HIDUP UNTUK BERSAKSI

HIDUP UNTUK BERSAKSI
Ronella Waitibu

Senin, 02 September 2013

KASIH TAK CUKUP HANYA BICARA


 TEKS : I Yohanes 3 : 11  18
 
Syaloom !!!
Di pagi ini saya ingin menantang saudara-saudari dengan pertanyaan berikut; Berapa kali anda mengungkapkan pernyataan kasih atau mengasihi dalam satu hari ???  Berapa kali anda mewujudkan perbuatan kasih bagi sesama dalam sehari ??? Mungkin ada yang mengatakan, terlalu banyak untuk dihitung. Ini baik !!! Itu berarti pula bahwa ungkapan kasih atau mengasihi bukanlah hal yang baru dan asing bagi pendengaran kita.             Bukankah diberbagai kesempatan baik dalam persekutuan ibadah, dalam aktivitas kerja maupun dalam pergaulan sesehari pernyataan kasih dan mengasihi selalu mengemuka. Tidak perduli apakah ungkapan itu keluar dari bibir mulut orang tua, pemuda, remaja atau anak kecil. Tidak perduli apakah ungkapan itu keluar dari mulut seorang penipu, seorang pembunuh, seorang koruptor,  tetapi yang pasti semua orang pernah bicara tentang kasih, bahkan memberlakukan kasih dalam hidupnya. Betul demikian ???
Kalau memang begitu kenyataannya, mengapa dalam kehidupan ini, mesti ada suami yang membantai  istrinya sendiri.  Mengapa seorang kakak tega menghabisi nyawa adiknya sendiri. Mengapa ada orang tua yang merancang kejahatan terhadap anaknya sendiri atau mantunya sendiri. Mengapa ada tindakan kekerasan dari kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas di bumi Nusantara tercinta ini dll.
Itu berarti bahwa ada banyak orang yang belum memahami makna kasih itu secara baik. Mereka hanya menggunakan pernyataan kasih sebagai “lips servis” saja (pemanis bibir saja). Yang celaka lagi ialah, ada orang yang mengidap penyakit kekurangan kasih. 
Masalahnya sekarang adalah,  apakah anda dan saya juga tergolong dalam kelompok orang yang disebutkan di atas ???  Marilah kita melakukan cek up (bukan kesehatan jasmaniah kita),  tetapi cek up terhadap pemahaman dan perbuatan kasih yang kita lakukan dalam kehidupan kita sepanjang hari, berdasarkan firman Tuhan yang kita baca dan dengar bersama  tadi.

Hal Pertama yang dikedepankan dalam hubungan dengan upaya cek up terhadap pemahaman dan perbuatan kasih kita adalah melalui pernyataan penulis ; “Kita harus saling mengasihi”. Pernyataan ini menegaskan bahwa perbuatan kasih adalah suatu keharusan. 
Itu berarti, Kasih bukan soal suka atau tidak suka. Artinya kalau saya suka baru perbuatan kasih saya lakukan. Kalau saya tidak suka perbuatan kasih saya abaikan.
Kasih bukan soal waktu. Artinya ada waktu yang baik baru perbuatan kasih dilakukan. Misalnya nanti dekat-dekat natal atau kunci taoong baru perbuatan kasih dilakukan.
Kasih juga bukan dalam orientasi bisnis. Artinya perbuatan kasih itu dilakukan dalam perhitungan untung rugi. Kalau saya mengasihi dia dan itu menguntungkan saya pasti saya lakukan. Tetapi kalau perbuatan kasih itu merugikan saya,…Oh ! tunggu dulu.
Kasih juga bukan soal siapa yang menjadi objek. Artinya perbuatan kasih itu selalu memperhitungkan siapa objek dari perbuatan kasih itu. Kalau objeknya orang dekat saya, sepaham dengan saya, dia tetangga saya yang suka minum sopi bareng, dia rekan kerja saya yang mengisi absen saya walaupun saya tidak kerja, barulah saya mengasihinya. Tetapi kalau dia musuh saya, kalau dia tidak sepaham dengan saya, saya tidak akan pernah mengasihinya.
            Nah sekarang kita melakukan recek terhadap perbuatan kasih kita. Betulkah perbuatan kasih yang kita lakukan sampai saat ini, masih mengikutsertakan pertimbangan-pertimbangan seperti disebutkan diatas ??  Suka dan tidak suka, untung dan rugi, waktu yang tepat, kerabat atau musuh. Silahkan masing-masing orang menjawabnya.
            Apapun jawaban kita, yang pasti realitas kehidupan kekristenan kita bilang begini ;
a)         saya akan melakukan perbuatan kasih, tetapi “lia-lia tanuar” dolo.  Ya tunggulah nanti ada waktu baru beta mengasihi kau, pada hal semua waktu itu baik.  Betul ???
b)     Saya akan kasih pisang for dia, asal saja dia kasih ikan for saya, walaupun di rumah ketersediaan pisang saya cukup banyak, sampai membusuk malah. Inilah kasih karena pertimbangan bisnis.
c)            Saya mengasihi dia karena dia atasan saya yang selalu memperhatikan kenaikan pangkat dan golongan saya, tapi kalau yang ini tunggu dulu,…pasalnya dialah orang yang selalu menegur saya karena sering absen dari kantor.

            Perbuatan kasih dengan dilatari oleh pertimbangan suka tidak suka, pertimbangan waktu baik dan tidak baik, pertimbangan untung rugi, pertimbangan siobjek penerima kasih, juga dilakukan oleh orang kafir. Kalau kita melakukan perbuatan kasih seperti yang disampaikan tadi, itu artinya kita tidak berbeda dari orang kafir.
            Orang Kristen harus melakukan perbuatan kasih melampaui perbuatan kasih yang dilakukan oleh orang kebanyakan (kafir) itu.
Untuk itu Yesus pernah berujar : “Aku berkata kepadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”. (Matius 5:44). Sebuah pernyataan yang sangat unik dan menarik, tetapi tidak gampang untuk dilakukan. Tetapi disitulah justru esensi kasih Kristiani itu terungkap.         Perbuatan kasih seperti itulah yang membedakan orang Kristen dan orang kebanyakan. Dengan kata lain saya mau katakan bahwa perbuatan kasih yang diajarkan kepada kita harus melampaui dan menembusi berbagai perbedaan yang terkadang dibuat oleh manusia dalam hidup ini. (Kasih harus melampaui ras, suku, kultur, agama, Level social dst.nya).

Kemudian, pernyataan kamu harus saling mengasihi menegaskan pula bahwa kasih itu tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi mesti dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam kehidupan ini.  
Karena itu penulis menggunakan ungkapan saling mengasihi.  Nah,…Kalau kita hanya mau menerima perbuatan kasih dari orang lain dan kita sendiri tidak mau melakukan perbuatan kasih kepada orang lain ini tidak benar.
Kalau kita hanya mau menadah tangan tanpa mau mengulurkan tangan itu tidak benar.  Orang yang hanya mau menerima perbuatan kasih dari orang lain dan tidak mau melakukan perbuatan kasih terhadap orang lain akan terjebak dalam sikap hidup kikir. 
Ingatlah bahwa dalam perbuatan kasih tidak ada yang terlalu kecil nilainya yang dapat kita berikan kepada orang lain. Ada saja yang dapat kita berikan sebagai perbuatan kasih kita kepada orang lain.

Cek Up kedua terhadap pemahaman dan perbuatan kasih kita adalah melalui pernyataan ; “setiap orang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh manusia. (ayat 15a). 
Saya mengajak kita menggaris bawahi kata membenci.   Dalam teks kita disebutkan bahwa justru karena kebencian yang mendalam dari Kain sehingga ia melakukan perbuatan kejahatan. Perbuatan kejahatan itu berwujud dalam bentuk tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap saudara kandungnya sendiri (Habel).
Pertanyaan sederhana adalah, kenapa Ia membenci adiknya ?? Ya karena hidup adiknya diliputi dengan perbuatan kasih. Kasihnya yang besar terhadap sang pencipta sehingga persembahan yang dipersembahkan kepada TuhanNya adalah persembahan yang terbaik.
Disini kita melihat bahwa;  kebencian melahirkan kejahatan, kejahatan melahirkan kekerasan, kekerasan berwujud dalam bentuk pembantaian dan pembunuhan,…..sadis.
Kalau kebencian itu melahirkan perbuatan kejahatan dan kekerasan maka pantaskah kita memelihara kebencian dalam hidup kita, dalam rumah tangga kita, dalam jemaat dan masyarakat kita ??? saya kira tidak !!!
Kebencian  harus dilumpuhkan. Coba kita bayangkan kalau kebencian terus mewarnai seluruh kehidupan umat manusia dari generasi yang satu ke generasi, apakah akan ada kedamaian ???? saya kira tidak. Karena itu kebencian harus dihentikan, kebencian harus dilumpuhkan. Kita punya alasan yang sangat kuat untuk menghentikan kebencian itu.
  Marthen Luther King seorang pejuang HAM yang anti kekerasan misalnya;  mengetengahkan bahwa ada dua alasan mendasar yang mendorong orang untuk berhenti membenci yaitu
Pertama : Membalas kebencian dengan kebencian akan melipatgandakan kebencian. Ibarat menambah kelamnya malam yang telah hitam tanpa bintang. Gelap tidak mungkin mengusir gelap. Hanya terang yang mampu mengusir gelap. Maksudnya adalah benci tak dapat mengusir benci, hanya kasih yang mampu mengusir benci.
Kedua : Benci mesti dihentikan karena kebencian merusak jiwa dan kepribadian manusia.  Mari  kita perhatikan ketika seorang anak kecil menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, ayahnya atau ibunya, kakaknya atau adiknya dipotong, dicincang dihadapannya, maka pasti jiwanya tidak akan tentram. Nilai-nilai kebencian dan dendam perlahan-lahan mulai merusak jiwanya. Dan ia akan melampiaskan dendamnya itu ketika ia telah sanggup melakukannya.
Sementara orang yang melakukan tindakan kekerasan itupun, kepribadiannya juga akan rusak. Artinya tidak ada lagi nilai-nilai kelemah lembutan dalam dirinya. Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya, selalu saja diselesaikan dengan tindakan kekerasan dan bukan dengan jalan damai. Karena itu pantaslah kalau dikatakan bahwa seorang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh.
Jadi ketika diri kita dirasuki dengan rasa benci, pada saat itu kita sudah dikategorikan sebagai pembunuh, walaupun tangan kita belum memegang parang atau apa saja untuk membunuh.
Dari gambaran seperti itu, marilah kita melakukan recek lagi terhadap kehidupan kasih kita, apakah kita ini adalah orang-orang yang suka memerangi kebencian dalam diri kita atau keluarga kita, ataukah kita yang justru jadi provokator untuk mendorong orang lain mempraktekan sikap benci itu ??? 
Realita hidup kita menjelaskan bahwa ternyata banyak diantara kita yang berlaku pura-pura mengasihi anggota keluarga kita (entah suami, istri, anak-anak, adik-kakak dan orang tua), pada hal sebenarnya kita sangat membenci mereka.
Didepan umum kita pura-pura mengasihi suami atau istri kita, dengan berjalan bergandengan tangan mesra, tetapi di dalam rumah, kita saling mencaci maki, saling memukul dan melempar sampai babak belur.
Mungkin di dalam gereja seperti ini kita duduk berdekatan, bernyanyi memuji Tuhan dan mendengar sabdaNya, tetapi di dalam hati ada rasa benci yang membara, sehingga tidak pernah bertegur sapa apalagi tersenyum satu dengan yang lain.
Disinilah ibadah kita kepada Allah terjebak dalam ibadah pura-pura, dan kita menjadi orang-orang yang munafik. Saya kira kita masih ingat pernyataan Yesus bahwa sebelum anda memberikan persembahanmu di mezbah persembahan pergilah dahulu berdamai dengan saudaramu (Matius 5:24).

Cek up  ketiga yang patut kita lakukan melalui sikap hidup berbagi. Dalam ayat 17 disebutkan bahwa ; “barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya, Bagaimana kasih Allah ada dalam dirinya ??? 
Pada bagian ini penulis hendak menjelaskan bahwa harta duniawi adalah pemberian Tuhan yang dianugerahkan bagi setiap manusia. Dan karena itu maka tidak pantas kalau harta duniawi itu hanya dimanfaatkan dan digunakan untuk dirinya sendiri. Coba banyangkan kalau Tuhan tidak menganugerahkan harta duniawi itu kepada si Kaya, apakah ia akan memilikinya. Saya kira tidak !
Karena itu sangat pantas kalau harta duniawi itu juga digunakan dalam hubungan dengan orang lain. Inilah yang saya maksudkan dengan sikap hidup berbagi. Sikap hidup berbagai adalah cerminan dari kasih yang sejati.
Bukankah Yesus telah mencontohkan diriNya untuk menjelaskan tentang dasar hidup berbagi itu ??? Hidup berbagi itu diwujudkan dengan menyerahkan nyawa. Bukan Cuma harta yang dibagikan, tetapi nyawaNya untuk kehidupan banyak orang. Bisakah kita menyerahkan nyawa kita untuk keselamatan orang lain ???? saya kira sulit. Karena itu penulis menegaskan baiklah kita menyerahkan harta duniawi kita digunakan bersama dengan orang lain, itu sudah bagus.
Kehidupan yang berbagi itu ditegaskan lagi oleh penulis di akhir bacaan kita, ketika ia mengatakan : “ “anak-anaku marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan. Maksudnya adalah mengasihi orang lain bukan Cuma sebatas bicara, tetapi mesti berwujud dalam perbuatan konkrit. Kita tidak bisa bicara saya perduli terhadap penderitaannya, tetapi sepanjang itu kita tidak pernah memberikan sesuatu untuk meringankan penderitaannya. Ini sama dengan boong !!!.  
Pertanyaannya bagi kita adalah apakah kita sungguh-sungguh telah membantu meringankan beban saudara saya yang sakit, yang menderita, yang miskin. Ataukah kita begitu sulit untuk memberikan sesuatu demi meringankan beban derita orang lain, dan orang lain itu saudara kita sendiri ??? Silahkan renungkan !!!

Dari instrument cek up yang dihadapkan penulis surat Yohanes ini, baiklah masing-masing orang dapat memberikan jawabannya sendiri-sendiri. Tapi yang pasti kalau kita masih ada benci dalam diri, masih hidup untuk  diri sendiri dan tidak mau berbagi, masih mempertimbangkan untung rugi dalam perbuatan kasih, itu pertanda bahwa kita masih berpenyakitan kasih. Berusahalah untuk sembuh dari penyakit ini, amin.

Oleh : Pdt. Jan. Z. Matatula, S.Th. (Sekretaris Klasis GPM P.P.Aru)

(Disampaikan dalam kebaktian Minggu di Gereja Lahay Roy – Jemaat GPM Dobo, Klasis P.P.Aru. 
Tanggal 09 Nopember 2003.)
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar