Teks : Matius 25 ; 14 – 30.
TEMA : Pelipatgandaan
talenta dalam tanggung jawab melayani.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Beta ingin menyapa bapa dan Ibu serta
saudarai-saudari sekalian, syaloom. Beta percaya kita semua berada dalam
keadaan baek-baek saja, karena Tuhan memimpin dan menolong kita melewati
hari-hari hidup yang penuh dengan dinamika. Itu sebabnya kita patut bersyukur
kepadaNya yang telah memberi kita hidup sampai hari ini bahkan diberi
kesempatan untuk beribadah.
Jemaat yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Beta ingin
mengawali khotba ini dengan menghadapkan Tema yang ditetapkan LPJ GPM untuk
memandu perjalanan hidup kita disepanjang minggu ini yaitu ; PELIPATGANDAAN TALENTA DALAM TANGGUNG
JAWAB MELAYANI.
Kalau kita merenungkan tema ini
sejenak, maka pertanyaan kritis kita adalah ;
Apakah itu talenta ???? apakah
talenta itu sama dengan bakat bernyanyi, menari, berolah raga dstnya. Karena
itu pada beberapa saluran TV kita menonton tayangan program pencari bakat seperti
; Indonesia Idiol, (RCTI) Bintang Pantura (Indosiar), KDI Start (MNCTV), sampai dengan America’s
got talent misalnya. Siapa saja yang
akan memperoleh talenta itu ??? Apakah anak kecil, orang dewasa, orang tua
dstnya.
Apa syarat yang harus dipenuhi setiap
orang untuk mendapatkan talenta itu. Mengapa
talenta itu mesti dilipatgandakan dan untuk apa talenta itu digunakan dan
seterusnya. Apa hubungan pelipatgandaan talenta dalam hubungan dengan tanggung
jawab melayani ?? Sekali lagi ini
pertanyaan-pertanyaan penting untuk menolong kita memahami tema mingguan kita
itu ; Pelipatgandaan talenta dalam tanggung jawab melayani. Karena itu beta
mengajak kita memahami tema ini melalui teks bacaan kita tadi Matius 25 : 14 –
30.
Jemaat
yang dikasihi Tuhan Yesus !!!
Teks
bacaan ini, yang oleh LAI diberi judul
Perumpamaan tentang talenta merupakan
bagian dari kesatuan khotba Yesus
tentang Akhir Zaman yang ditulis penginjil Matius dalam pasal 24 dan 25. Khotba
yang disampaikan Yesus dalam bentuk perumpamaan itu sebetulnya bertujuan untuk
mengajarkan para pendengarnya, supaya mereka
dapat mempersiapkan diri dalam menyambut kedatangan Kerajaan sorga itu
(bersifat eskatologis). Dalam kesadaran bahwa walaupun kehadiran Yesus telah menegaskan tentang hadirnya Kerajaan Sorga
itu, yang terekspresi melalui setiap ucapan dan perbuatan Yesus (aspek kekinian), tetapi Kerajaan sorga
itu akan paripurna pada saat Yesus datang untuk kedua kali yang kita kenal
dengan Parusia. (aspek keakanan).
Dan
kalau kalau kita membaca teks ini, beta hendak menyampaikan 3 catatan reflektif
yang dapat kita renungkan dari teks ini ;
Pertama ; Bahwa Tuhan
memberikan setiap orang paling kurang satu talenta.
Yesus mengawali perumpamaan ini dengan menjelaskan bahwa Kerajaan Sorga itu
sama seperti seorang tuan yang hendak
bepergian ke luar negeri atau berangkat ke luar negeri kemudian memanggil
hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka (ayat 14). Yesus tidak menjelaskan berapa lama tuan
itu akan bepergian dan lokasi pasti dimana tuannya itu tujui. Yang pasti adalah selama kepergiannya, dalam
waktu yang tidak ditentukan itu, sang tuan mempercayakan
hartanya kepada hamba-hambanya.
Mempercayakan yang dimaksudkan disini
tidak berarti hamba-hamba itu
menjadi pemilik harta
kekayaannya, tetapi mereka hanya di beri tanggung jawab untuk menjaga,
memelihara dan mengelola hartanya.
Mempercayakan juga mengandung makna bahwa orang yang diberi kepercayaan itu
dapat dipercaya. Mengapa ???
karena Harta itu gambaran dari sesuatu yang berharga dan bernilai, kalau harta
itu diberikan kepada orang yang tak bisa dipercaya maka harta itu akan hilang
dan tak lagi bernilai. Itu berarti para hamba yang mendapat talenta
dari tuannya adalah hamba yang dipercaya tuannya.
Kemudian disebutkan bahwa tuan itu memberikan kepada seorang hamba lima
telenta, yang seorang lagi dua talenta dan seorang lain lagi satu talenta,
masing-masing menurut kesanggupannya. (ayat 15). Jadi semua hamba mendapat
talenta tetapi dalam jumlah yang berbeda-beda.
Apakah yang dimaksudkan dengan talenta itu. Kalau kita merujuk kepada
Alkitab Bahasa Yunani Koine, kata yang digunakan untuk talenta yaitu talanta
yang merujuk pada akar kata talanton. Kata talanton dalam bahasa
Yunani mempunyai arti ; neraca,
timbangan atau mata uang. Dalam tradisi Yahudi talanton atau talenta
dalam bahasa Indonesia merujuk pada berat atau bobot dari 300 syikal mata uang
Yahudi.
Nah, Talenta dalam teks sebetulnya menunjuk pada satuan mata uang
sama seperti dengan mata uang mina yang disebutkan dalam perempuan tentang uang
mina dalam Lukas 19 ; 11-27.
Kalau dalam Alkitab Bahasa Indonesia
Masa Kini (BIMK), menerjemahkan 1 talenta sama dengan seribu uang emas. Jadi 5
talenta sama dengan lima ribu uang emas dan 2 talenta sama dengan dua ribu uang
emas. (sebagai catatan, pada zaman itu 1 talenta bernilai lebih dari upah kerja
seorang buruh selama 15 tahun).
Kemudian dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata Talenta yang diterjemahkan dari kata Yunani ”talanta”
itu diartikan sebagai ; pembawaan
sejak lahir, dan bakat,
yang
dianugerahkan Allah untuk memberi kekuatan dan petunjuk.
Jadi pengertian talenta disini telah
diperluas tidak saja berhubungan dengan nilai mata uang tetapi berhubungan
dengan bakat yang dibawa sejak lahir. Bahkan kata talenta itu kemudian
dihubungkan lagi dengan segala
kemampuan, waktu, sumber daya dan kesempatan.
Yang menarik untuk diperhatikan
selanjutnya adalah frasa ”masing-masing menurut kesanggupannya”.
Ungkapan ini tentu berkaitan dengan kemampuan hamba-hambanya dalam mengelola
talenta itu.
Tentu sang pemilik itu mengetahui
dengan pasti kesanggupan setiap hambanya. Ia tidak asal memberi, tetapi memberi
tepat pada sasaran. Realitas ini menunjuk pula adanya suatu relasi yang intim
antara sang tuan dan hamba-hambanya, sebab hanya melalui hubungan itu sang tuan
memahami dan mengenal dengan sungguh keberadaan hamba-hambanya. Disini pola relasi yang tercipta antara tuan
dan hamba adalah adalah pola relasi
fungsional dan bukan struktural.
Apa yang kita belajar dari
sini ;
a. Bahwa talenta itu adalah
pemberian Tuhan. Talenta
itu adalah anugerah Tuhan. Dan Tuhan
secara adil memberikan talenta kepada setiap orang percaya, sesuai kehendakNya.
Semua orang mendapat kebagian, paling
kecil 1 talenta. Tidak ada yang tidak mendapat kebagian talenta. Artinya bahwa setiap orang
yang diberi talenta itu menunjukan bahwa Tuhan mempercayainya, sehingga ia
diberi talenta itu. Kalau Tuhan tak mempercayainya maka, pasti Tuhan tidak akan
memberikan talenta kepadanya. Dan ketika kita semua diberi talenta, artinya
Tuhan mempercayai kita semua sebagai hamba-hambaNya.
Pada sisi yang lain, Talenta yang diberikan Tuhan itu, berwujud dalam bentuk bakat, harta dan
kekayaan, kemampuan, jabatan, waktu dan juga kesempatan untuk melayani Tuhan.
b. Bahwa besar atau kecilnya talenta itu sangat tergantung dari penilaian Tuhan terhadap keberadaan
setiap orang. Tuhan memberikannya sesuai dengan kehendak bebasnya. Karena
itu baiklah setiap orang menerima talentanya dengan
bersyukur dan tidak harus
membanding-bandingkannya dengan milik orang lain, supaya tidak menimbulkan perilaku iri hati,
dengki dan saling memusuhi satu dengan
lain, karena perbedaan talenta yang dimilikinya. Pertanyaannya adalah apakah kita telah mengenal dengan baik talenta kita
masing-masing ??? Jangan-jangan kita justru tidak mengenal dan menyadari apa
talenta yang Tuhan anugerahkan kepada kita.
c. Bahwa Kepelbagaian talenta dalam kehidupan jemaat sebetulnya menjadi
kekuatan yang luar biasa untuk membangun jemaat kita, bukan sebaliknya menghancurkan
jemaat dan persekutuan hidup bersama.
Kedua ; Talenta itu harus dilipatgandakan sebagai bentuk pertanggung
jawaban atas kepercayaan yang diberikan.
Yesus kemudian melanjutkan ceritera itu dengan menjelaskan sikap dari ke 3 hamba yang menerima talenta itu.
Hamba yang menerima lima talenta kemudian pergi menjalankan uang itu dan
mendapat laba lima talenta. (ayat 25). Demikian pula hamba yang mendapat dua
talenta melakukan hal yang sama dan memperoleh laba dua talenta. (ayat 26).
Berbeda
dengan hamba yang menerima lima talenta dan dua talenta itu, maka hamba yang
menerima satu talenta justru pergi menggali lobang, lalu menyembunyikan uang
tuannya. (ayat 27).
Disini kita menemukan adanya dua tipe perilaku hamba yang
berbeda dalam merespons kepercayaan tuannya itu.
Tipe Pertama, yang diwakili hamba yang mendapat 5 dan 2
talenta adalah mendengar dan melakukan apa yang diperintahkan
tuannya tanpa mempersoalkan untung atau
rugi dari pekerjaan itu. Yang penting
bagi mereka adalah bekerja untuk melipatgandakan talenta yang diterima, sebagai
respons dari kepercayaan tuannya. Jadi kepercayaan itu, dihubungkan dengan
nilai-nilai kesetiaan, kerja
keras, dan pengorbanan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Karena itu
ketika tuannya meminta pertanggung jawaban hamba tipe pertama ini, dengan tegas
dikatakan ; ”baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia”.
(bd. Ayat 22a dan 23a).
Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa
sang hamba telah menyatakan eksistensi dirinya sebagai hamba yang setia
dan dapat dipercaya. Pada
perspektif ini, bukan soal hasil yang diperoleh menjadi utama tetapi kesetiaan
dalam proses melipatgandakan talenta itu yang utama. Sebab kalau hasil menjadi utama maka mungkin sang tuan akan berkata, hai
hambaku yang baik dan berhasil.
Tipe kedua, yang diwakili oleh hamba
yang mendapat 1 talenta adalah mendengar tetapi tidak melakukan apa yang
diperintahkannya, dengan mengajukan pertimbangan untung dan rugi.
Pertimbangannya adalah apa untung
bagi dirinya bila ia melipatgandakan
talenta itu, dan apa ruginya bagi
dirinya bila ia tidak melipatgandakan
talenta. Jadi, aspek yang mendapat
penekanan utama disini adalah kepentingan diri. Jadi orientasi kepentingan diri jauh lebih kuat, dari pada melakukan tanggung jawab sesuai kepercayaan
yang diberikan tuannya. Dengan kata
lain tanggung jawab itu dilakukan sepanjang menguntungkan dirinya, tetapi tidak
akan dilakukan bila merugikan dirinya.
Karena itu tidak heran ketika ia mempertanggung jawabkan pekerjaannya
kepada tuannya, sang tuan kemudian berkata ; ” hai kamu, hamba yang jahat dan
malas”. (ayat 26). Jahat dan malas, menunjuk pada ketidaksediaan dan ketidaksetiaan untuk melakukan apa yang dipercayakan
padanya. Ia berkomitmen, tetapi kemudian ia menyangkal komitmennya sendiri.
Apa yang kita belajar dari
bagian ini ???
a. Bahwa setiap orang yang telah menerima talenta itu, apakah satu, tiga atau lima atau sepuluh harus memperlabakan atau melipatgandakan talenta itu, supaya memperoleh hasil semakin banyak
atau lebih baik.
Orang yang tidak bersedia mengembangkan talentanya sama dengan ia
menenggelamkan masa depan hidupnya sendiri dan menolak anugerah Tuhan itu.
Dan bahwa untuk memperlabakan talenta itu, Tuhan mengajarkan kita untuk
mengedepankan nilai-nilai kesetiaan, kerja
keras dan siap berkorban.
Artinya tidak ada orang yang berhasil, tidak ada orang yang sukses secara
instan, tetapi selalu saja membutuhkan kerja keras, dalam menekuni pekerjaannya
dan siap berkorban.
b. Kalau kita kaitkan memperlabakan talenta itu dalam perspektif pelayanan
gereja, maka setiap orang yang dipanggil untuk melayani Tuhan dalam berbagai
status pelayanan yang disandangnya, apakah pelayan khusus atau badan-badan
pembantu pelayanan, serta warga gereja dengan profesinya masing-masing
ditantang untuk melakukan tugasnya dengan bertanggung jawab, sambil
mengedepankan nilai-nilai kerja keras dalam pelayanan, bahkan siap menantang
resiko dalam pelayanan serta siap berkorban. Kalau kita mau senang saja, kalau
kita tak mau ambil resiko, kalau kita tak mau berkorban tidak mungkin tanggung
jawab pelayanan dapat kita lakukan dengan baik, maka kita sementara menyangkali
talenta yang Tuhan anugerahkan kepada kita.
Ketiga ; Pelipatgandaan talenta sama dengan pelipatgandaan tanggung jawab.
Kemudian dijelaskan bahwa ketika
hamba yang mendapat laba lima talenta dan hamba yang mendapat laba dua talenta
mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya, maka sang tuan kemudian berkata ; ”...engkau
telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab
dalam perkara yang besar...” (bd ayat 21, 22).
Pernyataan ini menegaskan tentang
hukum sebab akibat. Bahwa sebab
engkau telah setia dalam perkara-perkara kecil (hal-hal kecil), maka akibatnya adalah engkau berhak untuk
mendapat tanggung jawab dalam perkara-perkara besar (hal-hal besar). Sebaliknya
jika engkau tidak setia pada hal-hal kecil maka tidak mungkin tanggung jawab
besar akan dipercayakan padamu.
Jadi sebetulnya kepercayaan untuk memikul tanggung jawab
yang besar, dimulai dari kesetiaan dan kesungguhan melakukan tanggung jawab
yang kecil dan sederhana.
Bahkan yang menyedihkan adalah orang yang tidak setia melipatgandakan
talentanya, akan kehilangan talentanya. Jelasnya disebutkan ; ”sebab
itu ambillah talenta itu dari padanya...” (ayat 28a). Sementara orang yang
setia melipatgandakan talentanya akan mendapat lebih banyak talenta lagi. Tegasnya dikatakan : ”...setiap orang yang mempunyai,
kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan...” (ayat 29a).
Disini sang hamba yang tidak setia
itu, tidak saja kehilangan kesempatan
untuk menggandakan talentanya, tetapi juga kehilangan talentanya sama sekali.
Ia tidak lebih dari orang buangan yang dibuang karena tak berguna dan akan
mengalami penderitaan yang tak ada taranya sebagai hukumannya (ayat 30).
Apa yang kita belajar dari bagian ini ;
a. Bahwa setiap orang yang diberi
talenta oleh Tuhan itu, pada waktunya akan mempertanggung jawabkan talenta itu
pada sang pemberi talenta. Dan dari hasil penilaian itu, seseorang akan
mendapat reward atau ia akan
mendapat punishment, dan
dibuang begitu saja. Bila ia setia melipatgandakan talenta itu, tentu dengan cara-cara yang baik, dengan cara-cara
yang terhormat pasti kepadanya akan diberikan reward dengan menerima tanggung
jawab yang lebih besar.
b. Pada sisi yang lain, jangan pernah kita mengharapkan diberikan kewenangan
untuk melakukan tugas-tugas yang besar dan hebat, kalau kita sendiri tidak setia
melakukan hal-hal yang kecil. Bahkan untuk mendapatkan hal-hal yang besar,
mesti dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Karena itu nilai kesetiaan
menjadi penting. Setia terhadap panggilan pelayanan yang telah dipercayakan
kepada kita masing-masing.
c. Besok wadah pelayanan laki-laki GPM akan memperingati hari ulang tahun yang
ke 32, karena itu patut kita bersyukur, karena Tuhan melalui gerejaNya masih
menggunakan wadah pelayanan laki-laki GPM untuk melayani pekerjaanNya.
Menyambut sukacita itu, kita diingatkan bahwa sebagai salah satu kategori
pembinaan umat GPM disamping Anak Remaja dan katekisasi, Pemuda, Perempuan,
Warga Gereja Senior dan Warga Gereja Profesi, maka wadah laki-laki ini menjadi
penting dan strategis dalam proses pembinaan umat GPM. Karena itu firman Tuhan
mengajak setiap laki-laki GPM (pengurus dan anggota) untuk menyatukan
keberagaman talenta yang dimilikinya dan menggunakannya secara proposional
melalui wadah pelayanan laki-laki GPM bagi kemulian Tuhan. Teruslah tingkatkan
kapasitasmu sebagai laki-laki Gereja Protestan Maluku. Amin.
Jan
Z. Matatula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar