TEKS : I Yohanes 3 : 11 18
Syaloom
!!!
Di
pagi ini saya ingin menantang saudara-saudari dengan pertanyaan berikut; Berapa
kali anda mengungkapkan pernyataan kasih atau mengasihi dalam satu hari ??? Berapa kali anda mewujudkan perbuatan kasih
bagi sesama dalam sehari ??? Mungkin ada
yang mengatakan, terlalu banyak untuk dihitung. Ini baik !!! Itu berarti pula
bahwa ungkapan kasih atau mengasihi bukanlah hal yang baru dan asing bagi
pendengaran kita. Bukankah
diberbagai kesempatan baik dalam persekutuan ibadah, dalam aktivitas kerja
maupun dalam pergaulan sesehari pernyataan kasih dan mengasihi selalu
mengemuka. Tidak perduli apakah ungkapan itu keluar dari bibir mulut orang tua,
pemuda, remaja atau anak kecil. Tidak perduli apakah ungkapan itu keluar dari
mulut seorang penipu, seorang pembunuh, seorang koruptor, tetapi yang pasti semua orang pernah bicara
tentang kasih, bahkan memberlakukan kasih dalam hidupnya. Betul demikian ???
Kalau
memang begitu kenyataannya, mengapa dalam kehidupan ini, mesti ada suami yang membantai
istrinya sendiri. Mengapa seorang kakak tega menghabisi nyawa adiknya
sendiri. Mengapa ada orang tua yang merancang kejahatan terhadap anaknya
sendiri atau mantunya sendiri. Mengapa ada tindakan kekerasan dari kelompok
mayoritas kepada kelompok minoritas di bumi Nusantara tercinta ini dll.
Itu
berarti bahwa ada banyak orang yang belum memahami makna kasih itu secara baik.
Mereka hanya menggunakan pernyataan kasih sebagai “lips servis” saja (pemanis
bibir saja). Yang celaka lagi ialah, ada orang yang mengidap penyakit
kekurangan kasih.
Masalahnya
sekarang adalah, apakah anda dan saya
juga tergolong dalam kelompok orang yang disebutkan di atas ??? Marilah kita melakukan cek up (bukan
kesehatan jasmaniah kita), tetapi cek up
terhadap pemahaman dan perbuatan kasih yang kita lakukan dalam kehidupan kita
sepanjang hari, berdasarkan firman Tuhan yang kita baca dan dengar bersama tadi.
Hal
Pertama yang dikedepankan dalam hubungan dengan
upaya cek up terhadap pemahaman dan perbuatan kasih kita adalah melalui
pernyataan penulis ; “Kita harus saling
mengasihi”. Pernyataan ini menegaskan bahwa perbuatan kasih adalah
suatu keharusan.
Itu
berarti, Kasih bukan soal suka atau tidak suka. Artinya kalau
saya suka baru perbuatan kasih saya lakukan. Kalau saya tidak suka perbuatan
kasih saya abaikan.
Kasih
bukan soal waktu. Artinya ada waktu yang baik baru perbuatan
kasih dilakukan. Misalnya nanti dekat-dekat natal atau kunci taoong baru
perbuatan kasih dilakukan.
Kasih
juga bukan dalam orientasi bisnis. Artinya perbuatan kasih itu
dilakukan dalam perhitungan untung rugi. Kalau saya mengasihi dia dan itu
menguntungkan saya pasti saya lakukan. Tetapi kalau perbuatan kasih itu
merugikan saya,…Oh ! tunggu dulu.
Kasih
juga bukan soal siapa yang menjadi objek. Artinya perbuatan kasih itu selalu
memperhitungkan siapa objek dari perbuatan kasih itu. Kalau objeknya orang
dekat saya, sepaham dengan saya, dia tetangga saya yang suka minum sopi bareng,
dia rekan kerja saya yang mengisi absen saya walaupun saya tidak kerja, barulah
saya mengasihinya. Tetapi kalau dia musuh saya, kalau dia tidak sepaham dengan
saya, saya tidak akan pernah mengasihinya.
Nah sekarang kita melakukan recek
terhadap perbuatan kasih kita. Betulkah perbuatan kasih yang kita lakukan sampai
saat ini, masih mengikutsertakan pertimbangan-pertimbangan seperti disebutkan
diatas ?? Suka dan tidak suka, untung
dan rugi, waktu yang tepat, kerabat atau musuh. Silahkan masing-masing orang
menjawabnya.
Apapun jawaban kita, yang pasti realitas
kehidupan kekristenan kita bilang begini ;
a) saya akan melakukan perbuatan kasih,
tetapi “lia-lia tanuar” dolo. Ya
tunggulah nanti ada waktu baru beta mengasihi kau, pada hal semua waktu itu
baik. Betul ???
b) Saya akan kasih pisang for dia, asal
saja dia kasih ikan for saya, walaupun di rumah ketersediaan pisang saya cukup
banyak, sampai membusuk malah. Inilah kasih karena pertimbangan bisnis.
c) Saya mengasihi dia karena dia atasan
saya yang selalu memperhatikan kenaikan pangkat dan golongan saya, tapi kalau
yang ini tunggu dulu,…pasalnya dialah orang yang selalu menegur saya karena sering
absen dari kantor.
Perbuatan kasih dengan dilatari oleh
pertimbangan suka tidak suka, pertimbangan waktu baik dan tidak baik,
pertimbangan untung rugi, pertimbangan siobjek penerima kasih, juga dilakukan
oleh orang kafir. Kalau kita melakukan perbuatan kasih seperti yang disampaikan
tadi, itu artinya kita tidak berbeda dari orang kafir.
Orang Kristen harus melakukan
perbuatan kasih melampaui perbuatan kasih yang dilakukan oleh orang kebanyakan
(kafir) itu.
Untuk
itu Yesus pernah berujar : “Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan
berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. (Matius 5:44). Sebuah pernyataan
yang sangat unik dan menarik, tetapi tidak gampang untuk dilakukan. Tetapi
disitulah justru esensi kasih Kristiani itu terungkap. Perbuatan kasih seperti itulah yang membedakan orang Kristen
dan orang kebanyakan. Dengan kata lain saya mau katakan bahwa perbuatan kasih
yang diajarkan kepada kita harus melampaui dan menembusi berbagai perbedaan
yang terkadang dibuat oleh manusia dalam hidup ini. (Kasih harus melampaui ras,
suku, kultur, agama, Level social dst.nya).
Kemudian,
pernyataan kamu harus saling mengasihi menegaskan pula bahwa kasih
itu tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi mesti dilakukan
oleh semua pihak yang terlibat dalam kehidupan ini.
Karena
itu penulis menggunakan ungkapan saling mengasihi. Nah,…Kalau kita hanya mau menerima perbuatan
kasih dari orang lain dan kita sendiri tidak mau melakukan perbuatan kasih
kepada orang lain ini tidak benar.
Kalau
kita hanya mau menadah tangan tanpa mau mengulurkan tangan itu tidak
benar. Orang yang hanya mau menerima
perbuatan kasih dari orang lain dan tidak mau melakukan perbuatan kasih
terhadap orang lain akan terjebak dalam sikap hidup kikir.
Ingatlah
bahwa dalam perbuatan kasih tidak ada yang terlalu kecil nilainya yang dapat
kita berikan kepada orang lain. Ada saja yang dapat kita berikan sebagai
perbuatan kasih kita kepada orang lain.
Cek
Up kedua
terhadap pemahaman dan perbuatan kasih kita adalah melalui pernyataan ; “setiap
orang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh manusia. (ayat
15a).
Saya
mengajak kita menggaris bawahi kata membenci. Dalam teks kita disebutkan bahwa justru
karena kebencian yang mendalam dari Kain sehingga ia melakukan perbuatan kejahatan.
Perbuatan kejahatan itu berwujud dalam bentuk tindakan kekerasan dan pembunuhan
terhadap saudara kandungnya sendiri (Habel).
Pertanyaan
sederhana adalah, kenapa Ia membenci adiknya ?? Ya karena hidup adiknya
diliputi dengan perbuatan kasih. Kasihnya yang besar terhadap sang pencipta
sehingga persembahan yang dipersembahkan kepada TuhanNya adalah persembahan
yang terbaik.
Disini
kita melihat bahwa; kebencian melahirkan
kejahatan, kejahatan melahirkan kekerasan, kekerasan berwujud dalam bentuk pembantaian
dan pembunuhan,…..sadis.
Kalau
kebencian itu melahirkan perbuatan kejahatan dan kekerasan maka pantaskah kita
memelihara kebencian dalam hidup kita, dalam rumah tangga kita, dalam jemaat
dan masyarakat kita ??? saya kira tidak !!!
Kebencian harus dilumpuhkan. Coba kita bayangkan kalau
kebencian terus mewarnai seluruh kehidupan umat manusia dari generasi yang satu
ke generasi, apakah akan ada kedamaian ???? saya kira tidak. Karena itu
kebencian harus dihentikan, kebencian harus dilumpuhkan. Kita punya alasan yang
sangat kuat untuk menghentikan kebencian itu.
Marthen Luther King seorang pejuang
HAM yang anti kekerasan misalnya;
mengetengahkan bahwa ada dua alasan mendasar yang mendorong orang untuk
berhenti membenci yaitu
Pertama
: Membalas
kebencian dengan kebencian akan melipatgandakan kebencian. Ibarat
menambah kelamnya malam yang telah hitam tanpa bintang. Gelap tidak mungkin
mengusir gelap. Hanya terang yang mampu mengusir gelap. Maksudnya adalah benci
tak dapat mengusir benci, hanya kasih yang mampu mengusir benci.
Kedua
: Benci mesti dihentikan karena kebencian merusak jiwa dan kepribadian manusia. Mari kita perhatikan ketika seorang anak kecil
menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, ayahnya atau ibunya, kakaknya atau
adiknya dipotong, dicincang dihadapannya, maka pasti jiwanya tidak akan
tentram. Nilai-nilai kebencian dan dendam perlahan-lahan mulai merusak jiwanya.
Dan ia akan melampiaskan dendamnya itu ketika ia telah sanggup melakukannya.
Sementara
orang yang melakukan tindakan kekerasan itupun, kepribadiannya juga akan rusak.
Artinya tidak ada lagi nilai-nilai kelemah lembutan dalam dirinya. Segala
sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya, selalu saja diselesaikan dengan
tindakan kekerasan dan bukan dengan jalan damai. Karena itu pantaslah kalau
dikatakan bahwa seorang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh.
Jadi
ketika diri kita dirasuki dengan rasa benci, pada saat itu kita sudah
dikategorikan sebagai pembunuh, walaupun tangan kita belum memegang parang atau
apa saja untuk membunuh.
Dari
gambaran seperti itu, marilah kita melakukan recek lagi terhadap kehidupan
kasih kita, apakah kita ini adalah orang-orang yang suka memerangi kebencian
dalam diri kita atau keluarga kita, ataukah kita yang justru jadi provokator
untuk mendorong orang lain mempraktekan sikap benci itu ???
Realita
hidup kita menjelaskan bahwa ternyata banyak diantara kita yang berlaku
pura-pura mengasihi anggota keluarga kita (entah suami, istri, anak-anak,
adik-kakak dan orang tua), pada hal sebenarnya kita sangat membenci mereka.
Didepan
umum kita pura-pura mengasihi suami atau istri kita, dengan berjalan
bergandengan tangan mesra, tetapi di dalam rumah, kita saling mencaci maki,
saling memukul dan melempar sampai babak belur.
Mungkin
di dalam gereja seperti ini kita duduk berdekatan, bernyanyi memuji Tuhan dan
mendengar sabdaNya, tetapi di dalam hati ada rasa benci yang membara, sehingga
tidak pernah bertegur sapa apalagi tersenyum satu dengan yang lain.
Disinilah
ibadah kita kepada Allah terjebak dalam ibadah pura-pura, dan kita menjadi
orang-orang yang munafik. Saya kira kita masih ingat pernyataan Yesus bahwa
sebelum anda memberikan persembahanmu di mezbah persembahan pergilah dahulu
berdamai dengan saudaramu (Matius 5:24).
Cek
up ketiga yang patut kita
lakukan melalui sikap hidup berbagi. Dalam ayat 17 disebutkan bahwa ;
“barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita
kekurangan tetapi menutup pintu hatinya, Bagaimana kasih Allah ada dalam
dirinya ???
Pada
bagian ini penulis hendak menjelaskan bahwa harta duniawi adalah pemberian
Tuhan yang dianugerahkan bagi setiap manusia. Dan karena itu maka tidak pantas
kalau harta duniawi itu hanya dimanfaatkan dan digunakan untuk dirinya sendiri.
Coba banyangkan kalau Tuhan tidak menganugerahkan harta duniawi itu kepada si Kaya,
apakah ia akan memilikinya. Saya kira tidak !
Karena
itu sangat pantas kalau harta duniawi itu juga digunakan dalam hubungan dengan
orang lain. Inilah yang saya maksudkan dengan sikap hidup berbagi. Sikap hidup
berbagai adalah cerminan dari kasih yang sejati.
Bukankah
Yesus telah mencontohkan diriNya untuk menjelaskan tentang dasar hidup berbagi itu
??? Hidup berbagi itu diwujudkan dengan menyerahkan nyawa. Bukan
Cuma harta yang dibagikan, tetapi nyawaNya untuk kehidupan banyak orang.
Bisakah kita menyerahkan nyawa kita untuk keselamatan orang lain ???? saya kira
sulit. Karena itu penulis menegaskan baiklah kita menyerahkan harta duniawi
kita digunakan bersama dengan orang lain, itu sudah bagus.
Kehidupan
yang berbagi itu ditegaskan lagi oleh penulis di akhir bacaan kita, ketika ia
mengatakan : “ “anak-anaku marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau
dengan lidah, tetapi dengan perbuatan. Maksudnya adalah mengasihi orang lain
bukan Cuma sebatas bicara, tetapi mesti berwujud dalam perbuatan konkrit. Kita
tidak bisa bicara saya perduli terhadap penderitaannya, tetapi sepanjang itu
kita tidak pernah memberikan sesuatu untuk meringankan penderitaannya. Ini sama
dengan boong !!!.
Pertanyaannya
bagi kita adalah apakah kita sungguh-sungguh telah membantu meringankan beban
saudara saya yang sakit, yang menderita, yang miskin. Ataukah kita begitu sulit
untuk memberikan sesuatu demi meringankan beban derita orang lain, dan orang
lain itu saudara kita sendiri ??? Silahkan renungkan !!!
Dari
instrument cek up yang dihadapkan penulis surat Yohanes ini, baiklah
masing-masing orang dapat memberikan jawabannya sendiri-sendiri. Tapi yang
pasti kalau kita masih ada benci dalam diri, masih hidup untuk diri sendiri dan tidak mau berbagi, masih
mempertimbangkan untung rugi dalam perbuatan kasih, itu pertanda bahwa kita
masih berpenyakitan kasih. Berusahalah untuk sembuh dari penyakit ini, amin.
Oleh :
Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th. (Sekretaris Klasis GPM P.P.Aru)
(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gereja Lahay
Roy – Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru.
Tanggal 09 Nopember 2003.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar