HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Jumat, 11 Oktober 2013

JADILAH TELADAN BAGI ORANG LAIN

TEKS   : Matius 23 ;1-12.


                                                                                           Syaloom !!!
Seminggu terakhir ini masyarakat Indonesia dikejutkan dengan peristiwa penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi Aqib Moktar, berkenaan dengan dugaan kasus suap uang miliaran rupiah dalam sengketa pemilihan kepala daerah Lebak Banten. Terlepas dari apakah dia bersalah atau tidak, tetapi masyarakat Indonesia terlanjur dikecewakan melalui peristiwa ini.
Oleh karena MK Sebagai Lembaga Negara yang diharapkan dapat menghadirkan keadilan dan kepastian hukum  justru pemimpinnya melakukan tindakan ketidakadilan. Ini salah satu dari perlakukan para pemimpin bangsa yang korup.
Dan tentunya ada begitu banyak lagi para pemimpin bangsa yang terlibat dalam perlakukan-perlakukan yang tidak adil. Mulai dari Mentri, Bupati, Wakil Bupati, Gubernur, Wakil Gubernur, Pejabat  Pemerintah lainnya dipusat sampai di desa-desa terlibat dalam perlakukan yang tidak adil. 
Tentunya  didalam kebaktian  ini, saya tidak bermaksud menghadapkan tentang perilaku ketidakadilan, perilaku korupsi, perilaku manipulasi,  perilaku nepotisme  yang dipertontonkan para pemimpin bangsa dan masyarakat sampai saat ini.
Tetapi yang saya ingin hadapkan adalah bagaimana profil seorang pemimpin sebagai teladan.  Bagaimana seorang Kristen mampu menghadirkan dirinya sebagai teladan kebaikan bagi masyarakat yang dipimpinnnya.
Hal ini penting dihadapkan, oleh karena akhir-akhir ini terjadi krisis keteladan dikalangan para pemimpin, dimana sulit sekali  kita menemukan seorang pemimpin yang dapat dijadikan teladan atau panutan. (Teladan artinya sesuatu yang patut ditiru atau dicontohi apakah perbuatannya, kelakukannya, sifatnya dll ).
Nah,….. di tengah krisis keteladanan para pemimpin mari kita belajar bagaimana menjadi pemimpin yang menghadirkan nilai-nilai keteladanan, melalui  teks bacaan kita tadi ; Matius 23 ; 1-12 dalam sorotan Tema Mingguan yang ditetapkan Lembaga Pembinaan Jemaat GPM yakni “KETELADANAN”.

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Kalau  kita membaca teks Matius 23 ; 1-12 dengan baik, maka paling kurang ada 3 Nilai  yang terkait dengan keteladanan yang patut kita renungkan sebagai para pemimpin (masyarakat, gereja, dan keluarga).
Pertama ; Pemimpin yang diteladani adalah pemimpin yang mampu menyelaraskan tentang apa yang dibicarakan dengan apa yang dilakukannya.
Dengan kata lain, apa yang dibicarakan mesti sama dengan apa yang dilakukannya.
Dalam teks kita, Yesus mengecam orang-orang Farisi dan Ahli-Ahli Taurat, yang pada masa itu dianggap sebagai pemimpin agama dan masyarakat Yahudi. 
Orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat ini adalah orang-orang yang mendapat legitimasi atau diberi kuasa untuk menafsirkan dan mengajarkan hukum-hukum Musa. Ungkapan yang digunakan untuk menjelaskan bahwa mereka mendapat legitimasi menafsirkan dan mengajarkan Hukum-hukum Musa dalam teks kita adalah ; “menduduki kursi Musa” (bd.ayat 2).
Tentunya apa yang diajarkan mereka adalah sesuatu yang benar dan patut didengarkan dan dilaksanakan.  Karena itu dengan tegas Yesus katakan;  “lakukan segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu” ( bd.ayat 3a).
Pada sisi yang lain, Yesus menyebutkan tentang “orang banyak”,…. dalam hal ini  menunjuk  kepada masyarakat biasa, rakyat jelata, orang-orang yang hina dan miskin yang ada disekitar mereka (Ahli Taurat dan orang Farisi) yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang minim  tentang ajaran-ajaran atau hukum Musa. (bd. Ayat 1).
Jadi disatu pihak ada para pemimpin agama yang memiliki legitimasi mengajarkan Hukum-Hukum Musa dan karena  itu patut diteladani,  dan pada pihak  lain, ada orang-orang sederhana dan miskin yang harus meneladani  apa yang diajarkan dan dilakonkan oleh para pemimpin mereka.
Yang menarik adalah dalam posisi atau kedudukan mereka sebagai orang yang mengajarkan ajaran Musa, dan yang harus diteladani oleh orang banyak itu, justru dikecam oleh Yesus.
Yesus tidak mengecam orang banyak yang tidak memiliki pengetahuan tentang hukum-hukum Musa, malah Yesus mengajak dan mendorong mereka untuk melakukan apa yang diajarkan oleh pemimpin-pemimpin agama itu.
 Mengapa ??? 
Karena bagi Yesus yang penting bukan soal memahami hukum-hukum Musa, tetapi bagaimana melakukan hukum-hukum Musa dengan konsisten dalam hidup mereka,  itu jauh lebih penting.  Ini yang tidak dipertontonkan oleh Ahli Taurat dan Orang Farisi.
Mereka mengajarkan tetapi tidak melakukannya.  Hal itu dipertegas oleh Yesus dalam ayat 3b ; “karena mereka mengajarkan tetapi tidak melakukan”.
Jadi……., Kecaman Yesus itu, bukan karena ajaran yang disampaikan orang-orang Farisi dan Ahli-Ahli Taurat itu salah.
Kecaman Yesus itu bukan karena Ahli-Ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu malas-malas dalam menyampaikan ajaran atau Hukum Musa. 
Kecaman Yesus itu bukan karena orang-orang Farisi dan Ahli Taurat itu takut menyampaikan kebenaran Ajaran dan Hukum Musa. Tidak !!!!
Tetapi kecaman Yesus itu justru karena orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu tidak konsisten melakukan apa yang diajarkan.
Mereka dengan keras memaksa orang melakukan hukum-hukum Musa, sementara mereka sendiri tidak melakukannya, bahkan terkesan menghindar. Lucu,….!!! Disini mereka menampilkan diri sebagai para pemimpin yang munafik. Disini mereka menampilkan diri sebagai orang-orang yang munafik (Hipokrits). Menyedihkan…………….!!!!

Saudara-saudari,…apa yang kita pelajari dari bagian ini.
Pertama ; Bahwa sama seperti Ahli-Ahli Taurat dan Orang-Orang Farisi yang mendapat Legitimasi untuk mengajarkan hukum Musa, maka setiap orang Kristen yang sudah diselamatkan oleh Allah juga mendapat Legitimasi untuk menyampaikan ajaran Yesus (Injil) bagi orang banyak. Tugas memberitakan Injil itu, terutama diberikan kepada para Pelayan Khusus, (Pendeta, Penginjil, Penatua, Diaken). Kemudian Pengurus Sektor, Koordinator Unit, Pengurus wadah-wadah Organisasi Gerejawi. Semuanya bertanggung jawab untuk secara konsisten dan konsekwen melakukan tugas Pemberitaan Injil dengan baik. 
Disini,… setiap orang dituntut untuk Tidak malas. (karena ada banyak perangkat pelayan yang malas). Setiap orang dituntut untuk tidak takut dalam mengajarkan ajaran Yesus. (Para pelayan juga penakut bila diperhadapkan dengan banyak persoalan yang mengancam eksitensi dirinya).
Disamping itu, mereka dituntut untuk mengajarkan ajaran yang benar. (Banyak pelayan juga yang terkontaminasi dengan ajaran-ajaran yang tidak sehat, baptis ulang misalnya dll).

Kedua ; Bahwa orang tidak berhenti pada fase/tahap mengajarkan atau memberitakan Injil  saja,…. Selesai !!!!.
Tetapi setiap orang dituntut untuk melakukan atau melaksanakan ajaran Yesus yang diajarkan kepada orang banyak dalam kehidupanya secara konsisten.
Jadi, ketika seorang pemimpin Kristen berbicara tentang cinta kasih, maka ia harus mewujudnyatakan cinta kasih itu dalam hidupnya setiap hari kepada orang lain. Kalau tidak maka ia tak bisa menjadi teladan.
Bagaimana seorang pelayan yang berbicara tentang perdamaian mempertontonkan hidup yang berdamai dengan orang lain. Kalau tidak ia tidak bisa disebut sebagai pelayan yang patut diteladani.
Bagaimana seorang pemimpin keluarga berbicara tentang  keadilan, dan itu diwujudkan dengan memberi perhatian yang adil kepada anak-anak. Kalau tidak dia tidak bisa disebut sebagai pemimpin keluarga yang bisa diteladani. Dan seterusnya.
Jadi kualitas keteladan dari seorang pemimpin justru diukur dari konsistensinya dalam melakukan apa yang diajarkannya atau diberitakannya.
Ini tentu menjadi tantangan yang tidak mudah bagi setiap orang yang dipanggil Tuhan untuk menyaksikan tentang kebenaran InjilNya.

Pertanyaannya adalah bagaimana  dengan kita, apakah kita juga kedapatan sebagai orang-orang yang taat melakukan apa yang diajarkan Yesus, sebagaimana yang kita ajarkan ???  Jawab sendiri !!

Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Hal Kedua ; Pemimpin yang diteladani adalah pemimpin yang tidak mencari kehormatan diri, tetapi yang membangun persaudaraan setara.
Dalam teks kita (ayat 5 – 10), kita menemukan gambaran bahwa  Ahli-Ahli Taurat dan Orang-Orang Farisi itu  suka sekali mencari kehormatan diri, Mencari pujian bagi diri, melalui berbagai simbol-simbol keagamaan yang menunjuk pada  kesalehan hidup mereka.    
Jadi simbol-simbol keagamaan yang mereka pertontonkan tidak dengan motivasi  supaya orang-orang yang  diajarkan, terdorong  menjadi percaya kepada Allah dan menampilkan  sikap hidup yang saleh serta memuliakan Allah. 
Tetapi motivasi perbuatan keagamaan atau kesalehan mereka adalah  supaya mereka dihormati, dan dipuji orang banyak.  Karena itu dengan tegasnya Yesus katakan ; semua pekerjaan yang mereka lakukan supaya dilihat orang ( bd. ayat 5).
Hal itu dapat kita lihat dari beberapa pernyataan Yesus berikut  ;
-       Mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang.
-       Mereka suka duduk di tempat terhormat dalam Ibadah Perjamuan. (Tempat terhormat pada perjamuan adalah tempat duduk sebelah kanan tuan rumah. Tempat ini tidak saja menunjukan pada keistimewaan mereka, tetapi juga agar mereka mendapat pelayanan istimewa. Kalau di rumah Ibadah,  tempat terhormat itu berada disekitar mimbar,…sementara jemaat biasa duduk dilantai).
-       Mereka  suka menerima penghormatan di pasar-pasar atau tempat keramaian.
-       Mereka suka dipanggil Rabi, guru atau pemimpin.
Dari gambaran ini, maka sebetulnya yang dikejar  oleh Alih Taurat dan Orang Farisi dari perilaku kesalehan mereka adalah agar eksistensi atau keberadaan mereka sebagai pemimpin-pemimpin agama perlu dihormati dan dihargai.
Mereka tidak mempersoalkan apakah kehadiran mereka dapat menolong orang lain supaya dapat membangun kehidupan imannya dengan baik atau tidak,…itu tidak penting.
Jadi  yang penting adalah hidup mereka dan bukan orang banyak. Yang penting eksistensi sebagai Rabi tetap terjaga.
Yang penting eksistensi sebagai pemimpin tetap terjaga. Mereka mengabaikan tanggung jawab untuk menyelamatkan orang lain.

Saudara-saudara !!!
Terhadap situasi ini, maka Yesus mengecam mereka dengan menegaskan bahwa yang patut dihormati dan layak disembah adalah Allah, bukan manusia.  Bahkan Yesus menambahkan bahwa kamu semua adalah saudara, tidak pantas untuk mencari kehormatan diantara sesama saudara. (bd. ayat 8)
Karena itu, kalau ada yang patut dihormati dan disembah, itu adalah Mesias bukan mereka yang menyebut dirinya  guru dan pemimpin.
Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ;
-    Jangan kamu disebut Rabi, karena hanya satu Rabimu.
-    Jangan kamu menyebut siapapun bapa di bumi, karena hanya satu Bapamu yang disorga.
-    Janganlah kamu disebut pemimpin, karena hanya satu pemimpinmu yaitu Mesias.
Jadi sekali lagi Yesus menegaskan tentang perubahan orientasi dari hormat kepada manusia diganti dengan hormat kepada Allah.

Pertanyaan kita adalah,..apakah Yesus mengabaikan fungsi-fungsi structural dalam kehidupan sosial ??? Apakah Yesus mengabaikan jabatan-jabatan dan kedudukan dalam kehidupan sosial ??? Saya kira tidak. Yesus tetap menghargai jabatan-jabatan dan kedudukan dalam kehidupan sosial maupun gereja.
Persoalannya adalah bagaimana orang menempatkan jabatan dan kedudukan dalam persfektif Persaudaraan setara, bukan untuk cari hormat dan pujian, serta untuk memuliakan Allah.
Apa maksudnya ?? Maksudnya adalah bahwa baik orang Farisi, Ahli Taurat dan Orang kebanyakan itu adalah saudara. Saudara yang setara – egaliter.  Dalam kesetaraan itu,  Tidak ada yang di atas dan tidak ada yang di bawah. Tidak ada yang jago dan tidak ada yang pecundang.  Tidak ada yang kuat dan tidak ada yang lemah.  Disini orang akan saling menghargai dan saling menghormati dalam tatanan persaudaraan.
Demikian pula,….. dalam perspektif persaudaraan setara itu, maka orang tidak akan berebutan untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan dari saudaranya sendiri. Orang tidak main sogok sana sogok sini, untuk merebut  jabatan dan kedudukan bagi dirinya dari saudaranya sendiri. Orang tidak saling bakuhantam untuk dapatkan jabatan dan kedudukan bagi dirinya. Karena katong sama-sama saudara, bila anda punya kapasitas untuk jadi itu dan ini silahkan, tidak perlu dicegah atau dihancurkan.
Demikian pula kalau seseorang mendapatkan jabatan atau kedudukan penting, maka ia  tidak akan menganggap diri hebat dan jago dan menganggap orang lain rendah. Karena jabatan dan kedudukan itu akan digunakan untuk memuliakan Allah, dan menguntungkan persaudaraan setara itu.

Saudara-saudaraku,…!!!
Perlu diingatkan pula bahwa dalam persaudaraan setara, kita harus mengakui dan memberi ruang kepada hadirnya kepelbagaian. Bahwa ada orang yang memiliki kapasitas A dan Kapasitas B. Ada orang yang punya kemampuan ini dan kemampuan itu.
Ada orang yang memiliki jabatan dan kedudukan yang berbeda. Tetapi semuanya itu, entah kapasitas, kemampuan, jabatan dan kedudukan  mesti menjadi kekuatan untuk membangun persaudaraan setara dengan baik, agar persekutuan itu merasakan manfaatnya dan Tuhan dimuliakan. Itulah nilai keteladanan seorang pemimpin yang harus dihadapkan.

Apa yang bisa kita pelajari disini ;
1.      Bahwa setiap orang Kristen, termasuk para pelayan dan pemimpin Kristen  dalam melakukan tanggung jawab pelayanan dan kepemimpinannya  baik dalam jemaat, di tengah masyarakat maupun keluarga,  tidak dengan motivasi untuk mendapat pujian dan penghormatan diri.  Tetapi hendaknya dilakukan dalam persfektif Tuhan Allah dalam Kristus Yesus dimuliakan. 
Tapi dalam realitas kehidupan bergereja dan berjemaat dan bermasyarakat kita, ada begitu banyak orang yang melakukan tanggung jawab pelayanan dan kepemimpinannya dengan motivasi puji diri dan cari hormat for diri. 
Karena itu bila tugas yang dilakukan atau tanggung jawab yang dilakukan tidak dihargai, maka mereka akan marah-marah bahkan mengundurkan diri dari tanggung jawab pelayanan yang diberikan kepadanya.
Tetapi kalau ia melakukan tanggung jawabnya dalam perspektif Tuhan dimuliakan, maka kendati pekerjaannya, tidak dihargai orang ia akan tetap melayani saja.  Demikian juga kalau ia dapat tantangan, ia tidak akan lari meninggalkan tugasnya, karena ia ingin memuliakan Tuhan melalui tugas dan kerjanya.

2.      Sebagaimana Yesus menekankannya tentang pentingnya persaudaraan setara, maka sebagai orang-orang Kristen, kita dituntut untuk memperteguh komitmen kita untuk membangun kehidupan orang basudara. Kehidupan orang basudara akan menolong kita untuk tidak saling menciderai satu dengan yang lain, hanya karena kepentingan jabatan, kedudukan dan politik, tetapi sebaliknya akan saling menopang satu dengan yang lain, topangan yang saling menghidupkan.

