TEKS : YOSUA 4 ; 16-24
Syaloom !!!
Akhirnya kita tiba juga di
penghujung tahun 2003. Dan ketika kita menoleh kebelakang, ke hari-hari,
minggu-minggu dan bulan-bulan yang telah terlewati disepanjang tahun 2003, kita
menemukan adanya suatu perjalanan
panjang yang telah kita jalani.
Perjalanan yang melibatkan suami dan istri, orang tua dan anak-anak,
saudara bersaudara, tetangga, rekan kerja, warga sektor, warga jemaat tetapi
juga warga masyarakat.
Dalam perjalanan itu sendiri ada
yang mengalami sakit penyakit, ada yang keburu dipanggil pulang oleh Bapa di
sorga. Ada yang untung dalam usaha tetapi ada juga yang rugi. Ada yang berhasil
dalam dunia pendidikan, tetapi ada juga yang gagal. Ada yang bersukacita karena
lulus tes pegawai negeri, tetapi ada juga yang “galau” karena tidak lulus
tes. Ada yang mendapat pekerjaan, tetapi
ada yang tetap menjadi pengangguran karena belum ada pekerjaan yang katanya
sesuai dengan profesinya, dll.
Pertanyaan yang patut dikedepankan
sebagai orang-orang Kristen adalah apakah kita
dapat tiba dipenghujung tahun 2003 setelah melewati berbagai dinamika
kehidupan yang kita alami adalah karena
sebuah kebetulan ???
Ataukah justru karena ada
kekuatan lain yang
menopang kita dalam perjalanan itu ???
Lalu apa yang dapat kita katakan tentang semuanya itu ??? Mari kita
temukan jawabannya dalam teks bacaan kita tadi.
Bagi
penulis, bukan sebuah kebetulan, ketika Yosua mampu menuntun umat Israel di
padang gurun sampai tiba sungai Yordan. Juga bukanlah sebuah kebetulan ketika
air sungai Yordan itu menjadi kering, sehingga umat Israel dapat dimungkinkan
untuk berjalan di tempat yang kering melintasi sungai itu. Tetapi itu
bisa terjadi karena Allah selalu hadir dan bekerja menuntun umatNya.
Apa
bukti kalau dikatakan bahwa Allah selalu hadir dan bekerja menuntun umatNya
???
Pertama
; adalah janji Allah yang disampaikan kepada Yosua. Tegasnya dikatakan ; “seperti Aku menyertai
Musa, demikianlah Aku akan menyertai
engkau. Aku tidak akan membiarkan Engkau dan tidak akan meninggalkan engkau”
. (Yosua 1 : 5).
Pernyataan
ini menegaskan bahwa ada jaminan dari Allah bahwa Allah akan
menyertai bukan hanya Yosua, tetapi juga untuk Israel secara utuh dan
menyeluruh.
Bahwa
melalui kepemimpinan Yosua, Allah akan menuntun bangsa Israel memasuki tanah
Kanaan. Tanah yang telah dijanjikan
kepada Abraham, Izak dan Yakub.
Pada
sisi ini maka penulis ingin menegaskan bahwa tibanya Israel dipenyebrangan sungai
Yordan bukan karena kehebatan seorang pemimpin yang namaNya Yosua, tetapi
semata-mata adalah karena kepemimpinan dan kehebatan Allah.
Karena
itu tidak ada alasan bagi Yosua untuk membanggakan diri dan menganggap diri
hebat. Dan tidak ada alasan bagi umat untuk
tidak menyembah Allah dan mengagungkan keMahakuasaan Allah. Umat punya
hanya satu pilihan menyembah Allah dengan sungguh-sungguh.
Kedua ; adalah tabut perjanjian. Sebagaimana kita ketahui bahwa tabut
perjanjian adalah Lambang kehadiran Allah. Karena itu, dimana
tabut itu berada, disitulah Allah hadir. Dan lewat tabut perjanjian itu Allah
selalu hadir dengan mujizat-mujizatNya.
Disebutkan
dalam teks kita bahwa ketika para imam yang membawa tabut Perjanjian itu
menginjakan kakinya ke dalam sungai, maka air yang mengalir dari hulu berhenti
mengalir dan menjadi bendungan.
Dengan
demikian mau ditegaskan kepada kita bahwa Allah tidak saja berada jauh dari
manusia, tetapi Allah justru hadir di tengah-tengah kehidupan konkrit manusia.
Allah sangat dekat dengan kehidupan umatNya. Dan kehadiranNya itu selalu membuat manusia
mampu melepaskan diri dari berbagai situasi yang mengancam hidupnya.
Jadi
dari gambaran seperti di atas, maka pantas kita berkesimpulan bahwa, perjalanan
hidup Israel dengan segala dinamika kehidupan yang dialaminya tidak pernah
lepas dari campur tangan dan keterlibatan umat di dalamNya.
