HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Selasa, 01 Oktober 2013

MENATA DUNIA YANG BEBAS DARI KEKERASAN DAN KONFLIK ANTAR AGAMA.




TEKS : MAZMUR 45 ;2-18

Syaloom !!!
Setelah kurang lebih 2 bulan, umat diarahkan untuk memahami Tema bulanan ; “Hidup sebagai teman seperjalanan’, dimana umat disadarkan bahwa dalam proses berjalan bersama di tengah-tengah keluarga, gereja dan masyarakat, kita mesti melihat orang lain sebagai teman seperjalanan, bahkan menjadikan Tuhan sebagai teman seperjalan, demi menemukan sebuah kehidupan yang sejati, maka untuk bulan Agustus ini kita diarahkan untuk menata hidup kita selaras dengan tema ; “Menata dunia yang bebas dari kekerasan dan konflik antar agama”.

Pertanyaan kita adalah kenapa, tema ini ditetapkan dalam proses pembinaan umat sepanjang bulan Agustus. Oleh karena yang pertama ; dalam realitas kehidupan kita di tengah masyarakat, di tengah keluarga, tindakan-tindakan kekerasan terus berlangsung dengan marak. Apakah itu kekerasan fisik, yang berhubungan pemukulan, penganiayaan dstnya, tetapi juga kekerasan phsihis, yang berhubungan dengan teror, tekanan yang membuat orang berada dalam ketakutan.
Dan yang kedua adalah semua manusia, siapapun dia apapun status sosialnya, selalu mendambakan suasana hidup yang penuh kedamaian dan kerukunan. Itu sebetulnya menjadi alasan yang sangat kuat, sehingga tema seperti ini dikedepankan.
Untuk memberikan makna terhadap tema ini, saya mengajak kita untuk mendalami teks bacaan kita tadi, Mazmur 45 : 1-12. yang berisikan puji-pujian kepada pernikahan raja.

Dalam kehidupan masyarakat timur tengah, termasuk bangsa Israel pada zaman pemazmur, dipahami bahwa hidup dalam suasana perdamaian, terbebas dari tindakan kekerasan dan konflik, sangat tergantung dari peran seorang raja.
Artinya bagaimana sang Raja mampu menciptakan suasana hidup di tengah-tengah masyarakat yang dipimpinnya, sehingga masyarakatnya, terhindar dari tindakan kekerasan dan konflik, baik diantara kelompok masyarakat, tetapi juga antara masyarakat dengan pihak Kerajaan.  
Sebaliknya bila sang Raja tidak dapat mengatur pemerintahannya dengan baik, maka tak pelak lagi, kekerasan dan konflik pasti saja terjadi, dan dampaknya suasana hidup yang damai dan rukun tidak akan pernah dinikmati masyarakat.
Disini kita melihat sang Raja memiliki posisi sentral dan sangat penting. Oleh karena Raja berperan dalam semua sektor kehidupan; kehidupan politik, ekonomi, hubungan luar negeri, kemiliteran, penetapan hukum, bahkan Raja dianggap sebagai hukum itu sendiri. (artinya apa yang Raja ucapkan itu adalah hukum dan bersifat mengikat).
Dengan kata lain mau dihadapkan  kepada kita bahwa sesungguhnya; Raja bertanggung jawab untuk menciptakan suatu kehidupan ekonomi yang baik bagi masyakatnya. Raja bertanggung jawab untuk mendorong terjadinya proses demokrasi dalam kehidupan politik.  Raja bertanggung jawab untuk  menghadirkan rasa aman bagi masyarakatnya dengan kehadiran aparat militer. Raja bertanggung jawab agar proses peradilan dan hukum dapat berlangsung dengan baik dan seterusnya. Dan ketika Sang Raja mampu mengatur seluruh sektor kehidupan ini dengan baik, maka sekali lagi masyarakat akan terhindar dari konflik dan kekerasan.
Itu harapan yang diharapkan dari seorang Raja di timur tengah, termasuk Raja Israel, yang kemudian diungkapkan oleh pemazmur dalam mazmur ini.

Yang menarik dari seorang Raja Israel dalam kehadirannya sebagai sosok penting dan sentral bagi masyarakatnya adalah Ia harus mendapatkan legitimasi (pengukuhan) dari Allah.  Artinya kehadirannya sebagai seorang Raja harus ditetapkan oleh Allah, bukan sekedar atas pilihan dan keinginan masyarakat. 
Perhatikanlah pengangkatan terhadap Raja Daud dan Raja Saul Sebagaimana yang kita baca dalam kitab I Samuel 9 dan 16.
Bahkan dalam teks kita disebutkan : “Takhtamu kepunyaan Allah”. (ayat 7a). Itu wujud dari legitimasi Allah terhadap sosok raja.
Dengan mendapatkan legitimasi dari Allah, maka Raja itu menjadi sadar bahwa kehadiran sebagai Raja adalah wujud  wakil Allah,  dan Takhtanya hanya dipinjamkan Allah kepadanya. Oleh karena itu seluruh proses pemerintahannya, harus diatur selaras dengan kehendak Allah.
Jadi yang mesti dilakukan sang Raja adalah apa yang Allah mau dan bukan apa yang Raja mau. Raja hanya “tolls” di tangan Allah.

Supaya sang Raja dapat menghadirkan dirinya sesuai kehendak Allah dalam proses pemerintahan yang akan dijalaninya, maka menurut pemazmur hal pertama yang harus dimilikinya adalah memiliki nilai kemurahan. Kemurahan ini menunjuk juga pada kemurnian hati.(banding Amsal 22:11)
Jelasnya dikatakan : “kemurahan tercurah pada bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati engkau selama-lamanya” (bd. Ayat 3b-c).
Dalam khotba di bukit dengan tegas Yesus katakan ; Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan memperoleh kemurahan (Matius 5:7).
Jadi sebetulnya, Kemurahan hati ini menjadi penting dalam proses kepemimpinannya agar ia terhidar dari kesombongan dan keangkuhan.  Sebab dengan kesombongan dan keangkuhan, maka sang Raja dapat bertindak sewenang-wenang berdasarkan kekuasaan dan kekuatan yang dimilikinya. Pemerasan, penganiayaan, kekerasan dapat saja dilakukan oleh sang Raja, bila ia menjadi sosok sombong dan angkuh.
Pada sebelah lain dengan kemurahan hati, maka sang Raja akan bersedia diri untuk selalu mendengar.
Mendengar keluhan dan erangan masyarakatnya, mendengar jeritan dan rintihan masyarakatnya, dan tentunya bukan hanya mendengar, tetapi juga menunjukan keperduliannya untuk menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakatnya.
Karena itu kemurahan hati yang menjurus kepada kemurnian hati akan menjadi alat kontrol yang baik bagi Raja, agar tidak terjebak dalam perbuatan yang tidak dikehendaki Tuhan.

Belajar dari bagian ini, maka bicara tentang Raja, sebetulnya kita bicara tentang pemimpin. Dan oleh karena itu patut dihadapkan kepada kita bahwa hendaknya seorang pemimpin baik dalam masyarakat, dalam gereja,  dalam dunia  pemerintahan, dalam keluarga mesti memiliki nilai kemurahan hati.
Pertanyaan kita adalah apakah kita sudah memiliki kemurahan hati dalam proses kepemimpinan yang telah kita lakukan sampai saat ini ?. Silahkan masing-masing orang menjawabnya.
Tetapi yang pasti adalah,  masih banyak pemimpin yang begitu angkuh dan sombong dengan jabatan dan kedudukan yang dimilikinya dan karena itu mereka kadang kurang perduli terhadap orang-orang yang ada disekitarnya. Mereka kadang tutup telinga dan tutup mata terhadap erangan dan rintihan orang-orang yang mengerang dan merintih karena kemelaratan, kemiskinan, yang dialaminya.  Kadang-kadang juga karena menganggap diri sebagai penguasa, mereka dapat melakukan apa saja kepada bawahannya, yang sering jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.  Dan ada pula yang bersikap supaya orang menilainya sebagai pemimpin yang baik, mereka hanya bicara manis dibibir,  tetapi sekali lagi hanya sebatas bicara, yang tidak pernah berlanjut dengan aksi.  Ini wujud dari pemimpin yang tidak memiliki kemurahan hati.  Karena itu mari saudaraku, firman Tuhan mengajak kita untuk menjadi pemimpin yang sungguh-sungguh memiliki nilai kemurahan.  
Dengan kemurahan hati yang terpancar melalui sikap dan perbuatan kita akan memungkin orang lain menikmati  suasana damai. Bahkan dengan kemurahan itu, bukan Cuma pemimpin itu yang diberkati Tuhan dengan berbagai-bagai karunia, tetapi keluarganya dan turunannya akan diberkati Tuhan. (banding ayat 3).

Hal kedua yang mesti dimiliki seorang Raja agar dapat melaksanakan tugasnya sesuai kehendak Tuhan adalah memiliki sikap kepahlawanan .
Sikap kepahlawanan ini tidak saja dalam soal mempertahankan keutuhan dan keamanan negerinya, tetapi sikap kepahlawanan itu mesti juga terpancar dari kesediaannya untuk berjuang menghadirkan kebenaran dan keadilan dalam masyarakat.
Betul, bahwa Raja harus hadir sebagai pahlawan untuk membantai musuh-musuh yang hendak menghancurkan kerajaan dan rakyatnya.  Betul bahwa Raja bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada masyarakatnya dan karena itu terus berjuang untuk mempertahankan integritas bangsanya dari tekanan pihak musuh.  Tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana dalam proses pemerintahan yang dilakukannya itu diwarnai dengan nilai-nilai keadilan dan kebenaran.  
Artinya bagaimana dia memberikan ruang bagi semua masyarakatnya, yang tentunya hidup dalam kepelbagaian itu untuk dapat melaksanakan kewajibannya dan memperoleh haknya secara adil, tanpa adanya tekanan dan diskriminasi. Ini penting.
Sebab Tidak lagi dikatakan adil kalau dalam kepelbagaian hidup masyarakatnya itu, ada warganya yang dapat memperoleh hak-haknya dengan baik, bahkan terkesan berlebihan, sementara ada sebagian warganya yang sama sekali tidak dapat memperoleh hak-haknya dengan benar.
Hak-hak yang dimaksudkan disini adalah hak untuk hidup secara manusiawi, hak untuk beribadah tanpa takut, hak untuk memperoleh pekerjaan dan pendidikan. Hak untuk untuk memperoleh penghasilannya secara adil.  Hak untuk memperoleh jaminan keamanan dll.
Dan bila Raja mampu menghadirkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan itu secara baik dalam masyarakatnya, dengan memberikan ruang bagi setiap orang untuk memperoleh haknya dan melakukan kewajibannya, maka orang akan hidup damai dan rukun. Itulah nilai kepahlawanannya sebagai seorang Raja.

Pertanyaan untuk kita adalah,  seberapa besar sikap kepahlawanan kita dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan dalam proses kepemimpinan yang kita lakukan selama ini,  dalam keluarga, dalam masyarakat dan dalam dunia pemerintahan. Silahkan masing-masing orang dapat menjawabnya.
Tetapi yang pasti adalah firman Tuhan ingin mengajar kita bahwa bila kita menjadi pemimpin, jadilah pemimpin yang bertindak adil dan benar, bukan supaya kita dipuji, tetapi supaya Tuhan dimuliakan. Sebab jabatan kepemimpinan yang kita sandang, adalah milik Tuhan. Pemazmur katakan : “takhtamu kepunyaan Allah”.

Hal ketiga yang mesti dimiliki seorang Raja dalam proses kepemimpinannya adalah Melibatkan peran seorang permasyuri dalam proses pemerintahannya.
Bagi pemazmur kehadiran seorang permasyuri tidak sekedar sebagai pelengkap dalam sebuah kehidupan perkawinan. Tetapi seorang permasyuri juga memiliki peran penting dalam proses pemerintahan yang dilakukan oleh seorang Raja.
Karena itu dikatakan bahwa,  Permasyuri bukan saja seorang yang memiliki paras yang elok dan cantik, serta didandani dengan pakaian dan asesoris yang serba wah,… tetapi juga ia harus berperan untuk menggairahkan Raja dalam proses pemerintahan yang dilakukannya, agar Raja bertindak adil, benar dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Salah satu hal yang harus dijaga oleh sang permasyuri adalah  jangan ia terperangkap dalam keterikatan primordial.
Kenapa ? Oleh karena bila ia terperangkap dalam keterikatan primordial maka ia tidak bisa menggairahkan Raja agar Raja dapat menetapkan keputusannya secara adil dan benar.  Bahwa kehadirannya sebagai Ratu, bukan cuma untuk kepentingan keluarganya,  tetapi untuk kepentingan rakyatnya. Ia harus tampil sebagai sosok ratu bagi semua orang.
Karena itu dengan tegas pemazmur mengatakan seorang permasyuri harus bersedia untuk melepaskan keterikatannya dengan apa yang dibangunnya sebelum ia bersatu dengan sang raja.  (masa lalunya). Jelasnya dikatakan ; “lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu”.
Pernyataan ini tentunya tidak dimaksudkan agar seluruh hubungan kekerabatan antara permasyuri dengan orang tua dan keluarganya menjadi putus setelah ia menikah dengan raja.
Tetapi yang dimaksudkan adalah bagaimana Permasyuri tidak terjebak untuk menggunakan kekuasaannya untuk nanti memperkaya dirinya, keluarganya dan lalu mengabaikan rakyat yang menaruh harapan hidup damai kepadanya.
Ia harus memfokuskan perhatiannya bersama Raja demi memperjuangkan kehidupan aman dan rukun bagi rakyatnya. Ini tanggung jawab penting dari seorang Ratu.

Belajar dari bagian ini maka sebetulnya suami-istri dalam keluarga adalah raja dan ratu dimana kepada mereka seisi rumah menaruh harapan besar untuk dapat menikmati kehidupan yang damai dan rukun serta sejahtera.
Karena itu selain nilai-nilai kemurahan hati, kepahlawanan yang berdasar pada keadilan dan kebenaran dalam proses kepemimpinan yang mesti dimiliki oleh seorang suami, maka sebetulnya peran seorang istri menjadi sangat penting.
Tentunya peran seorang istri disini tidak saja dimaksudkan agar ia selalu tampak cantik dan elok secara jasmani dihadapan suami, dihadapan anak-anak, dihadapan publik, tetapi kemurahan hati yang berwujud dalam keperdulian terhadap seisi rumahnya menjadi jauh lebih penting.  Bagaimana ia memberikan nasehat kepada suami, untuk mengembalikan suaminya dari jalan yang salah, bila suaminya melangkah pada jalan yang salah,  Itu peran pentingnya.  Jangan dorong suami untuk lakukan hal yang salah.  
Bagaimana ia mendengarkan dan mengatasi bersama suami keluhan dan rintihan anak-anaknya, jangan cuma waktunya habis untuk berdandan dan bersolek. 
Bagaimana ia mendorong anak-anaknya untuk hidup dalam keadilan dan kebenaran, itulah peran yang harus dimainkannya.

Pertanyaannya adalah apakah kita telah menjadi raja dan ratu dalam rumah tangga dan keluarga kita dengan baik ??? pulanglah dan renungkanlah,….anda pasti tahu jawabannya. Amin.

Oleh ;
Pdt. Jan.Z. Matatula, S.Th.
Sekretaris Klasis GPM Masohi.
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja Mahanaim–
Jemaat GPM Masohi, Klasis GPM Masohi. Agustus  2009.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar