TEKS : MAZMUR 45 ;2-18
Syaloom
!!!
Setelah kurang lebih 2 bulan, umat diarahkan
untuk memahami Tema bulanan ; “Hidup sebagai teman seperjalanan’, dimana
umat disadarkan bahwa dalam proses berjalan bersama di tengah-tengah keluarga,
gereja dan masyarakat, kita mesti melihat orang lain sebagai teman
seperjalanan, bahkan menjadikan Tuhan sebagai teman seperjalan, demi menemukan
sebuah kehidupan yang sejati, maka untuk bulan Agustus ini kita diarahkan untuk
menata hidup kita selaras dengan tema ; “Menata dunia yang bebas dari kekerasan dan
konflik antar agama”.
Pertanyaan
kita adalah kenapa, tema ini ditetapkan dalam proses pembinaan umat sepanjang
bulan Agustus. Oleh karena yang pertama ; dalam realitas kehidupan
kita di tengah masyarakat, di tengah keluarga, tindakan-tindakan kekerasan terus
berlangsung dengan marak. Apakah itu kekerasan fisik, yang berhubungan
pemukulan, penganiayaan dstnya, tetapi juga kekerasan phsihis, yang berhubungan
dengan teror, tekanan yang membuat orang berada dalam ketakutan.
Dan
yang kedua
adalah semua manusia, siapapun dia apapun status sosialnya, selalu
mendambakan suasana hidup yang penuh kedamaian dan kerukunan. Itu
sebetulnya menjadi alasan yang sangat kuat, sehingga tema seperti ini
dikedepankan.
Untuk
memberikan makna terhadap tema ini, saya mengajak kita untuk mendalami teks
bacaan kita tadi, Mazmur 45 : 1-12. yang berisikan puji-pujian kepada
pernikahan raja.
Dalam
kehidupan masyarakat timur tengah, termasuk bangsa Israel pada zaman pemazmur, dipahami
bahwa hidup dalam suasana perdamaian, terbebas dari tindakan kekerasan dan
konflik, sangat tergantung dari peran seorang raja.
Artinya
bagaimana sang Raja mampu menciptakan suasana hidup di tengah-tengah masyarakat
yang dipimpinnya, sehingga masyarakatnya, terhindar dari tindakan kekerasan dan
konflik, baik diantara kelompok masyarakat, tetapi juga antara masyarakat
dengan pihak Kerajaan.
Sebaliknya
bila sang Raja tidak dapat mengatur pemerintahannya dengan baik, maka tak pelak
lagi, kekerasan dan konflik pasti saja terjadi, dan dampaknya suasana hidup
yang damai dan rukun tidak akan pernah dinikmati masyarakat.
Disini kita melihat sang Raja memiliki
posisi sentral dan sangat penting. Oleh karena Raja berperan dalam semua sektor kehidupan; kehidupan politik,
ekonomi, hubungan luar negeri, kemiliteran, penetapan
hukum, bahkan Raja dianggap sebagai hukum itu sendiri. (artinya apa yang
Raja ucapkan itu adalah hukum dan bersifat mengikat).
Dengan
kata lain mau dihadapkan kepada kita
bahwa sesungguhnya; Raja bertanggung jawab untuk menciptakan suatu kehidupan
ekonomi yang baik bagi masyakatnya. Raja bertanggung jawab untuk mendorong
terjadinya proses demokrasi dalam kehidupan politik. Raja bertanggung jawab untuk menghadirkan rasa aman bagi masyarakatnya
dengan kehadiran aparat militer. Raja bertanggung jawab agar proses peradilan
dan hukum dapat berlangsung dengan baik dan seterusnya. Dan ketika Sang Raja
mampu mengatur seluruh sektor kehidupan ini dengan baik, maka sekali lagi
masyarakat akan terhindar dari konflik dan kekerasan.
Itu
harapan yang diharapkan dari seorang Raja di timur tengah, termasuk Raja Israel,
yang kemudian diungkapkan oleh pemazmur dalam mazmur ini.
Yang
menarik dari seorang Raja Israel dalam kehadirannya sebagai sosok
penting dan sentral bagi masyarakatnya adalah Ia harus mendapatkan
legitimasi (pengukuhan) dari Allah. Artinya kehadirannya sebagai seorang Raja
harus ditetapkan oleh Allah, bukan sekedar atas pilihan dan keinginan
masyarakat.
Perhatikanlah
pengangkatan terhadap Raja Daud dan Raja Saul Sebagaimana yang kita baca dalam kitab
I Samuel 9 dan 16.
Bahkan
dalam teks kita disebutkan : “Takhtamu kepunyaan Allah”. (ayat 7a). Itu wujud
dari legitimasi Allah terhadap sosok raja.
Dengan
mendapatkan legitimasi dari Allah, maka Raja itu menjadi sadar bahwa kehadiran
sebagai Raja adalah wujud wakil Allah, dan Takhtanya hanya dipinjamkan Allah kepadanya.
Oleh
karena itu seluruh proses pemerintahannya, harus diatur selaras dengan kehendak
Allah.
Jadi
yang mesti dilakukan sang Raja adalah apa yang Allah mau dan bukan apa yang Raja
mau. Raja hanya “tolls” di tangan Allah.
Supaya
sang Raja dapat menghadirkan dirinya sesuai kehendak Allah dalam proses
pemerintahan yang akan dijalaninya, maka menurut pemazmur hal pertama
yang harus dimilikinya adalah memiliki nilai kemurahan. Kemurahan ini
menunjuk juga pada kemurnian hati.(banding Amsal 22:11)
Jelasnya
dikatakan : “kemurahan tercurah pada bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati
engkau selama-lamanya” (bd. Ayat 3b-c).
Dalam
khotba di bukit dengan tegas Yesus katakan ; Berbahagialah orang yang murah
hatinya, karena mereka akan memperoleh kemurahan (Matius 5:7).
Jadi
sebetulnya, Kemurahan hati
ini menjadi penting dalam proses kepemimpinannya agar ia terhidar dari kesombongan
dan keangkuhan. Sebab dengan
kesombongan dan keangkuhan, maka sang Raja dapat bertindak sewenang-wenang
berdasarkan kekuasaan dan kekuatan
yang dimilikinya. Pemerasan, penganiayaan, kekerasan dapat saja dilakukan oleh
sang Raja, bila ia menjadi sosok sombong dan angkuh.
Pada
sebelah lain dengan kemurahan hati, maka sang Raja akan bersedia diri untuk selalu
mendengar.
Mendengar
keluhan dan erangan masyarakatnya, mendengar jeritan dan rintihan masyarakatnya,
dan tentunya bukan hanya mendengar, tetapi juga menunjukan keperduliannya untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan masyarakatnya.
Karena
itu kemurahan hati yang menjurus kepada kemurnian hati akan menjadi alat
kontrol yang baik bagi Raja, agar tidak terjebak dalam
perbuatan yang tidak dikehendaki Tuhan.
Belajar
dari bagian ini, maka bicara tentang Raja, sebetulnya kita bicara tentang
pemimpin. Dan oleh karena itu patut dihadapkan kepada kita bahwa hendaknya
seorang pemimpin baik dalam masyarakat, dalam gereja, dalam dunia pemerintahan, dalam keluarga mesti memiliki
nilai kemurahan hati.
Pertanyaan
kita adalah apakah kita sudah memiliki kemurahan hati dalam proses kepemimpinan
yang telah kita lakukan sampai saat ini ?. Silahkan masing-masing orang
menjawabnya.
Tetapi
yang pasti adalah, masih banyak pemimpin
yang begitu angkuh dan sombong dengan jabatan dan kedudukan yang dimilikinya
dan karena itu mereka kadang kurang perduli terhadap orang-orang yang ada
disekitarnya. Mereka kadang tutup telinga dan tutup mata terhadap erangan dan
rintihan orang-orang yang mengerang dan merintih karena kemelaratan,
kemiskinan, yang dialaminya. Kadang-kadang
juga karena menganggap diri sebagai penguasa, mereka dapat melakukan apa saja
kepada bawahannya, yang sering jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Dan ada pula yang bersikap supaya orang
menilainya sebagai pemimpin yang baik, mereka hanya bicara manis dibibir, tetapi sekali lagi hanya sebatas bicara, yang
tidak pernah berlanjut dengan aksi. Ini
wujud dari pemimpin yang tidak memiliki kemurahan hati. Karena itu mari saudaraku, firman Tuhan
mengajak kita untuk menjadi pemimpin yang sungguh-sungguh memiliki nilai
kemurahan.
Dengan
kemurahan hati yang terpancar melalui sikap dan perbuatan kita akan memungkin
orang lain menikmati suasana damai.
Bahkan dengan kemurahan itu, bukan Cuma pemimpin itu yang diberkati Tuhan
dengan berbagai-bagai karunia, tetapi keluarganya dan turunannya akan diberkati
Tuhan. (banding ayat 3).
Hal
kedua yang mesti dimiliki seorang Raja agar dapat melaksanakan
tugasnya sesuai kehendak Tuhan adalah memiliki sikap kepahlawanan
.
Sikap
kepahlawanan ini tidak saja dalam soal mempertahankan keutuhan dan keamanan
negerinya, tetapi sikap kepahlawanan itu mesti juga terpancar dari kesediaannya
untuk berjuang menghadirkan kebenaran dan keadilan dalam masyarakat.
Betul,
bahwa Raja harus hadir sebagai pahlawan untuk membantai musuh-musuh yang hendak
menghancurkan kerajaan dan rakyatnya. Betul
bahwa Raja bertanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada masyarakatnya
dan karena itu terus berjuang untuk mempertahankan integritas bangsanya dari
tekanan pihak musuh. Tetapi yang jauh
lebih penting adalah bagaimana dalam proses pemerintahan yang dilakukannya itu diwarnai
dengan nilai-nilai keadilan dan kebenaran.
Artinya
bagaimana dia memberikan ruang bagi semua masyarakatnya, yang tentunya hidup
dalam kepelbagaian itu untuk dapat melaksanakan kewajibannya dan memperoleh
haknya secara adil, tanpa adanya tekanan dan diskriminasi.
Ini penting.
Sebab
Tidak lagi dikatakan adil kalau dalam kepelbagaian hidup masyarakatnya itu, ada
warganya yang dapat memperoleh hak-haknya dengan baik, bahkan terkesan
berlebihan, sementara ada sebagian warganya yang sama sekali tidak dapat
memperoleh hak-haknya dengan benar.
Hak-hak
yang dimaksudkan disini adalah hak untuk hidup secara manusiawi, hak untuk
beribadah tanpa takut, hak untuk memperoleh pekerjaan dan pendidikan. Hak untuk
untuk memperoleh penghasilannya secara adil. Hak untuk memperoleh jaminan keamanan dll.
Dan
bila Raja mampu menghadirkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan itu secara baik
dalam masyarakatnya, dengan memberikan ruang bagi setiap orang untuk memperoleh
haknya dan melakukan kewajibannya, maka orang akan hidup damai dan rukun. Itulah
nilai kepahlawanannya sebagai seorang Raja.
Pertanyaan
untuk kita adalah, seberapa besar sikap
kepahlawanan kita dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan dalam proses
kepemimpinan yang kita lakukan selama ini,
dalam keluarga, dalam masyarakat dan dalam dunia pemerintahan. Silahkan
masing-masing orang dapat menjawabnya.
Tetapi
yang pasti adalah firman Tuhan ingin mengajar kita bahwa bila kita menjadi
pemimpin, jadilah pemimpin yang bertindak adil dan benar, bukan supaya kita dipuji, tetapi
supaya Tuhan dimuliakan. Sebab jabatan kepemimpinan yang kita sandang,
adalah milik Tuhan. Pemazmur katakan : “takhtamu kepunyaan Allah”.
Hal
ketiga yang mesti dimiliki seorang Raja dalam
proses kepemimpinannya adalah Melibatkan peran seorang permasyuri dalam
proses pemerintahannya.
Bagi
pemazmur kehadiran seorang permasyuri tidak sekedar sebagai pelengkap dalam
sebuah kehidupan perkawinan. Tetapi seorang permasyuri juga memiliki peran
penting dalam proses pemerintahan yang dilakukan oleh seorang Raja.
Karena
itu dikatakan bahwa, Permasyuri bukan
saja seorang yang memiliki paras yang elok dan cantik, serta didandani dengan
pakaian dan asesoris yang serba wah,… tetapi juga ia harus berperan untuk menggairahkan
Raja dalam proses pemerintahan yang dilakukannya, agar Raja bertindak adil,
benar dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Salah
satu hal yang harus dijaga oleh sang permasyuri adalah jangan ia terperangkap dalam keterikatan primordial.
Kenapa
? Oleh karena bila ia terperangkap dalam keterikatan primordial maka ia tidak
bisa menggairahkan Raja agar Raja dapat menetapkan keputusannya secara adil dan
benar. Bahwa kehadirannya sebagai Ratu,
bukan cuma untuk kepentingan keluarganya, tetapi untuk kepentingan rakyatnya. Ia harus
tampil sebagai sosok ratu bagi semua orang.
Karena
itu dengan tegas pemazmur mengatakan seorang permasyuri harus bersedia untuk melepaskan
keterikatannya dengan apa yang dibangunnya sebelum ia bersatu dengan sang raja.
(masa lalunya). Jelasnya
dikatakan ; “lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu”.
Pernyataan
ini tentunya tidak dimaksudkan agar seluruh hubungan kekerabatan antara
permasyuri dengan orang tua dan keluarganya menjadi putus setelah ia menikah
dengan raja.
Tetapi
yang dimaksudkan adalah bagaimana Permasyuri tidak terjebak untuk menggunakan
kekuasaannya untuk nanti memperkaya dirinya, keluarganya dan lalu mengabaikan
rakyat yang menaruh harapan hidup damai kepadanya.
Ia
harus memfokuskan perhatiannya bersama Raja demi memperjuangkan kehidupan aman
dan rukun bagi rakyatnya. Ini tanggung jawab penting dari seorang Ratu.
Belajar
dari bagian ini maka sebetulnya suami-istri dalam keluarga adalah raja dan ratu
dimana kepada mereka seisi rumah menaruh harapan besar untuk dapat menikmati
kehidupan yang damai dan rukun serta sejahtera.
Karena
itu selain nilai-nilai kemurahan hati, kepahlawanan yang berdasar pada keadilan
dan kebenaran dalam proses kepemimpinan yang mesti dimiliki oleh seorang suami,
maka sebetulnya peran seorang istri menjadi sangat penting.
Tentunya
peran seorang istri disini tidak saja dimaksudkan agar ia selalu tampak cantik
dan elok secara jasmani dihadapan suami, dihadapan anak-anak, dihadapan publik,
tetapi kemurahan hati yang berwujud dalam keperdulian terhadap seisi rumahnya
menjadi jauh lebih penting. Bagaimana ia
memberikan nasehat kepada suami, untuk mengembalikan suaminya dari jalan yang
salah, bila suaminya melangkah pada jalan yang salah, Itu peran pentingnya. Jangan dorong suami untuk lakukan hal yang
salah.
Bagaimana
ia mendengarkan dan mengatasi bersama suami keluhan dan rintihan anak-anaknya,
jangan cuma waktunya habis untuk berdandan dan bersolek.
Bagaimana
ia mendorong anak-anaknya untuk hidup dalam keadilan dan kebenaran, itulah
peran yang harus dimainkannya.
Pertanyaannya
adalah apakah kita telah menjadi raja dan ratu dalam rumah tangga dan keluarga
kita dengan baik ??? pulanglah dan renungkanlah,….anda pasti tahu jawabannya.
Amin.
Oleh ;
Pdt. Jan.Z. Matatula, S.Th.
Sekretaris Klasis GPM Masohi.
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja
Mahanaim–
Jemaat GPM Masohi, Klasis GPM Masohi. Agustus 2009.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar