HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Sabtu, 31 Agustus 2013

PERSEKUTUAN YANG SALING MEMBAHARUI


TEKS   : FILEMON 1 ; 6-12.

Syaloom !!!
Kita masih berada dalam suasana Paskah Kristus. Dan Paskah menjadi momentum pemulihan bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang saling membenci. Karena itu dalam sorotan tema ; “Persekutuan yang saling membaharui”, saya mengajak kita untuk merenungkan teks bacaan kita tadi Filemon 1 : 6-12.
 Teks kita ini adalah penggalan dari sepucuk surat yang dilayangkan Paulus kepada Filemon. Isi surat ini menggambarkan keinginan Paulus yang sangat besar agar Filemon dapat menerima Onesimus hambanya sebagaimana ia ada sekarang.
Pertanyaan kritis kita adalah apa sebetulnya yang terjadi antara Onesimus dan Filemon dan mengapa Paulus harus meminta Filemon untuk menerima Onesimus kembali ??? Mari kita cari jawabannya dalam teks bacaan kita ini.
Disebutkan dalam teks kita, bahwa Paulus berjumpa dengan Onesimus salah seorang hamba Filemon, yang melarikan diri dari rumah tuannya.
Filemon sendiri adalah seorang Kristen yang kaya di Kolose dan yang menjadi percaya kepada Kristus atas pemberitaan Injil yang dilakukan oleh Paulus dan karena itu ia mempunyai hubungan sangat akrab dengan Paulus.
Rupanya Onesimus telah melakukan suatu hal yang merugikan tuannya Filemon, Hal itu dijelaskan Paulus dalam ayat 18, katanya ; “ dan kalau dia sudah merugikan engkau atau berhutang padamu”. Jadi yang pasti ada perbuatan yang dilakukan oleh Onesimus yang akan mengantar dia untuk menerima hukuman berat dari tuannya.
Hal itu sesuai dengan budaya yang berlaku dalam masyarakat Yunani-Romawi, dimana bila seorang hamba/budak melakukan pelanggaran terhadap tuannya ia akan ditimpa hukuman berat.
Dan untuk menghindari hukuman itu Onesimus melarikan diri dari rumah tuannya. Dalam pelariannya itulah Onesimus  dipertemukan dengan Paulus oleh Epafras teman sekampungnya (Kol.4:12).
Selanjutnya disebutkan dalam teks kita bahwa ketika Paulus dipertemukan dengan Onesimus, ia sendiri sementara terkurung dipenjara Roma, akibat dari pemberitaan Injil yang dilakukannya.
Dalam perjumpaan dengan Paulus itulah, Paulus merobah seluruh hidup Onesimus sehingga ia mengalami pemulihan hidup. Ia mengalami pertobatan hidup. Dan menurut penilaian Paulus, Onesimus telah menjadi tenaga pemberitaan Injil yang hebat.  Hal itu disampaikan dengan ungkapan ;  “dulu memang ia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku” (ayat 11). Ini suatu pengakuan yang tulus dari Paulus.
Belajar dari bagian ini maka ada 3 hal yang patut kita renungkan.
Pertama ; bahwa Tugas pemberitaan Injil tidak pernah mengenal batas waktu dan ruang, bahkan usia.
Bahwa kendati Paulus sudah menjadi tua, kendati ia disiksa dalam penjara, semua tekanan dan penderitaan itu tidak sedikitpun melemahkan semangatnya untuk memberitakan tentang Yesus yang bangkit itu.      
Paulus tidak berdiam diri sebagai seorang hukuman dan menyesali situasi hidup yang dialaminya saat itu. Tetapi ia melakukan perbuatan-perbuatan yang hebat dalam penjara.  
Bukan Cuma ia menulis surat untuk memperkuat iman dan keyakinan orang-orang Kristen yang baru menjadi percaya kepada Kristus, yang pada waktu itu mendapat tekanan yang luar biasa dari orang-orang Yahudi dan Yunani.  Tetapi ia juga mempersiapkan orang-orang yang bersama-sama dengan dia untuk menjadi pemberita-pemberita Injil yang handal.
Kenyataan ini mesti mendorong kita yang hadir dalam kebaktian ini, bahkan setiap orang percaya kepada Kristus, untuk tidak pernah berhenti memberitakan Injil Kerajaan Allah, memberitakan tentang Yesus yang bangkit. Tegasnya, kita dipanggil untuk memberitakan Yesus yang bangkit itu, dimanapun kita berada. Di rumah, di tempat kerja, di tengah masyarakat dimana kita beraktivitas.
Pemberitaan Injil yang dimaksudkan tersebut,  tidak harus membuat semuanya orang menjadi penatua, atau diaken, atau koordinator unit, atau pimpinan wadah organisasi gerejawi. Tetapi ketika sebagai orang tua kita bangun pagi, doa bersama dengan keluarga  itu bentuk pemberitaan Injil. Ketika kita memperhatikan jam-jam belajar anak-anak kita, ketika kita mendorong mereka untuk belajar dengan baik, itu pekabaran injil.  
Ketika dengan penuh cinta kita mendampingin anak-anak remaja kita, para pemuda kita dalam proses pergaulan mereka, sehingga mereka tidak jatuh dalam berbagai perbuatan kejahatan, itu pemberitaan injil.  Ketika malam menjelang dan kita membaca Alkitab dan berdoa, itu pemberitaan Injil yang dilakukan.
Pada sebelah lain kita diingatkan bahwa Kita tidak saja dipanggil untuk memberitakan Injil dalam suasana tanpa tantangan. Tetapi kita juga dipanggil untuk memberitakan Injil di tengah-tengah tantangan hidup yang dihadapi.
Katakanlah apakah dalam kegembiraan dan kesuksesan maupun ketika kita berada dalam penderitaan, hendaknya semangat Pemberitaan Injil harus terus menyala-nyala.
Jang Cuma katong sanang manyanyi lagu “api injil”, sementara katong tidak punya semangat untuk mengobarkan api itu dalam hidup kita terutama dalam keluarga kita.

Kedua ; Bahwa setiap orang dipanggil untuk menerima orang lain apa adanya, dalam kelemahan dan kelebihan mereka.
Bahwa sebagaimana Paulus menerima Onesimus yang adalah seorang budak, seorang hamba yang melarikan diri dari tuannya, seorang hukuman dan merobah dia menjadi baik, menjadi berguna, maka kita juga punya tanggung jawab yang sama untuk menerima dan merangkul orang-orang yang karena kelemahan, yang kerena tekanan-tekanan hidup yang berat, tuntunan ekonomi yang berat, telah melakukan berbagai kesalahan, bahkan mungkin telah merugikan kita.
Tidak benar kalau kita hanya mau terima yang baek-baek saja, lalu yang tarabae katong buang bagitu saja. Tidak begitu,….
Bukankah tidak ada seorangpun diantara kita  yang baik dimata Tuhan ? Oleh karena kita semua adalah orang berdosa ???  Tetapi dalam kasihNya Tuhan menerima dan merangkul kita dan menjadikan kita status yang baru, sebagai orang-orang yang diselamatkan.  Sama halnya dengan Onesimus yang telah diterima oleh Paulus.
Karena itu tugas kita adalah merangkul setiap orang berdosa, mendampingi mereka, membuat mereka berubah dan dipulihkan agar mereka juga dapat menjadi berkat bagi orang lain.


Ketiga ; Bahwa perubahan hidup setiap orang mesti dilakukan atas dasar komitmennya untuk berubah.  
Bahwa Onesimus tidak mau tenggelam dalam perbuatan-perbuatan kesalahan yang ia lakukan. Karena itu ia dengan sungguh-sungguh menyambut proses pemulihan yang dilakukan Paulus terhadapnya sehingga ia menjadi berguna, bagi dirinya, bagi Paulus, bagi Filemon dan bagi Tuhan.
Kenyataan ini menunjukan bagi kita, bagi orang-orang yang pernah menghadapi masalah yang berat dengan hidupnya, kita belum hancur. Kita belum binasa. Kita masih berguna untuk diri kita, untuk keluarga kita. Kita masih berguna untuk kemuliaan Tuhan. Dan karena itu jangan pernah berhenti mencoba untuk menjadi baik, Jangan pernah berhenti mencoba untuk bangkit lagi merobah hidup dan memasuki kehidupan yang berpengharapan.
Banyak orang Kristen yang ketika diperhadapkan dengan masalah mereka menjadi bimbang, putus asa, flustrasi dan tidak berdaya. Mereka menganggap mereka sudah hancur. Tidak,  firman Tuhan mengatakan anda belum hancur. Karena itu setiap orang harus membangun komitmen untuk berubah. 
Ingat tidak ada pemenang yang tidak pernah gagal, tetapi pemenang adalah orang yang tidak berhenti mencoba. (Edwin Louis Cole). Setiap orang harus terus berubah. Bangunlah tekad bahwa kita harus bisa menjadi berkat bagi orang lain.
Sebetulnya Paulus tidak perlu meminta agar Filemon menerima Onesimus dalam keluarganya. Karena sebagai seorang yang berjasa bagi Filemon, dan punya wibawa sebagai seorang Pekabaran Injil, ia dapat memerintahkan Filemon untuk menerima Onesimus, dengan otoritas yang ada padanya. Hal itu dengan tegas dikatakan dalam ayat 8 katanya;  “Sekalipun di dalam Kristus aku mempunyai kebebasan penuh untuk memerintahkan kepadamu apa yang harus kamu lakukan” . Namun itu tidak dilakukan oleh Paulus.
Kenapa ??? Karena ia mau agar segala persoalan yang dihadapi oleh Filemon dan Onesimus, hendaknya diselesaikan atas dasar kasih dan kesadaran, bukan dengan kuasa dan karena terpaksa. 
Artinya atas dasar kasih Paulus ingin agar Filemon dengan sadar menerima Onesimus kembali. Itu artinya Filemon harus bisa mengampuni segala kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya. Paulus tidak mau Filemon menerima Onesimus karena terpaksa, atas desakan Paulus.
Itulah sebabnya dalam ayat 10, disebutkan bahwa Paulus mengajukan permintaan kepada Filemon untuk menerima Onesimus, yang adalah anaknya yang didapatnya dalam penjara.
Bahkan bukan Cuma itu, Paulus juga siap berkorban dalam proses pemulihan relasi antara Onesimus dan Filemon itu. Tegasnya dikatakan ; “Dan kalau dia sudah merugikan engkau berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu padaku, aku menjaminnya, aku akan membayarnya” (ayat 18-19). Ini luar biasa Paulus siap berkorban untuk seorang budak.

Belajar dari bagian firman Tuhan ini, maka ada 3 hal yang mau disampaikan ;
Pertama ; Bahwa dalam  upaya-upaya penyelesaian setiap persoalan hendaknya dilakukan atas dasar kasih dan bukan atas dasar kuasa.
Akhir-akhir ini, kalau kita nonton tv, baca Koran, kita menemukan suatu pemandangan yang luar biasa ngeri. Pemandangan yang berkaitan dengan penyalahgunaan kuasa yang dilakukan oleh orang yang punya kuasa.
Katakanlah para majikan menyiksa para pembantu rumah tangga, para majikan memaksa pembantunya untuk memenuhi keinginan jasmaninya, para penguasa yang mengorbankan karyawannya demi kepentingan dirinya. Bukan Cuma itu dengan kuasa ada orang tua yang memaksa kehendaknya untuk anak-anaknya. Dan karena anak tidak tahan, anak lari rumah. Ada suami yang karena kuasanya telah memaksa istrinya untuk melakukan kehendaknya dll.
Ini adalah sebagian kecil dari fenomena penyalahgunaan kuasa yang ada pada setiap orang. Dan tentunya situasi ini pasti tidak akan pernah menciptakan suatu kehidupan yang nyaman, tentram dan damai.  Karena itu firman Tuhan mengajak kita untuk menyelesaikan semua persoalan dalam kehidupan kita atas dasar kasih. Sebab dengan kasih maka orang akan melakukan segala sesuatu dengan sadar, dan bukan karena terpaksa.
Bila ada persoalan yang menimpa anak-anak kita marilah kita selesaikan dengan kasih. Bila ada persoalan yang menimpa saudara kita marilah kita selesaikan dengan kasih. Dstnya.

Kedua ; Bahwa setiap orang bertanggung jawab untuk menciptakan perdamaian diantara sesamanya.
Paulus tidak menghendaki hubungan yang rusak antara Filemon dan Onesimus terus berlanjut. Paulus menghendaki agar hubungan yang rusak akibat kesalahan Onesimus itu harus dipulihkan. Katakanlah Paulus ingin memulihkan lagi relasi antara Onesimus dan Filemon yang pernah renggang itu.
Bagi Paulus kendati Onesimus sudah siap menjadi pelayan yang hebat, tetapi bila ia tidak memperbaiki hubungannya dengan Filemon, itu sesuatu yang naïf, dan tidak benar. Ia tidak mungkin menjadi teladan yang baik.
Bagi Paulus mana mungkin Filemon bisa menjadi pelayan yang handal bagi Jemaatnya, tetapi kalau ia tidak bisa berdamai dengan Onesimus, ini juga adalah sesuatu yang naïf.  Ia tidak akan mungkin menjadi teladan yang baik bagi jemaatnya, bagi umat yang dilayaninya.
Kenyataan ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa memang ada saat-saat tertentu dimana kita diperhadapkan dengan persoalan dan membuat kita saling marah. Kadang karena tingkat emosional tinggi kita menjadi sarah marah.
Tetapi kemarahan itu tidak harus membuat kita saling benci. Kemarahan itu tidak harus membuat kita saling dendam. Marthin Luter King bilang begini ; Kalau dendam dibalas dengan dendam akan memperanakan dendam”. Sebaliknya bila dendam dibalas dengan kasih, maka dia akan melahirkan pengampunan.
Karena itu kita semua sebagai orang-orang percaya dipanggil untuk mencari dan menciptakan perdamaian dalam kehidupan kita.
Cuma saja dalam keseharian hidup kita, banyak orang yang justru tidak mencari perdamaian, tetapi mencari permusuhan dan pertengkaran. Bahkan ada yang merasa sangat bersukacita ketika melihat orang berantam, orang bakalai. Mungkin saja ada yang tepuk tangan ketika orang berantam dll.


Ketiga ; Bahwa upaya untuk menghadirkan perdamaian itu membutuhkan pengorbanan.
Dalam teks kita disebutkan bahwa  Paulus siap menanggung segala kerugian yang terjadi akibat perbuatan yang dilakukan oleh Onesimus, sebagai wujud pengorbanannya untuk mendorong terjadinya perdamaian.
Kenyataan ini menegaskan kepada kita bahwa setiap orang Kristen juga harus siap berkorban dalam proses perdamaian.
Proses berkorban itu termasuk komitmen kita untuk merobah cara pandang yang salah, sebagaimana yang diajarkan Paulus kepada Filemon. Jangan lagi melihat Onesimus sebagai budakmu, sebagai hambamu, tetapi hendaknya engkau melihat dia sebagai anakku yang kukasihi, buah hatiku, saudaramu dalam Kristus.
Hal ini memberikan petunjuk bagi kita bahwa sebagai orang percaya, jangan pernah kita memandang saudara kita dengan sebelah mata, karena kekurangannya, karena kemiskinannya, karena keterpurukannya, karena keterbatasannya. Tetapi mestinya kita memandang mereka sebagai saudara seiman kita. Amin.

Oleh : Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th.
Sekretaris Klasis Masohi.
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di  Gedung Gereja Yabok – Jemaat GPM Haruru,  Klasis  Masohi  Tanggal 27 April 2008.)

SIKAP YANG BENAR DALAM MERAIH MASA DEPAN



TEKS    : Amsal 16 ; 1-9.

Syaloom !!!
Hari-hari terakhir ini banyak orang tua yang sibuk dengan urusan sekolah anak-anaknya. Mendatangi sekolah-sekolah tertentu untuk melamar anak-anaknya yang mulai masuk TK, SD, SMP, SMA  sampai dengan Perguruan Tinggi.
Ada yang memilih sekolah di Masohi saja, tetapi ada yang justru memilih tempat pendidikan bagi anak-anaknya di kota-kota besar, yang katanya kualitas pendidikannya lebih baik, walaupun untuk itu mereka harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Tidak masalah.
Kenapa ?? ada banyak alasan yang masing-masing orang tua dapat menjawabnya sendiri.  Tetapi satu hal yang pasti adalah karena tidak ada orang yang ingin masa depannya hancur. Tidak ada orang tua yang menghendaki masa depan anak-anaknya hancur.
Tentunya dengan  memiliki pendidikan yang baik menjadi modal untuk memiliki masa depan yang baik pula. Itulah sebabnya berbagai upaya dilakukan oleh orang tua agar anak-anaknya dapat mengikuti pendidikan dengan baik.
Bicara tentang harapan untuk memiliki suatu masa depan yang baik, tentunya menjadi dambaan setiap orang dan sangat manusiawi. Karena itu ada banyak pemuda dan pemudi yang berjuang untuk memperoleh pekerjaan, terbebas dari status sebagai pengangguran. Ada banyak pekerja, pegawai yang berusaha untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan yang lebih baik sesuai dengan profesionalismenya, kompetensinya, dalam membangun kariernya dstnya. Itu realitas hidup di tengah-tengah konteks masyarakat kita.
Yang menjadi persoalan untuk kita renungkan bersama adalah bagaimana sikap kita sebagai orang Kristen untuk menggapai masa depan yang gemilang itu. Mari kita belajar dari teks bacaan kita tadi, Amsal 16 ; 1-9.

Hal pertama yang mau disampaikan kepada kita adalah adanya kemauan dari setiap orang untuk menyerahkan segala rencananya pada Tuhan, termasuk rencana untuk menggapai masa depan yang baik itu.
Jelasnya dikatakan ; “serahkanlah perbuatanmu pada Tuhan, maka terlaksana segala rencanamu” (ayat 3).
Pernyataan ini menunjukan kepada kita bahwa upaya untuk meraih masa depan yang baik, upaya untuk menggapai masa depan yang cerah itu mesti diperjuangkan.  
Orang tidak bisa duduk diam, orang tidak bisa pangku tangan dan ongkang-ongkang kaki di rumah lalu mengharapkan masa depannya akan baik.
Mustahil kalau anak sekolah yang malas sekolah, yang malas belajar akan sukses dalam studinya.  
Mustahil seorang pegawai yang tidak melakukan tugasnya dengan baik, yang sering absen masuk kantor  akan dipromosikan untuk naik pangkat dst.nya. Jadi untuk memiliki masa depan yang baik itu,  harus diperjuangkan.
Penulis menggunakan ungkapan “perbuatanmu” – kata dasar “buat” jadi berbuat tentunya dalam konotasi yang positif, bukan berbuat yang negatif dan yang dapat mencelakai hidupnya dan orang lain.
Tetapi serentak dengan itu penulis juga mengatakan bahwa berbuat itu tidak cukup, kalau hanya dilakukan dengan kekuatan diri, kemampuan diri, dan pertolongan manusia semata.
Sebaliknya setiap orang harus berusaha untuk melibatkan Tuhan dalam segala rencana dan perjuangannya.
Sebab hanya dengan melibatkan Tuhan maka ada jaminan, ada kepastian,  bahwa segala yang direncanakan untuk menggapai masa depan pasti berhasil.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Yakobus (Yakobus 4 :5 dstnya), ketika dengan tegas ia berkata : “janganlah kita berkata hari ini atau besok aku akan berangkat ke kota anu dan disana aku akan tinggal setahun dan berdagang dan seterusnya, sebab kita sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi besok hari,….. yang mesti kita ucapkan adalah :”Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu”.
 Jadi semuanya sangat tergantung dari kehendak Tuhan. Karena itu melibatkan Tuhan dalam seluruh proses untuk memperjuangankan masa depan adalah sebuah keniscayaan, sebuah keharusan bagi setiap orang beriman.
Pertanyaan kritis kita adalah kenapa harus selalu melibatkah Tuhan ? Penulis memberikan jawaban dengan berkata ; “Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, Tetapi Tuhanlah yang menguji hati.
Pernyataan ini menegaskan kepada kita bahwa sebetulnya setiap manusia selalu punya kecenderungan untuk melakukan hal yang salah, dan serentak dengan itu ia selalu punya arogansi yang tinggi untuk memperjuangkan  yang salah itu menjadi sesuatu yang benar.
Dengan kata lain ada banyak peluang bagi mereka untuk memutarbalikan fakta dengan seluruh kemampuan mereka, ekpresi mereka yang secara kasat mata dapat kita lihat.
Dan akibatnya ia akan tergoda untuk memperjuangkan masa depannya dengan menggunakan cara-cara yang kotor, cara-cara yang tidak benar yang dapat mendatangkan dosa dan kecemaran bagi hidupnya.
Karena itu bila kita melibatkan Tuhan dalam seluruh proses untuk memperjuangkan masa depan tersebut, maka Tuhan yang menguji hati itu, akan menolong kita, mengingatkan kita dan mendorong kita dengan kuasa Roh KudusNya, sehingga kita dapat menyatakan kebenaran itu sebagai hal yang benar dan bukan sebaliknya. Roh Kudus akan mendorong kita agar kita jujur terhadap hati nurani kita.
Dengan demikian maka hati sebagai pusat pengambilan keputusan akan tetap terkontrol untuk menyatakan kebenaran. Itu sikap pertama yang mesti dimiliki setiap orang kristen untuk menggapai masa depannya yang baik

Hal kedua yang mau menjadi sikap setiap orang percaya untuk menggapai masa depan yang cerah itu adalah hendaknya tujuan kita dalam upaya membangun masa depan itu, kita selaraskan dengan tujuan Tuhan bagi hidup kita.
Hal ini penting diketengahkan oleh karena banyak orang menjadi kecewa. Banyak orang menjadi flustrasi. Banyak orang menjadi putus asa, setelah berhadapan dengan kenyataan yang tidak pernah menjadi tujuan hidupnya.
Mereka seperti pendaki gunung yang hilang arah dalam pendakiannya dan tidak pernah sampai pada tujuan yang diharapkannya.
Kadang-kadang Kita ingin menjadi itu dan ini, tetapi setelah perjuangan berat kita lakukan, tokh kita tidak pernah bisa menggapai apa yang ditujuinya. Kita ingin menjadi tentara, kita ingin menjadi polisi, kita ingin menjadi pegawai negeri, dstnya, tetapi keinginan itu tidak kesampaian, dan akhirnya kita menyesali diri.
Karena itu firman Tuhan mengajak kita untuk marilah dengan rendah hati kita menyelaraskan apa yang menjadi tujuan hidup kita dengan apa yang Tuhan siapkan untuk kita.
Dalam teks kita disebutkan “bahwa Tuhan membuat segala sesuatu untuk tujuannya dan bila Ia berkenaan kepada seseorang maka musuh orang itupun akan didamaikanNya dengan dia.” (bd. Ayat 4 dan 7).
Kenyataan ini menunjukan kepada kita bahwa tidak selamanya apa yang menjadi Tujuan hidup kita akan sesuai dengan kehendak Tuhan.
Mungkin saja apa yang diharapkan sebagai tujuan hidup kita justru tidak membawa kebaikan, tetapi justru menjadi malapetaka bagi diri kita sendiri.  
            Karena itu sikap  yang bijaksana adalah berusahalah untuk melihat berbagai situasi yang kita hadapi termasuk berbagai kegagalan dalam perjuangan kita sebagai bagian dari rencana Tuhan yang patut kita terima, sambil berusaha untuk menangkap lagi apa maksud Tuhan di kemudian hari dengan semua yang dialami. Ini sikap sebagai orang beriman dalam menggapai masa depannya.  

Hal ketiga yang mau disampaikan berkenaan dengan upaya untuk membangun masa depan adalah Setiap orang harus memiliki kerendahan hati.
Dalam teks kita disebutkan bahwa ; “setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan”, bahkan karena sikap tinggi hati itu ia akan dihukum” (ayat 5).
Kenyataan ini menunjukan bahwa sikap tinggi hati adalah sikap yang ditentang oleh Tuhan. Karena apa ?  Karena dengan sikap tinggi hati, manusia akan menganggap orang lain menjadi rendah dan tidak bernilai.
Pada hal Alkitab bilang dihadapan Tuhan semua orang sama. Harkat dan martabatnya sama, walaupun berbeda secara gender, warna kulit, suku dan seterusnya. Dan ketika orang lain dianggap rendah dan tidak bernilai, maka mereka dapat menggunakan orang yang dianggap rendah itu sebagai objek. Objek untuk mengejar keuntungan diri, objek untuk kepuasaan diri dan seterusnya.
Pada sebelah lain, banyak orang yang setelah memiliki jabatan kedudukan, harta dan kekayaan yang melimpah, masa depan yang mapan, justru hancur, bangkrut, jatuh miskin dan tidak berdaya, kenapa karena tinggi hati ??
Itulah sebabnya firman Tuhan mengajak semua orang percaya untuk mengambil sikap rendah hati. Ingat rendah hati dan bukan rendah diri.  Sekali lagi Penulis tidak mengatakan kita harus rendah diri, tetapi rendah hati.  Kalau orang rendah diri, itu akan membuat ia tidak dapat mengembangkan potensi diri untuk menggapai masa depannya yang baik.  Tetapi dengan rendah hati, sekecil apapun potensi yang dimilikinya akan mampu mengantarnya untuk menjadi orang terkenal. 
Ada banyak anak-anak Tuhan yang tadi-tadinya tidak punya apa-apa untuk dibanggakan, tetapi dengan kerendahan hati mereka telah mengantar mereka untuk mampu mencapai masa depan yang cemerlang.
Salah satunya, Robert Sukendi Pengusaha mutiara terbesar di Indonesia justru mampu mencapai keberhasilan dan kesuksesannya karena sikap kerendahan hatinya dalam membangun usahanya.
Kerendahan hati ini menjadi semakin penting oleh karena dengan kerendahan hati orang akan mengembangkan sikap kasih dan kesetiaan.
Dengan mengembangkan sikap kasih dan kesetiaan itu, maka tidak ada orang yang akan tega untuk merancang kejahatan bagi orang lain. Sebaliknya dengan kasih dan kesetiaan maka setiap orang akan mampu untuk saling membantu dan menolong di dalam kelemahan dan kekurangnya untuk menggapai masa depan bersama.
Justru dengan Kasih dan kesetiaan setiap orang akan mampu menjadikan orang lain disekelilingnya menjadi teman seperjalanan sejati dalam menggapai masa depan bersama. amin.

Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th.
Sekretaris Klasis GPM Masohi

(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja Mahanaim– Jemaat GPM Masohi,
Juni 2010).







BERSAMA-SAMA MENGUPAYAKAN KEADILAN DAN KESEJAHATERAAN




TEKS    : Amsal 4 ;1-19.
Syaloom !!!!
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus
 
Saya percaya kita semua yang hadir disaat ini sepakat bahwa hidup ini adalah sesuatu yang sangat penting dan berharga.
Pentingnya hidup itu membuat setiap orang akan berusaha keras agar hidupnya bisa langgeng dan bertahan lama, bahkan terhindar dari berbagai tantangan, masalah, persoalan bahkan penderitaan.
Yang menarik ialah dalam upaya menjaga agar hidup itu tetap langgeng dan bertahan lama, ada orang mengupayakannya dengan cara-cara yang baik, bermoral, tetapi kadang ada juga yang mengupayakannya dengan cara-cara yang kotor, jahat dan tidak bermoral. Nah bagaimana pemahaman benar yang mesti ditampilkan setiap orang kristen dalam membangun hidup itu, marilah kita belajar dari teks bacaan kita tadi Amsal 4 ; 1-19, dalam sorotan tema bulanan ;  Bersama-sama mengusahakan keadilan dan kesejahteraan.

Hal pertama yang mau disampaikan adalah  :
Setiap orang tua mesti memahami bahwa ia bertanggung jawab untuk membangun hidupnya dan keluarganya.
 
Dalam ayat 1 s/d 4 dijelaskan bahwa orang tua berkewajiban untuk memberikan pendidikan, nasehat, bimbingan, petunjuk-petunjuk yang berguna dan bermanfaat bagi kehidupan anak-anaknya. Sebab dengan didikan, nasehat, bimbingan dan petunjuk tersebut maka anaknya akan hidup. Jelasnya dikatakan ; “berpeganglah pada petunjuk-petunjukku maka engkau akan hidup”.(ayat 4c).
Tentunya hidup yang dimaksudkan disini tidak sekedar berhubungan dengan soal bisa makan, bisa minum, bisa memiliki penginapan yang layak, bisa bekerja dan beraktifitas, tetapi hidup yang di dalamnya terpancar nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan. Bagi diri kita dan orang lain.
Sekarang ini begitu banyak orang yang tidak bisa merasakan dan menikmati keadilan dan kesejahteraan dalam hidupnya, yang terjadi adalah sebaliknya penderitaan dan ketidakadilan terjadi dimana-mana. Jangan jauh-jauh, dirumah kita sendiripun mungkin ada anggota keluarga yang tidak merasakan keadilan dan kesejahteraan itu.
Disini orang tua bertanggung jawab tidak saja melahirkan dan membesarkan anak-anaknya dan mendidik mereka dari sisi pengetahuan intelektual, tetapi juga harus melengkapi mereka dengan nasehat yang berguna dan bermanfaat bagi upaya membangun hidup mereka.
Disini orang tua dituntut sebagai teladan untuk meneruskan nilai-nilai hidup, yang didasarkan atas pengalaman hidup yang pernah dialaminya kepada anak-anaknya. Pengalaman hidup yang membangkitkan motivasi.
Pertanyaannya adalah apakah sebagai orang tua kita telah melakukan kewajiban kita untuk meneruskan nilai-nilai yang baik itu bagi anak-anak kita ??? Realitas membuktikan bahwa tdk banyak orang tua yang melakukannya. Sebaliknya banyak orang tua yang justru menurunkan nilai-nilai yang tidak benar dan tidak baik bagi anak-anaknya.
Tetapi pada sebelah yang lain penulis juga mengajak anak-anak untuk tidak saja mendengarkan nasehat, petunjuk dan didikan tetapi juga harus taat melakukannya.
Sekarang ini tidak banyak anak yang mau mendengarkan nasehat dan bimbingan orang tua. Banyak anak yang berpikir mereka sudah sekolah tinggi-tinggi, nasehat orang tua itu tidak berguna. Hal ini yang telah membawa kehancuran dalam kehidupan anak-anak kita. Putus sekolah, kekerasan, miras, judi dll.

Hal kedua ; Bahwa untuk membangun hidup itu, maka orang harus mengandalkan hikmat Allah dan bukan hikmat manusia.
Dalam teks kita penulis dengan tegas berkata .; “perolehlah hikmat, perolehlah pengertian. (ayat 5)… perolehlah hikmat dan dengan segala yang kau peroleh perolehlah pengertian” (ayat 7).
Pernyataan ini menegaskan kepada kita bahwa orang tidak bisa membangun hidupnya hanya dengan kepintarannya, hanya dengan kecerdasan intelektualnya, dengan profesionalismenya. Tetapi setiap orang membutuhkan juga Hikmat Allah.
Pertanyaan kita adalah apa itu hikmat, sehingga dia begitu penting untuk membangun hidup ????  Alkitab menjelaskan bahwa hikmat (hokma) adalah ;
1.      Suatu pengetahuan yang bersifat praktis bukan teoritis, bukan eksat (1 + 1 = 2). Bukan diperoleh dari hasil belajar diperguruan tinggi, tetapi merupakan pengalaman hidup yang dialaminya dari waktu ke waktu dalam pergumulannya bersama Tuhan.
2.      Hikmat itu tempatnya atau berpusat di hati, bukan diotak. Hati sebagai tempat pengambilan keputusan, sehingga dengan hikmat orang dapat memutusakan suatu perkara dengan benar. Dengan hikmat setiap orang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang bisa dilakukannya dan mana yang tidak bisa dilakukannya.
3.      Hikmat itu berasal dari Allah karena hikmat adalah milik Allah dan karena itu Allah memberikannya kepada setiap orang yang memintanya.
Pentingnya hikmat itu membuat Salomo ketika ditawari Tuhan, apa yang hendak kamu minta sebagai seorang Raja Israeal ??? Maka Salomo tidak meminta harta atau kekayaan, tidak meminta umur panjang atau agar musuh-musuhnya takluk kepadanya, tetapi hikmat supaya ia bisa memutuskan perkara dengan adil.
Nah, dalam teks kita pentingnya hikmat Allah dalam membangun hidup itu diuraikan dengan luar biasa ;
Ketika orang membutuhkan rasa aman, nyaman dan tentram dalam membangun hidupnya, maka Alkitab bilang andalkan hikmat Allah : Tegasnya dikatakan ; “jangan meninggalkan hikmat itu, maka engkau akan dipeliharanya, kasihilah dia maka engkau akan dijaganya (ayat 6).
Tapi sayang banyak orang yang untuk rasa aman, nyaman dan tentram dia tidak mengandalkan hikmat, tetapi kekuatan fisik, kekuatan kekayaan, body gard, anjing helder dll.
Ketika orang ingin agar hidupnya dihormati dan dihargai, Alkitab bilang andalkan hikmat Allah. Tegasnya dikatakan ; Junjunglah dia, maka engkau akan ditinggikannya; engkau akan dijadikan terhormat, apabila engkau memeluknya. (ayat 8).
Tapi banyak orang berpikir bahwa supaya dia menjadi orang yang dihormati, maka dia harus punya kedudukan, dia harus punya kekayaan, dia harus punya pangkat yang tinggi dan seterusnya, dan karena itu kadang dia merebutnya dengan cara-cara yang kotor.
Ketika orang menginginkan kekuasaan dalam hidupnya maka Alkitab bilang andalkan hikmat Allah. Tegasnya dikatakan ;” Ia akan mengenakan karangan bunga yang indah di kepalamu, mahkota yang indah akan dikaruniakannya kepadamu." (ayat 9)
Tetapi banyak orang yang karena ingin berkuasa, kemudian melakukannya dengan hal-hal yang tidak terpuji. Hancurkan orang lain, intimidasi, kekerasan dll.
Bukan Cuma itu teks kita juga menjelaskan bahwa dengan mengandalkan hikmat Allah dalam membangun hidup maka setiap orang akan memiliki umur panjang.
Artinya apa dengan hikmat yang Tuhan anugerahkan kepada kita maka kita akan menjaga kesehatan kita dengan baik, mengatur makanan kita, rajin berolahraga, dstnya.
Dengan mengandalkan hikmat Allah dalam membangun hidup maka setiap orang akan dituntun pada jalan yang benar dan tidak mendapat banyak masalah (ayat 11-12).

Bagaimana dengan kita saudara ???         
Di tengah-tengah dunia yang semakin canggih dengan berbagai peralatan tekhnologi yang semakin maju, orang tidak lagi melihat hikmat Allah itu sebagai sesuatu yang penting. Yang penting bagi mereka adalah rasionalisme mereka, ilmu mereka, kepintaran mereka.
Tetapi apa yang terjadi justru dengan kepintaran, dengan kecanggihan tekhnologi orang terjebak untuk melakukan berbagai perbuatan kejahatan, kekerasan dan tindakan-tindakan yang tidak bermoral. 
Ini tidak dimaksudkan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak penting. Tetapi hendaknya ilmu pengetahuan itu menjadi alat untuk mendatangkan keadilan dan kesejahteraan bagi diri sendiri dan orang lain.
Ilmu pengetahuan hendaknya tidak menjadi tujuan. Justru dengan ilmu pengetahuan yang disertai dengan hikmat akan memungkinkan setiap orang untuk membangun hidupnya dengan lebih baik. 

Ketiga ; Bahwa setiap orang diberikan pilihan untuk memilih jalan orang berhikmat atau jalan orang bebal dalam membangun hidupnya.
Dalam ayat 13 s/d 19 penulis memberikan gambaran tentang keberadaan orang fasik dan keberadaan orang benar.
Bahwa orang benar  itu dilukiskan seperti cahaya fajar yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Artinya hidup mereka selalu memancarkan sukacita dan pengharapan, kendati mungkin ada persoalan, ada masalah yang dihadapi. Tetapi justru dengan hikmat yang dimiliki semuanya dapat terselesaikan. Tidak ada yang mustahil bagi hikmat Allah.
Sementara orang fasik dilukiskan seperti kegelapan. Oleh karena hidup mereka selalu merancang kejahatan, melakukan eksploitasi terhadap hidup orang lain demi hidup mereka sendiri ( “makan roti kefasikan dan minum anggur kelaliman” ayat 17).
Gambaran ini memberikan pilihan kepada kita semua yang hadir di pagi hari ini. Apakah kita akan membangun masa depan kita mengikuti jalan orang berhikmat atau jalan orang fasik, terserah pilihan saudara.
Tapi firman Tuhan bilang jauhilah jalan orang fasik, dan jalanlah di jalan orang yang berhikmat, amin.

Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula
Sekretaris Klasis GPM Masohi.
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja Mahanaim– Jemaat GPM Masohi,

13 September 2009).