara bijaksana persoalan-persoalan kemasyarakatan yang muncul dalam konteks masyarakat kita yang masih sangat miskin.
Dalam proses kepemimpinan keluarga, banyak juga para pemimpin yang bersikap kurang sabar dalam melakukan tanggung jawabnya sebagai  Kepala Keluarga maupun ibu rumah tangga. Kurang sabar dan kurang kontrol diri dalam menangani berbagai persoalan yang muncul dalam keluarga. 
Terkadang untuk menyelesaikan persoalan kita hanya mengandalkan sikap marah. Dengan kemarahan kita berpikir persoalan akan selesai. Pada hal dengan kemarahan yang membabi buta tanpa kontrol diri akan menambah masalah baru, yang semakin rumit lagi.
Pada sebelah lain kita juga mencatat bahwa ada pemimpin yang tidak bisa marah atau sedikit saja marah. Akibatnya apa ? Ketika diperhadapkan dengan kondisi masyarakat yang harus marah, justru yang terjadi adalah sikap tenang-tenang saja (adem ayem).
Bukan Cuma itu banyak pemimpin keluarga juga yang tidak tanggap bahkan tidak perduli terhadap kebutuhan anggota keluarga  (kebutuhan istri dan anak-anak, orang tua maupun mertua).  Karena itu firman  Tuhan di hari ini mengajak kita untuk baiklah kita menampilkan sikap yang lemah lembut

Ketiga  :  Raja Messias itu mengenderai seekor keledai (hewan pengangkut barang/beban).
Biasanya seorang raja yang berkuasa dan yang punya kekuatan, kunjungannya selalu menggunakan kereta dan kuda, sebagai symbol dari kekuatan perang dan  dengan prajurit pilihan. Tetapi yang dilakukan pemimpin  ini adalah mengenderai seekor keledai, bahkan keledai beban yang muda.
Kenyataan ini menunjukan bahwa raja yang adil itu tidak datang untuk memamerkan kekuatan dan kekuasaannya. Ia tidak datang untuk berperang. Tetapi ia datang untuk membawa damai. Misinya adalah misi kemanusiaan dan missi penyelamatan, missi perdamaian.
Dalam hubungan dengan misi perdamaian dan misi kemanusiaan itu, maka  raja yang memerintah dengan lemah lembut itu akan bertindak untuk menghancurkan kekuatan perang, merusak perlengkapan perang, dan mematahkan peralatan-peralatan perang. Tegasnya dikatakan sebagai berikut : “Ia akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem, busur perang akan dilenyapkan”.  
Semuanya ini menegaskan kepada kita bahwa raja yang lemah lembut itu akan menghancurkan berbagai bentuk ketidakadilan dan ketidakbenaran, tetapi cara yang di tempuh bukanlah dengan cara kekerasan dan anarkhi. Tetapi dengan cara-cara yang lemah lembut.
Penyelesaian terhadap masalah-masalah umat tidak dilakukan dengan kekerasan dan kebringasan, tetapi dengan sikap sabar, dengan sikap penguasan diri yang mantap, dengan penuh keperdulian dan dengan penuh kelemah lembutan.
Kenyataan membuktikan bahwa masih banyak pemimpin  (dalam keluarga, dalam masyarakat) yang memilih cara-cara kekerasan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang di hadapi. Masih segar dalam ingatan kita ketika kerusuhan bernunasa Sara merebak di Maluku, tindakan kekerasan telah dilihat sebagai bentuk penyelesaian yang baik. Dan dampaknya ialah kondisi sesudah kerusuhan bukan hanya orang dewasa, tetapi para pemuda, remaja bahkan anak kecil memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan di jalananan, di tempat bermain, di sekolah orang bawa parang dan panah bahkan pistol rakitan.
Benar bahwa semua orang  percaya mesti punya komitmen untuk memerangi  berbagai bentuk ketidakadilan, tetapi  jangan kita menggunakan lagi cara-cara kekerasan yang tidak manusiawi itu, yang pada akhirnya akan merusakan kehidupan kita sendiri.

Hal lain yang mau disampaikan kepada kita melalui teks ini adalah berkenaan dengan missi perdamaian. Bahwa tujuan Raja Messias untuk memerangi berbagai bentuk peralatan perang sebagaimana yang disebutkan di atas, bukan dengan tujuan untuk melakukan penjajahan dan eksploitasi terhadap mereka yang kalah dalam perang. Tetapi tujuannya hanya satu, yaitu  agar terjadi  situasi damai diseluruh negeri. Dimana semua orang akan hidup dengan damai, penuh sukacita dan penuh cinta kasih.
Sebagai bagian dari masyarakat yang ada di wilayah kepulauan Aru ini, kita tentunya akan bersukacita dengan  kehadiran Komisi II DPR RI, dalam hubungan dengan percepatan pembentukan Kabuapten Aru. Tetapi sejalan dengan itu, persoalan yang harus kita sikapi dengan baik dan cermat adalah bagaimana kita menghadirkan diri kita, keluarga kita, pemimpin-pemimpin kita baik di level eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sebagai pemimpin-pemimpin yang jujur, yang adil, yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, yang tidak korup.   
Ini tanggung jawab yang tidak ringan, tetapi harus dilakukan oleh setiap orang percaya di negeri ini.  Saya takut, jangan terjadi adalah orang berebut untuk menjadi pemimpin. Tetapi itu dilakukan hanya dengan maksud untuk mendapat kesempatan dan kemungkinan untuk memperkaya diri, kelompok dan keluarga dan mengabaikan keprihatinan kepada orang lain. Kalau ini kita lakukan maka kita berdosa kepada Tuhan Raja yang adil. Amin.

Oleh ;
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th.
(Ketua Majelis Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja Bethel– Jemaat GPM Dobo, Klasis GPM P.P.Aru. 23 Februari 2003).








Tidak ada komentar:

Posting Komentar