Hal ketiga ; Pemimpin yang diteladani  adalah Pemimpin yang  menampilkan  sikap kerendahan hati.
Dalam teks kita, khususnya ayat 11 - 12, kita mendapatkan gambaran tentang perspektif baru yang Yesus sodorkan kepada orang-orang Farisi dan Ahli-Ahli Taurat serta pendengarNya.  Bagi Yesus bila mereka ingin menjadi pemimpin yang besar, tersohor, ternama…..maka kebesaran itu terletak pada sikap sebagai hamba atau pelayan yang melayani. Tegasnya dikatakan ; “Barangsiapa terbesar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu”. (ayat 11).
Menarik,….Yesus mengakhiri kecamanNya itu dengan menyodorkan sebuah sikap keteladan yang patut dicontohi kalau ingin jadi pemimpin besar yaitulah sikap sebagai pelayan atau hamba.
Kata Pelayan, dalam kamus bahasa Indonesia artinya orang yang melayani, pembantu atau pesuruh.  Nilai yang muncul dari pengertian pelayan ini adalah kerendahan hati, sabar, tekun dan tidak sombong.
Itu berarti bagi Yesus setiap orang yang ingin menjadi besar, maka ia mau tidak mau suka tidak suka harus menampilkan sikap kerendahan hati, kesabaran, ketekunan dan tidak sombong atau tinggi hati.
Dengan kata lain, Yesus mau bilang bahwa kualitas kebesaran seseorang bukan terletak pada penghormatan yang diterima, bukan terletak pada tingginya jabatan dan kedudukan yang disandang, bukan terletak pada status sosial yang dimiliki, tetapi terletak pada sikap kerendahan hati, kesabaran, dan ketekunan yang ditampilkan dalam keseharian hidupnya.
Karena itu marilah kita menjadi orang Kristen, pemimpin Kristen, pemimpin keluarga yang menampilkan sikap sebagai pelayan. Apakah kita sudah menghadirkan diri sebagai pelayan ???? Semoga…..Amin.
Oleh
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th
Ketua Klasis GPM Kairatu

(Disampaikan dalam Ibadah Minggu, tanggal 13 Oktober 2013 di Jemaat GPM Rumahkay)

Selasa, 01 Oktober 2013

BERJUANG MENGHADIRKAN EKSISTENSI SEBAGAI MURID YESUS, MELALUI KEHIDUPAN SALIB.



TEKS : II Korintus 13 ; 1-10


                                                                             Syaloom !!!

Setiap orang yang hendak bepergian kesuatu tempat pasti punya alasan dan tujuan yang jelas. Mungkin untuk berlibur, mungkin untuk melanjutkan studi, mungkin untuk mengunjungi keluarga, mungkin untuk bekerja dan lain-lain. Yang pasti adalah setiap orang yang melakukan suatu perjalanan pasti punya alasan dan tujuan tertentu.
Paulus juga punya alasan dan tujuan yang jelas ketika ia menghadapkan keinginannya untuk melakukan perjalanan ke Korintus, untuk ketiga kalinya.  Apa yang menjadi alasan dan tujuan Paulus.

Pertama : Sebagai orang yang turut terlibat dalam proses pembangunan jemaat Korintus, Ia merasa punya tanggung jawab moral untuk memelihara dan mengembangkan kehidupan iman umat di Korintus. Supaya pertumbuhan iman mereka kepada Yesus Kristus yang adalah sumber hidup itu semakin berkualitas. Ia tidak menghendaki kehidupan kekristenan di Korintus berjalan apa adanya, dan tidak menunjukan pertumbuhan yang  baik dan berkelanjutan.  Istilah Alkitab “panas tidak dinginpun tidak”.
Bagi Paulus ibarat seorang petani yang mengharapkan pohon yang ditanamnya tidak saja bertunas, tumbuh dan berkembang, tetapi juga berbunga, berbuah dan buahnya enak dimakan, maka Paulus juga mengharapkan agar Injil yang diberitakannya bagi umat di Korintus dapat bertumbuh, berkembang dan menghasilkan buah  yang diwujudkan  melalui penampilan hidup umat yang bermutu.
Karena itu ia tidak terima dan menolak keras, ketika segala yang telah di taburnya, ditanamnya hendak dihancurkan begitu saja oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan untuk mencari pamoritas dan keuntungan diri, melalui penyebaran ajaran-ajaran palsu dan menyesatkan, yang pada akhirnya membuat umat menjadi bimbang.
Jelasnya Paulus “merasa terpanggil” untuk datang lagi ke Korintus dengan tujuan melakukan penguatan dan pendampingan bagi iman umat, supaya mereka tidak dibodoh-bodohin oleh pihak-pihak tertentu.

Kedua ;  Rupanya ada diantara umat di Korintus yang karena berbagai hasutan yang diterimanya, mulai meragukan integritas / keabsahan Paulus sebagai seorang Rasul Kristus.

Bagi Paulus, dengan meragukan keabsahannya sebagai seorang rasul, itu sama dengan menolak dirinya sebagai seorang Rasul dan menolak pula segala sesuatu yang pernah diajarkannya kepada umat. Dan Paulus dapat dicap sebagai Rasul palsu.

Kenyataan ini yang tidak diterima oleh Paulus. Kalau orang mengatakan dia lemah, dia kurang pandai bicara barangkali itu bisa diterima, kalau ia difitnah itu dan ini, ia terima saja.  Tetapi kalau menolak dirinya sebagai Rasul Kristus, ini tak bisa didiamkan, tetapi harus dibela dan diperjuangkan.

Ini adalah  dua perkara yang menjadi alasan yang kuat dan tujuan yang jelas bagi Paulus untuk datang lagi ke Korintus, yang intinya adalah agar umat terus bertumbuh dalam iman yang benar dan murni kepada Yesus Kristus Tuhan.

Bicara tentang merasa terpanggil maka sebetulnya, bukan cuma Paulus yang merasa terpanggil dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan iman umat pada zamannya, tetapi seorang Pendeta, Penatua dan Diaken, dan semua orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus, (terutama yang telah makan dan minum sehidangan dengan Kristus melalui Perjamuan Asa Kudus),  sebetulnya punya panggilan yang sama untuk menumbuhkan kehidupan iman umat, dengan menggerakan berbagai karunia dan kelebihan yang ada padanya masing-masing.

Katakanlah semua orang percaya harus merasa bertanggung jawab untuk melakukan upaya-upaya kearah pertumbuhan iman umat, kearah persekutuan  hidup yang penuh cinta kasih dalam persekutuan bergereja.
Tetapi yang terjadi dalam realita hidup kita adalah jauh berbeda dari apa yang diharapkan.
Tidak banyak orang yang merasa bahwa proses pertumbuhan iman umat, proses hidup bergereja itu adalah tanggung jawabnya. Karena itu banyak orang yang lebih memilih untuk  menjadi komentator picisan untuk mengomentari  kelemahan dan kekurangan hidup bergereja, tanpa mau terlibat di dalam persekutuan itu untuk membangunnya.
Kalaupun ada yang mengatakan saya merasa terpanggil untuk membangun kehidupan umat dan masyarakat, motivasinya terkadang melenceng jauh dari apa yang diharapkan. 
Dapatkah dikatakan motivasi mereka benar, kalau rasa terpanggil itu hanya untuk memperjuangkan kepentingan diri sendiri, kepentingan golongan sendiri, memperjuangkan pamoritas dan prestise diri, lalu mengatasnamakan umat atau masyarakat ???  Saya kira tidak benar. 
Nah,… karena itu kalau kita memahami panggilan kita secara benar sebagaimana Paulus memahami panggilannya, maka kita tidak akan menjadi penghasut, kita tidak akan menjadi penipu, kita tidak menjadi orang yang suka “lempar batu sambunyi tangan”, sebab sikap seperti itu justru merusak kehidupan umat dan bukan untuk membangun kehidupan iman umat.
Kalau kita memahami panggilan kita dengan baik, maka kita tidak akan pernah   meracuni pikiran orang lemah, orang kecil, orang yang bisa kita pengaruhi dengan berbagai pikiran yang menyesatkan, agar mereka mendukung keinginan dan harapan-harapan kita, dan lalu melecehkan orang lain.
Kalau kita memahami panggilan kita, maka kita akan lebih dahulu mengoreksi diri kita sendiri : apakah saya sungguh-sungguh telah  menjadi “anak Tuhan yang Sejati”,  “Pelayan Tuhan yang sejati”,  “Pelayan masyarakat yang sejati” “Pelayan keluarga yang sejati”, dst.nya.

Seterusnya dijelaskan dalam teks kita bahwa baik seorang pelayan maupun umat  harus menguji dirinya sendiri, apakah dia sungguh-sungguh pantas menjadi pelayan Tuhan dan umat Tuhan yang sejati ataukah tidak.
Dan Paulus dalam rangka membela keabsahannya sebagai  Rasul Kristsus, ia terlebih dahulu telah menguji  integritasnya sebagai Rasul Kristus melalui tanggung jawab pemberitaan injil yang dipercayakan kepadanya ???  Bagaimana caranya Paulus  membuktikan dirinya sebagai Rasul Kristus ???
Pertama : Paulus menunjuk kepada Pemberitaan tentang Salib.  Bahwa pada satu pihak Salib adalah tanda kelemahan, salib adalah hukuman, salib adalah penderitaan. 
Dan karena pemberitaan tentang salib itulah maka ia sendiri telah melalui suatu kehidupan yang penuh dengan penderitaan, tantangan dan ancaman. Ke luar masuk penjara, difitnah dan dihujat, disesah adalah  bagian dari kehidupan salib yang telah dipertontonkan Paulus dalam kehidupannya.
Terhadap semua penderitaan itu, Paulus tidak pernah mundur sedikitpun dari berbagai tantangan dan ancaman yang dihadapinya. Ia telah menunjukan loyalitasnya, dedikasinya yang luar biasa dalam pekerjaan pemberitaan injil itu. Dan karena itu kehadirannya sebagai Rasul Kristus tidak pantas untuk diragukan.

Kedua : Bagi Paulus Salib juga menunjuk pada pusat Kuasa Allah untuk menyelamatkan manusia berdosa dan dunia. Dan kuasa Allah itu berwujud melalui Kebangkitan Kristus.
Kristus telah mati tetapi Ia dibangkitkan kembali oleh Kuasa Allah. Dan kuasa Allah itu telah dianugerahkan juga bagi Paulus.

Bukankah Paulus dengan kuasa Allah telah melakukan berbagai tanda mujizat ??? Sebut saja, pengusiran roh jahat dari seorang perempuan tenun di kota Filipi. (K.P.R. 16:18);  Keberaniannya untuk memberitakan Injil baik dikalangan orang-orang Yahudi maupun Yunani Romawi di berbagai daerah.

Semuanya itu dapat dilakukan oleh karena kuasa Allah yang dianugerahkan kepadanya. Dengan kemampuannya sendiri pasti ia tidak akan mampu melakukan perkara-perkara yang besar itu.
Semuanya merupakan bukti bahwa ia sungguh-sungguh adalah rasul Kristus.  Kenapa mesti diragukan ???

Saudara, …..Kenyataan ini lalu menuntut setiap orang yang dipanggil untuk melayani pekerjaan Tuhan, Pendeta, Penatua, Diaken, Pengurus Sektor, Koordinator Unit, Pengurus wadah-wadah organisasi gereja untuk menguji  diri sendiri  apakah kita sudah menjadi pelayan Tuhan yang sejati disepanjang tahun ini ???  Dan untuk pengujian itu maka parameter yang perlu kita gunakan adalah juga yang digunakan oleh Paulus, yaitulah “Kehidupan salib”. 

Karena itu tanyakan pada dirimu sendiri apakah  kita sungguh-sungguh tetap sabar, tetap loyal, dalam menjalankan tugas pelayanan yang dipercayakan kepada kita, walaupun harus menghadapi tantangan dan ancaman  ? Ataukah  justru karena tantangan dan ancaman itu kita lalu menyembunyikan diri.

Saudara tantangan dan ancaman itu macam-macam bentuknya. Mungkin di tolak oleh anggota jemaat, karena terlambat datang melayani ibadah ulang tahun, karena kebetulan ada ibadah di tempat lain.  Mungkin dicaci, dimaki, dihina karena  katanya pelayan itu cuma melayani orang-orang tertentu saja, dst.nya. Yac,….Itu biasa !!!  yang penting adalah motivasi pelayanan itu jelas, yaitu demi meningkatkan pertumbuhan iman umat dan bukan untuk mencari keuntungan diri. Yang luar biasa adalah ketika seorang pelayan menghindari dirinya dari pelayanan yang dipercayakan kepadanya.

Perlu ditegaskan bahwa bagi  seorang pelayan Allah justru menganugerahkan KuasaNya, sebagaimana halnya yang diberikan kepada Paulus.  Karena itu tidak ada yang perlu ditakutkan.
Namun begitu harus diingat  pula bahwa Kuasa Allah yang dianugerahkan kepada setiap pelayannya dengan tujuan untuk melakukan pemberdayaan bagi umat.

Dengan kuasa ini maka setiap pelayan ditantang untuk harus menyuarakan kebenaran tanpa perlu takut. Dengan kuasa itu setiap pelayan dituntut untuk membimbing umat kearah pertobatan, agar umat mengambil keputusan untuk bertobat dan mempercayakan hidupnya pada Kristus. Dengan kuasa itu ia dapat berdoa untuk menyembuhkan orang sakit. Yang disayangkan adalah banyak pelayan yang ragu akan kuasa Allah yang ada dalam dirinya. Ketika ia ragu bahwa akan kuasa Allah dapat disalurkan melalui dirinya, itu artinya ia sudah mulai ragu terhadap integritas dirinya sebagai pelayan Kristus.

Kemudian Paulus menantang umat bahwa mereka juga harus menguji diri mereka sendiri. Tegasnya dikatakan : “ Ujilah dirimu sendiri,……selidikilah dirimu sendiri,…….apakah kamu sungguh-sungguh tetap tegak di dalam iman kepada Kristus Yesus ??? (ayat 5). Bagaimana umat harus menguji dirinya sebagai umat yang sejati ??  Tetap dengan mempergunakan parameter “Kehidupan salib”.
Dalam kaitan itu maka kita sebagai umat di tantang untuk mempertanyakan diri sendiri apakah selama ini saya sungguh-sungguh taat dan setia mengikuti Kristus dan melakukan kehendakNya kendati penderitaan dan ancaman menghadang hidup saya ???  Mungkin ada yang bilang belum,……mungkin ada yang bilang kadang-kadang. Yach macam-macam.
Æ   Karena itu pantas saja kalau ada umat yang mondar mandir dari gereja yang satu ke gereja yang lain. Kalau ditanya kenapa anda bersikap seperti itu,….ya supaya bisa pintar buka Alkitab, apalagi,….supaya bisa berkhotba,….apalagi supaya bisa baptis ulang.  Ini wujud dari orang yang belum memiliki iman yang berakar pada Kristus.

Æ   Karena itu pantas saja kalau sampai saat ini masih ada warga jemaat yang tetap mengandalkan dukun, untuk mencari kesembuhan bagi anggota keluarga yang sakit, walaupun baik Pengurus Sektor, Majelis sampai Pendeta sudah dipanggil untuk berdoa.

Æ   Pantas saja kalau sampai saat ini masih ada orang yang untuk memulai usahanya, tetap menggunakan kekuatan-kekuatan magis lainnya di luar kuasa Allah.

Namun di hari firman Tuhan mengajak kita bahwa sebagai orang-orang yang mempertontonkan kehidupan salib dalam hidupnya, ia harus siap menderita sebagaimana Kristus Yesus juga menderita untuk menyelamatkan manusia dan dunia. Tetapi kepadanya juga Allah menganugerahkan jaminan, yaitulah kuasanya yang menghidupkan dan memberdayakan.

Dalam kaitan itu maka semua pelayan dan umat diajak bukan sekedar untuk menguji diri, menyelidiki hidup kita, tetapi juga untuk mengambil keputusan. Keputusan untuk berbalik dari berbagai perbuatan kita yang menyesatkan dan merugikan orang lain dan kemudian bersama-sama mengembangkan kehidupan iman yang berkualitas. Kenapa ??? Karena di dalam kehidupan iman yang berkualitas itulah Allah menghadirkan berkatNya bagi kita, amin.

Oleh Pdt. Jan. Z. Matatula
(Sekretaris Klasis GPM P.P.Aru)
Disampaikan dalam Ibadah Syukur Perjamuan Kudus
di Jemaat GPM Dobo, 12 Oktober 2003.

PERSEKUTUAN YANG SALING MEMBANGUN



TEKS : Kejadian 1 ; 26 -31


                                                   Syaloom !!!
Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yesus, oleh karena atas kasih dan rahmatNya, kita telah diberikan kesempatan untuk melakukan perjalanan sampai dipenghujung bulan Mei 2008. Dan hari ini, adalah hari pertama kita akan melangkah memasuki bulan  Juni 2008.
Kita semua tentunya berada pada pengharapan yang sama bahwa kita akan dapat melangkah dengan pasti memasuki bulan Juni ini dengan sukacita dalam kasih dan rahmat Tuhan pula. Nah, untuk menuntun kita melakukan perjalanan di bulan Juni 2008 ini, kita diajak untuk belajar dari firman Tuhan Kejadian 1 ; 26 – 31, dalam sorotan Tema ;  “ Persekutuan Yang Saling Membangun”.

Kalau kita memperhatikan tema ini dengan saksama, maka pertanyaan kritis yang muncul adalah ;
(1). Ada apa dengan persekutuan kita sehingga dibutuhkan sikap saling membangun ??
(2). Kemudian persekutuan yang mana yang akan dibangun ??
Menjawab pertanyaan ini, maka kita harus melihatnya pada lingkungan dimana kita ada dan beraktivitas.
Bahwa kalau kita bicara tentang persekutuan, maka persekutuan itu punya cakupan yang sangat luas. Mulai dari persekutuan sebagai suami istri, persektuan sebagai orang tua dan anak-anak, persekutuan yang melibatkan saudara-bersaudara, persekutuan antar tetangga, persekutuan unit, sector, jemaat, persekutuan sebagai negeri, sebagai bangsa dan seterusnya.
Kenyataan membuktikan bahwa banyak persekutuan yang disebutkan tadi sedang mengalami krisis hidup.  Yang dimaksudkan dengan krisis hidup disini adalah ada begitu banyak persekutuan yang tidak mencerminkan kehidupan yang rukun, (pada hal hidup rukun itu adalah cerminan dari sebuah persekutuan yang baik).
Ada banyak persekutuan yang tidak mencerminkan kehidupan yang damai, (pada hal suasana kedamaian sangat diharapkan dalam suatu persekutuan hidup).
Ada banyak persekutuan yang tidak mencerminkan kehidupan yang bersukacita. Malah sebaliknya ada banyak persekutuan yang berada dalam pertikaian, perselisihan, dendam bahkan ada persekutuan yang berada di ambang kehancuran.
Kalau ditanyakan apa yang menjadi penyebab terjadinya krisis dalam persekutuan itu, pasti kita akan menemukan jawaban yang beragam. Tetapi satu hal yang perlu digaris bawahi adalah krisis itu terjadi karena masing-masing orang hanya memperhatikan dirinya sendiri, kepentingannya sendiri, idial-idialnya sendiri dan lalu mengabaikan kepentingan orang lain yang adalah bagian dari persekutuan itu. Banyak orang yang hanya mau membangun hidupnya sendiri, keluarganya sendiri dan lalu mengabaikan kehidupan orang lain, bahkan menindas orang lain.
Menyadari akan kondisi ini maka memiliki sikap yang saling membangun menjadi hal penting untuk dihayati oleh setiap orang yang berada dalam persekutuan itu.
Teks Alkitab ini menegaskan beberapa pikiran yang patut kita renungkan ;
Hal pertama; bahwa Manusia, baik laki-laki maupun perempuan  dijadikan oleh Allah.
Tegasnya dikatakan : Baiklah kita menjadikan manusia,…. Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya (ayat 26-27).

Pernyataan ini menegaskan kepada kita beberapa hal antara lain ;
1.    Bahwa manusia itu ada, bukan karena proses evolusi sebagaimana yang diajarkan oleh Darwin melalui teori evolusinya, tetapi adalah hasil karya Allah yang luar biasa hebat dan dashyat.
Suatu ketika Darwin muncul dengan teori evolusinya yang telah berpengaruh besar bagi kehidupan manusia ketika ia berpendapat bahwa alam semesta, termasuk manusia terjadi sebagai akibat dari hasil rekayasa naturalis. Artinya alam semesta ini terjadi sebagai akibat dari suatu persitiwa kebetulan yang terjadi berbiliun-biliun tahun. Bahkan manusia terjadi sebagai suatu proses perkembangan dari hewan sejenis “homo erectus”
Teori seperti ini telah menolak adanya Tuhan (sang Illahi) yang hadir sebagai Pencipta semesta. Namun sayang teori ini tetap tak bisa dibuktikan secara ilmiah, dan tidak bisa membantah kenyataan bahwa Tuhan Allah adalah pencipta semesta termasuk manusia.
Kenyaataan ini hendaknya  mendorong setiap orang percaya untuk tetap berada dalam Pengakuan Iman, kredo Iman bahwa Tuhan Allah yang menghadirkan diri dalam Kristus Yesus itu adalah Sang Pencipta alam semesta dan manusia. Dialah Tuhan yang perkasa. Dialah Tuhan yang Agung. Dari dulu sampai sekarang Dia tetap Tuhan dan tidak ada yang lain.
Hal senada disampaikan dengan lantang oleh Daud Raja Israel katanya ; “Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah. (Mazmur 90;2)
Pengakuan seperti ini pada satu pihak akan membuat orang percaya menyadari dirinya sebagai orang yang lemah dan tidak berdaya dihadapan Tuhan, dan pada pihak yang lain orang percaya akan selalu mengakui kebesaran dan keagungan Tuhan dalam proses hidup yang dijalaninya. Ini semua akan membuatnya tidak sombong dan angkuh dihadapan sang penciptaNya.
Katakanlah manusia siapapun dia, sehebat apapun dia, seperkasa apapun dia, dia tetap adalah manusia dan tidak bisa dibandingkan dengan Allah.
Disini setiap orang percaya diminta untuk menggantungkan seluruh kehidupannya di bawah kehendak dan tuntunan Tuhan dan bukan melakukan segala hal sesuai dengan kehendaknya sendiri. Justru akibat dari melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri, maka persekutuan hidup itu menjadi hancur.

2.   Bahwa Allah menggunakan metode yang berbeda dalam proses penciptaan manusia dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Kalau cakrawala, kalau bulan, kalau terang, kalau burung diudara dan ikan dilaut terjadi hanya dengan firmanNya, tetapi untuk menjadikan manusia Allah membentuknya dengan tanganNya sendiri. Jelasnya dikatakan ; “TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. 
Pernyataan ini menegaskan kepada kita bahwa oleh Allah manusia diberikan status yang istimewa dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Status Istimewa itu kemudian diungkapkan dalam pernyataan “segambar dan serupa dengan Allah Pernyataan ini menegaskan bahwa;
a)      Manusia memiliki kesamaan moral dengan Allah, karena manusia itu tidak berdosa dan kudus pada mulanya. Hal ini akan mendorong setiap orang untuk berada dalam suatu suasana hidup yang kudus. Dia harus membangun persekutuan hidupnya sebagai persekutuan hidup yang kudus. Orang-orang yang hidup dalam persekutuan itu dituntut untuk saling mendorong dalam rangka menghadirkan kehidupan yang kudus. Persekutuan hidup itu akan menampilkan ciri hidup yang punya moral, punya etika, yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Binatang tidak punya moral. Dia hantam ikut seleranya sendiri.
b)     Manusia memiliki hikmat, manusia memiliki hati yang mengasihi dan kehendak untuk melakukan yang benar sesuai kehendak Allah (bd. Efesus 4:24).
Bahwa dengan hikmat, dengan hati yang mengasihi maka manusia akan dengan bijak bersikap kritis dalam menyikapi berbagai hal dan berusaha menyelesaikannya dengan cinta kasih.
Semuanya yang disebutkan di atas, akan sangat membantu untuk menghadirkan suatu persekutuan hidup yang saling membangun, baik di tengah-tengah persekutuan keluarga, jemaat dan masyarakat.

3.   Bahwa ketika Allah menciptakan manusia itu sebagai laki-laki dan perempuan, maka keduanya memiliki kesejajaran, kesamaderajatan dihadapan Tuhan. Mereka hanya berbeda jenis kelamin. Yang satu laki-laki dan yang satu perempuan. Dan keduanya saling tergantung satu dengan yang lain.
Kalau dikemudian hari terjadi Laki-laki lebih berkuasa atas perempuan, maka itu adalah hasil rekonstruksi social. Artinya ada budaya tertentu yang menganut paham patrinial, yang menganggap laki-laki lebih hebat dari perempuan. Perempuan dilihat sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Ini salah. Karena itu tanggung jawab kita sebagai orang-orang Kristen yang berada dalam suatu persekutuan itu adalah memberikan tempat yang sejajar bagi kaum perempuan dalam beraktifitas di tengah gereja dan masyarakat.
Hal ini penting dilakukan oleh karena dalam realita kehidupan kita perlakukan terhadap perempuan secara semena-mena terjadi dimana-mana. Berbagai tindakan kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dll.
Semua hal ini sangat tidak membantu hadirnya suatu persekutuan hidup yang baik. Tetapi ketika orang memahami bahwa bahwa baik laki-laki dan perempuan di ciptakan oleh Allah sebagai pribadi-pribadi yang unik dan saling tergantung, maka mereka didorong untuk menghadirkan suatu persekutuan hidup yang saling membangun.

Hal kedua yang mau disampaikan firman ini bagi kita adalah ; Manusia bertanggung Jawab untuk mengelola berbagai potensi yang ada disekitarnya untuk kemuliaan Tuhan.

Dalam ayat 28 disebutkan ; "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
Pernyataan ini menegaskan kepada kita beberapa hal ;
1.     Bahwa Tuhan memerintahkan setiap orang untuk berkeluarga. Tuhan menghendaki setiap orang untuk memperoleh suami, istri dan anak-anak. Tetapi ini tentunya dilakukan secara sah artinya sesuai dengan ajaran gereja, sesuai dengan firman Tuhan. Ini penting dinyatakan oleh karena banyak orang tidak lagi memikirkan dan memperhitungkan pernikahan kudus itu sebagai sesuatu yang penting. Ini salah.
Sejalan dengan itu kita tidak saja disuruh untuk punya anak, tetapi bertanggung jawab untuk tidak menerlantarkan anak-anak yang kita lahirkan.
2.     Bahwa maksud Tuhan menjadikan manusia adalah untuk menatalayani alam ciptaanNya. Ia harus menaklukan alam ada disekitarnya untuk kehidupannya. Ia harus menguasai alam ini, dan bukan sebaliknya alam menguasainya dan ia ditaklukan oleh alam. Kenyataan ini mendorong manusia untuk menggunakan potensi dirinya, hikmatnya, kecerdasannya, kekuatannya untuk dapat mengelola alam semesta ini bagi kepentingan hidup dan masa depannya. Jangan ia menjadi malas tetapi harus menjadi pekerja keras. Tetapi proses ini mesti dilakukan dalam suatu persekutuan yang saling mengasihi dan menghargai. Dalam persekutuan yang saling peduli dan mencintai. Bukan untuk saling menghancurkan. Proses ini harus dilakukan dalam kesadaran terhadap kesimbangan dengan alam sekitar. Hal ini penting untuk dilakukan di zaman sekarang ini. Oleh karena banyak orang dengan dalih ingin melakukan perintah Tuhan, telah menghancurkan alam dan sekitarnya untuk kehidupan dirinya sendiri. Contoh ; orang menggunakan potas sianida untuk cari ikan. Penebangan kayu yang tidak ramah lingkungan dll.

Hal Ketiga ; yang mau disampaikan firman Tuhan kepada kita adalah ; Allah menyediakan jaminan masa depan bagi orang percaya.

Disebutkan dalam teks kita ; "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.

Pernyataan ini menegaskan kepada kita bahwa Allah tidak pernah membiarkan kita kelaparan. Allah tidak pernah membiarkan kita berada dalam ketidakpastian ekonomi. Allah menjamin masa depan kita.
Saat ini dengan naiknya harga BBM, akan sangat berpengaruh terhadap berbagai kebutuhan pokok masyarakat. Transportasi yang mahal dll. Ini ini semua tentunya akan sangat berpengaruh bagi kehidupan iman kita. Mungkin saja orang akan mengeluh, mungkin saja orang berada dalam kebimbangan dan keputusasaan. Tapi satu hal yang harus diingat oleh kita semua adalah Allah dalam Kristus Yesus tetap memberikan jaminan kehidupan bagi kita, bagi persekutuan kita. Soalnya adalah apakah kita mau mengakuinya sebagai satu-satunya Tuhan dan berjalan sesuai kehendakNya ataukah tidak. Silahkan saudara-saudara menjawabnya, dan selamat memasuki bulan Juni 2008. amin.

Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula,S.Th.
(Sekretaris Klasis GPM Masohi).
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gedung Gereja Bethesda Jemaat GPM Masohi,
Klasis Masohi. Tanggal 1 Juni 2008.)