Saudaraku,…sebetulnya
kita boleh tiba di penghujung tahun 2003 ini adalah juga karena Allah
selalu hadir dan bekerja bersama kita. Dalam kehadiranNya itu, Ia
menyertai, Ia memimpin pribadi-pribadi,
keluarga-keluarga bahkan sebagai persekutuan jemaat untuk menyebrangi
perjalanan hidup di tahun 2003 ini. Dalam kehadiranNya itu Ia menyertai, Ia
memimpin kita dalam kerja dalam tugas dalam pengabdian dari hari lepas hari.
Persoalannya
ialah, kalau Allah hadir, Allah menyertai dan memimpin kita mengapa si A harus
menjadi yatim piatu dan si B mesti menjadi duda atau janda karena orang yang
dikasihi dan dicintai telah dipanggil pulang olehNya. Mengapa Ia tidak menjawab
permohonan dan rintihan doa kita ketika kita menjerit memohon kesembuhan kepada
orang-orang yang kita kasihi dan cintai ???
Kalau
Allah hadir, Allah menyertai dan Allah memimpin, mengapa berkali-kali saya
mengikuti tes untuk menjadi pegawai ini atau itu, saya tidak pernah lulus dan
diterima ???
Kalau
Allah selalu hadir, Allah selalu menyertai dan Allah selalu menuntun, mengapa
usaha bisnis yang saya kembangkan justru rugi dan tidak untung ???
Kalau Allah selalu hadir, Allah selalu menyertai dan
Allah selalu menuntun, mengapa rumah tangga saya tidak pernah harmonis, selalu
saja ada pertikaian dan pertentangan dalam keluarga ??? Mana bukti penyertaan
Allah itu???
Jawabnya
sederhana, bahwa Allah hadir, Allah menyertai dan Allah memimpin kita, tidaklah
berarti manusia terbebas dari berbagai persoalan dan ancaman hidup.
Jangan
berpikir bahwa ketika Allah hadir, Allah menyertai dan Allah memimpin lalu
tidak ada kematian, tidak ada penyakit, tidak ada kegagalan dan
ketidaksuksesan, tidak ada pertikaian dalam rumah tangga. Tidak seperti itu !!! Tetapi ketika kita tahu
bahwa Allah hadir, Allah menyertai dan Allah memimpin, maka ada jaminan bagi
anda dan saya untuk menjalani kehidupan ini dengan berani dan tidak takut
terhadap berbagai persoalan dan ancaman yang mengancam seluruh kehidupan kita.
Pada
sebelah lain Allah tetap memberikan kebebasan bagi manusia
untuk bertindak. Ia tidak menjadikan manusia seperti robot, sehingga ketika ada
suami yang mau pukul istri, Ia hanya “pencet tombol jangan pukul”, maka Suami tidak jadi pukul istri. Ia tidak
menjadikan manusia seperti robot, sehingga ketika si Roland hendak mengambil
barang orang alias mencuri, Ia hanya “pencet tombol jangan mencuri”, maka si Rolan
batal mencuri. Ia tidak menjadikan
manusia seperti robot, sehingga ketika orang malas masuk gereja, Ia “pencet
tombol rajin masuk gereja”, dan orang akan berbondong-bondong datang ke
gereja. Ia tidak menjadikan manusia
seperti robot, sehingga ketika si A, angkat botol sopi dan tuang ke mulut, Ia “pencet
tombol jangan minum” dan botolpun jatuh dari tangan si A. Dll.
Ia
memberikan kebebasan bagi manusia untuk berpikir dan bertindak. Ia berikan
kebebasan bagi manusia untuk memilih apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang
boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Tapi
dalam proses untuk memilih itulah, orang selalu punya kecenderungan untuk
memilih hal-hal yang tidak baik, hal-hal yang buruk, hal-hal yang bertentangan
dengan kehendak Allah. Karena itu jangan salahkan Allah kalau ada kegagalan,
ada ketidaksuksesan, Ada penderitaan, ada kemalangan dst.nya.
Karena
itu yang pantas dilakukan setiap orang Kristen ketika Ia berada di penghujung
tahun ini adalah berkata pada Tuhan ; “terima kasih Tuhan, karena Engkau telah
hadir, menyertai dan memimpin saya melintasi perjalanan di tahun 2003 ini”
Seterusnya
dijelaskan dalam teks kita bahwa dalam penyebrangan sungai Yordan itu, Yosua
justru melibatkan semua suku. Pada hal suku Ruben, Gad dan suku Manasye telah
mendapat jatah tempat tinggal atau domisili di sebelah barat sungai Yordan.
Karena
itu mereka tidak perlu menyebrang sungai yang beresiko tinggi karena arusnya
yang deras itu. Kalau mereka mau, maka sebetulnya mereka sudah dapat memulai
pekerjaan bercocok tanam dan seterusnya. Tetapi rupanya mereka tetap taat
kepada perintah Yosua untuk bersama-sama menyeberangi sungai itu.
Hal
ini menunjuk kepada nilai kebersamaan dan persekutuan yang ingin di bangun di
antara kedua belas suku itu.
Dalam kebersamaan itu mereka akan dikenal sebagai umat Allah. Dalam
kebersamaan selalu ada peluang bagi mereka untuk saling mendampingi dan saling
menopang, Mendampingi dan menopang dalam
susah maupun dalam senang.
Disini
tidak ada kepentingan pribadi dilihat lepas dari kepentingan bersama. Tetapi
kepentingan pribadi tetap dilihat dalam orientasi kepentingan bersama, sehingga
tidak akan pernah muncul kecemburuan dan iri hati yang merupakan benih-benih
permusuhan di kalangan umat.
Dalam
realitas konteks kita, rupanya nilai kebersamaan dan persatuan itu mulai
memudar. Nilai kebersamaan dan persekutuan dalam upaya membangun keluarga,
membangun kehidupan berjemaat, kehidupan bermasyarakat, mulai hilang
kekuatannya.
Yang
sangat kuat muncul kepermukaan sampai di penghujung tahun ini adalah
nilai-nilai egoisme. Nilai-nilai mementingkan diri sendiri. Karena nilai
egosime itu, maka suami mau menang sendiri. Biar dirinya salah, ia akan marah
besar kalau ditegur istrinya.
Demikian
sebaliknya karena nilai egoisme itu, maka istri tidak mau mengalah terhadap
suaminya, ketika ia kedapatan melakukan hal yang salah. Karena sikap egoisme
itu membuat atasan marah besar ketika kesalahannya di nasehati oleh bawahannya.
Karena sikap egoismenya itu, maka orang tidak mau mengakui kelebihan orang
lain. Karena sikap egoismenya itu maka orang tega merampas apa yang menjadi
milik orang lain, tanahnya, rumahnya dll.
Karena
itu ketika kita tiba dipenghujung tahun 2003 ini kita kuburkan segala sikap
egoisme itu dalam diri kita dan jadilah orang Kristen yang selalu dapat
menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dalam memasuki tahun 2004 nanti.
Hal menarik lainnya yang dikedepankan dalam teks kita
adalah bahwa ketika umat itu berhasil menyebrangi sungai Yordan dengan aman,
maka atas perintah Tuhan Yosua membentuk suatu prasasti dengan 12 buah batu
yang diambil dari dalam sungai Yordan, yang mewakili 12 suku Israel di Gilgal.
Prasasti itu dibangun tidak dengan maksud agar nama
Yosua sebagai pemimpin umat dijagokan. Atau Supaya Yosua dapat tepuk dada dan
mengatakan bahwa karena kehebatannya dan kemampuannya, sehingga umat yang
dipimpinnya berhasil menyebrangi sungai Yordan.
Demikian
juga prasasti itu dibangun tidak dengan maksud agar Israel dapat tepuk dada dan
berkata bahwa kami hebat, karena berhasil menyebrangi sungai Yordan. Tetapi
sebetulnya prasasti itu bermaksud agar baik umat Israel yang melakukan
penyebrangan itu, maupun generasi Israel kemudian, akan tetap punya
memori bahwa Allah Israel pernah melakukan perbuatan yang luar biasa kepada
Israel, sehingga tidak pantas bagi mereka untuk mengembangkan budaya” topo
dada”.
Dan
sebagai orang percaya yang beribadah di malam ini kitapun diingatkan bahwa
hendaknya kita juga tidak mengembangkan budaya topo dada. Hal ini perlu
ditegaskan lagi oleh karena dalam realita konteks kita tidak sedikit orang yang
mengembangkan budaya topo dada.
Kalau
suatu pekerjaan selesai orang seng bilang terima kasih Tuhan. tapi orang bilang
beta hebat. Kalau usaha berhasil orang jarang bilang trima kasih Tuhan, tapi
orang bilang beta jago.
Bahasa
yang sering kita dengar pula adalah, kalau bukan karena beta ale seng jadi itu
dan seng jadi ini. Kalau bukan karena beta, unit seng maju, sektor berantakan.
Kalau bukan karena beta, sekolah seng jadi, Kalau bukan karena beta Kabupaten
seng pernah jadi.
Jadi
yang muncul hanyalah bahasa “karena beta” melulu, lalu dimana kita tempatkan
ungkapan “karena Tuhan” ???
Karena
itu sangat pantas dan baik kalau dipenghujung tahun 2003, setelah kita
melakukan introspeksi dan koreksi diri, dan lalu berucap: “ Karena Tuhan maka
saya dan keluarga saya telah memperoleh yang terbaik disepanjang tahun 2003. Selamat
mengakhiri tahun 2003 dan selamat menjemput tahun 2004. amin.
Oleh :
Pdt. Jan.Z. Matatula, S.Th.
Sekretaris Klasis GPM P.P.Aru
(Disampaikan dalam kebaktian “Kunci Taong” di Gedung
Gereja Bethel–
Jemaat GPM Dobo, Klasis GPM P.P.Aru.
31 Desember
2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar